Wacana Pergantian Wapres
Jokowi Pernah Bilang Pemakzulan Gibran Harus Sepaket, Yunarto Wijaya: Kesannya Upaya Momong Anak
Yunarto Wijaya menilai, pernyataan Jokowi soal pemakzulan juga bisa menjadi beban bagi Gibran dan Presiden RI Prabowo Subianto.
Penulis:
Rizkianingtyas Tiarasari
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
"Mau ngomong apa pun bapaknya, sudah pasti orang akan ngelihatnya, 'kok masih dimomong sama bapaknya sih?'" kata Yunarto Wijaya.
"Nah, sudah tahu seperti itu, kenapa juga isu sensitif seperti ini masih harus dikomentari oleh Pak Jokowi? Karena orang kan menganggapnya tadi, waduh kasihan amat anaknya masih harus dibelainin bapaknya padahal udah wapres," jelasnya.
"Yang kedua, spekulasi yang tadi orang mengatakan, 'Kok kalimat lu seakan-akan ingin mengatakan kalau jatuh berdua?' Enggak bisa sendiri-sendiri gitu," tandasnya.
Jokowi Pernah Bilang Pemakzulan Gibran Harus Sepaket
Dalam wawancara dengan awak media di kediamannya di Solo, Jawa Tengah pada Jumat (6/6/2025), Jokowi menanggapi usulan pemakzulan anak sulungnya, Gibran, dari jabatan Wakil Presiden RI.
Jokowi pun menyinggung bahwa sistem pemilihan kepala negara di Indonesia dilakukan dalam satu paket, presiden beserta wakil presiden.
"Pemilihan presiden kemarin kan satu paket, bukan sendiri-sendiri. Kayak di Filipina itu sendiri-sendiri. Di kita ini kan satu paket," jelas Jokowi, dikutip dari tayangan video yang diunggah di kanal YouTube Official iNews, Jumat (6/6/2025).
"Memang mekanismenya seperti itu [menerima presiden dan wakil presiden, red]," tambahnya.
Kemudian, Jokowi menilai, adanya surat usulan pemakzulan Gibran merupakan bagian dari dinamika demokrasi di Indonesia.
Ia pun mengaku tidak merasa sakit hati.
"Bahwa ada yang ada yang menyurati seperti itu. Iya, itu dinamika demokrasi kita. Biasa saja. Dinamika demokrasi kan ya seperti itu," kata Jokowi.
Selanjutnya, Jokowi menjelaskan bahwa upaya pemakzulan harus dilakukan sesuai sistem ketatanegaraan yang berlaku.
"Negara ini kan negara besar yang memiliki sistem ketatanegaraan. Ya, diikuti saja proses sesuai sistem ketatanegaraan kita," ujar Jokowi.
"Jadi, sekali lagi sistem ketatanegaraan. Kita memiliki mekanisme yang harus diikuti bahwa pemakzulan itu harus presiden atau wakil presiden, misalnya korupsi atau melakukan perbuatan tercela atau melakukan pelanggaran berat, itu baru [dimakzulkan, red] ya," paparnya.
(Tribunnews.com/Rizki A.)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.