Minggu, 5 Oktober 2025

Penulisan Ulang Sejarah RI

Dikecam Politisi PDIP Soal Pemerkosaan Massal 98, Fadli Zon Bela Diri: Bukan Maksud Saya Mereduksi

Fadli Zon juga menyatakan bahwa dirinya tidak bermaksud untuk mereduksi peristiwa pemerkosaan massal 1998.

Tribunnews.com/Rizki Sandi Saputra
PENULISAN ULANG SEJARAH RI - Dalam foto: Menteri Kebudayaan RI (Menbud) Fadli Zon saat ditemui awak media di Taman Sriwedari, Depok, Minggu (1/6/2025). Menteri Kebudayaan RI (Menbud) Fadli Zon memberikan tanggapan setelah anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Mercy Chriesty Barends mengecam pernyataannya yang meragukan pemerkosaan massal 1998. 

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Kebudayaan RI (Menbud) Fadli Zon memberikan tanggapannya setelah anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Mercy Chriesty Barends mengecam pernyataannya yang meragukan pemerkosaan massal 1998.

Diketahui, Mercy Chriesty Barends menuntut Fadli Zon meminta maaf atas pernyataannya yang sangsi akan terminologi 'massal' dalam peristiwa tersebut. 

"Kami sangat berharap permintaan maaf. Mau korbannya perorangan, yang jumlahnya banyak, yang Bapak tidak akui itu 'massal,' permintaan maaf tetap penting. Karena korban benar-benar terjadi," kata Mercy dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Fadli Zon di Gedung DPR RI, dikutip dari kanal YouTube TVR PARLEMEN, Rabu (2/7/2025).

Adapun rapat tersebut membahas tentang proyek penulisan ulang sejarah RI yang diadakan pemerintah dan kabarnya menelan anggaran Rp9 miliar ini.

Reaksi Fadli Zon

Terkait kecaman Mercy, Fadli Zon pun menyampaikan meminta maaf.

Ia juga tetap mengecam peristiwa pemerkosaan massal 1998, dan mengaku tidak tahu ada peristiwanya di Aceh dan Maluku.

"Saya minta maaf kalau ini terkait dengan insensitivitas, dianggap insensitif," ujar Fadli dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI tersebut.

"Tapi, saya sekali lagi dalam posisi yang mengutuk dan mengecam itu juga, dan ini tidak ada hubungan dengan kasus-kasus yang lain. Karena maksud saya, di Maluku atau di Aceh saya tidak tahu kejadian," lanjutnya.

"Tapi jelas kita semua mengutuk hal-hal yang semacam itu dan mengecam segala macam kekerasan terhadap perempuan itu saya kira dalam posisi yang sama sekali tidak berbeda dalam soal hal itu," tambahnya.

Kemudian Fadli Zon menyebut, pemilihan kata atau diksi 'massal' yang ia lontarkan merupakan pendapat pribadi.

Baca juga: Politisi PDIP Desak Fadli Zon Stop Penulisan Ulang Sejarah RI: Ada 3 Kategori Denial terhadap HAM

Sehingga, ia menyebut, butuh data yang lebih akurat untuk mendata kembali peristiwa tersebut.

"Nah, cuma secara spesifik tadi, kalau ada sedikit perbedaan pendapat terkait dengan diksi itu yang menurut saya itu pendapat pribadi ya," kata Fadli.

"Yang mungkin kita bisa dokumentasikan secara lebih teliti lagi ke depan ini adalah hal-hal yang mungkin bagian dari perbedaan-perbedaan data atau pendapat yang perlu lebih akurat lagi ke depan untuk mendatanya," paparnya.

Fadli menegaskan, tidak ada maksud lain terkait istilah 'massal' yang ia sampaikan.

Ia juga menyatakan bahwa dirinya tidak bermaksud untuk mereduksi peristiwa pemerkosaan massal 1998.

Fadli menyebut, apabila para pelaku sudah terungkap, maka seharusnya diproses hukum.

"Saya kira tidak ada maksud-maksud lain dan tidak ada kepentingan sebenarnya dalam hal ini untuk mereduksi kalau itu sudah menjadi sebuah kenyataan-kenyataan," ujar Fadli.

"Apalagi ada dukungan dengan hukum dan memang orang-orang perpetator ini, orang-orang pelaku, yang semacam itu sampai sekarang pun saya kira harusnya bisa dihukum kalau misalnya memang bisa ditelusuri kelompoknya, pelakunya," jelasnya.

"Kan, masalahnya itu belum menjadi sebuah fakta hukum. Kira-kira begitu. Jadi tidak ada maksud-maksud lain dan tidak sama sekali mengucilkan atau mereduksi, apalagi menegasikannya gitu," tambahnya.

Baca juga: Eks TGPF Ungkap Fakta Pemerkosaan 1998: Mencekam, Korban Trauma, Pertemuan Kostrad Disorot

Diksi 'Massal'

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja ini, Fadli Zon juga menegaskan bahwa diksi massal identik dengan terstruktur dan sistematis.

Ia menyebut bahwa soal kekerasan seksual massal yang ramai di media merupakan pendapat pribadinya.

"Soal penulisan sejarah itu pendapat saya pribadi soal diksi massal itu, kenapa? Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis," ucap Fadli.

Ia mengklaim tidak menegasikan kekerasan seksual pada konflik 1998. Namun, menurutnya, perbedaan pendapat dalam sebuah forum merupakan hal yang wajar.

"Saya kira perbedaan-perbedaan pendapat mungkin di dalam forum yang lain bukan saya sebagai Menteri Kebudayaan," katanya.

"Saya siap sebagai seorang sejarawan, sebagai seorang peneliti untuk mendiskusikan ini dan sangat terbuka," imbuhnya.

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved