Senin, 29 September 2025

Polisi Tewas di NTB

DPR Sorot Kejanggalan Kasus Brigadir Nurhadi, Desak Penyidikan Profesional dan Keadilan untuk Korban

Martin juga menyoroti adanya video yang menunjukkan Nurhadi masih hidup sebelum dinyatakan meninggal.

|
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
KEMATIAN NURHADI - Anggota Komisi III DPR RI, Martin D. Tumbelaka (tengah) mempertanyakan sejumlah kejanggalan dalam penyidikan kasus kematian Brigadir Nurhadi di Gili Trawangan, NTB. /Foto dok. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Martin D. Tumbelaka, mempertanyakan sejumlah kejanggalan dalam penyidikan kasus kematian Brigadir Nurhadi di Gili Trawangan, NTB.

Martin mendesak Bareskrim untuk memastikan proses hukum berjalan transparan, bebas intervensi, dan mengungkap fakta sebenarnya di balik tewasnya anggota Polri tersebut.

Hal ini disampaikan Martin menyusul temuan sejumlah kejanggalan dalam penanganan awal kasus oleh Polda NTB, termasuk dugaan intimidasi terhadap tenaga medis dan ketidaksesuaian kronologi laporan.

Martin menginventarisasi sejumlah temuan dan mengendus penyidikan kasus ini penanganan awalnya bermasalah.

Berdasarkan temuannya, terdapat dokter di klinik pertama diduga diintimidasi oleh salah satu tersangka agar tidak mendokumentasikan luka korban, sehingga melanggar SOP medis.

"Autopsi baru dilakukan beberapa hari setelah kematian, menimbulkan pertanyaan tentang upaya penghilangan bukti," kata Martin kepada wartawan, Senin (14/7/2025).

Martin juga menyoroti adanya video yang menunjukkan Nurhadi masih hidup sebelum dinyatakan meninggal.

Hal ini bertentangan dengan laporan awal yang menyebut korban tenggelam.

Martin juga menegaskan pentingnya penyidik menjelaskan terkait temuan luka kekerasan berat, termasuk patah tulang hyoid (indikasi cekikan) dan trauma tumpul, mengarah pada dugaan pembunuhan berencana.

Legislator dari Fraksi Gerindra ini juga menyoroti adanya dugaan rekayasa dalam penerapan pasal.

Awalnya hanya Pasal 359 KUHP (kelalaian), tetapi Bareskrim merekomendasikan tambahan pasal seperti Pasal 340 (pembunuhan berencana) dan Pasal 351 (penganiayaan berat).

"Informasi yang beredar ada indikasi penggunaan narkoba oleh korban dan tersangka. Karena itu, kami mendesak hasil tes toksikologi diungkap secara terbuka," kata Martin.

Dalam kasus ini, penyidik sudah menetapkan tiga tersangka, yakni dua atasan Brigadir Nurhadi, yakni Kompol IMY dan Ipda HC serta wanita sewaan MPS. Pihak MPS saat ini sedang mengajukan perlindungan ke LPSK dan sebagai justice collaborator.

"Untuk mempertimbangkan proses penegakan hukum yang profesional dan mengungkap kasus ini terang benderang, posisi MPS perlu dipertimbangkan sebagai saksi mahkota," kata Martin.

Selain itu, Martin Tumbelaka menekankan pentingnya audit independen oleh Komnas HAM untuk memastikan objektivitas penyidikan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan