Prabowo Teken PP Baru Soal Justice Collaborator, Komisi III Soroti Penerapan Asesmen Terhadap Pelaku
Nasir menanggapi kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2025 terkait Justice Collaborator.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menanggapi soal kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2025 terkait Justice Collaborator.
Dimana, PP itu mengatur pemberian penghargaan dan perlindungan terhadap Justice Collaborator atau pelaku di suatu perkara pidana yang mau bekerjasama dengan aparat penegak hukum dalam mengungkap kejahatan.
Menanggapi hal itu, Nasir menilai apa yang dibuat oleh Presiden Prabowo adalah suatu akses penting agar kejahatan terutama yang sifatnya extra ordinary crime bisa lebih mudah terungkap.
"PP ini menjadi pintu penting untuk mengungkapkan kejahatan yang masuk dalam kategori extra ordinary crime. Saksi pelaku yang menjadi JC mendapatkan semacam “insentif” apabila mampu secara nyata membantu penegak hukum untuk menemukan aktor utama pelaku kejahatan tersebut," kata Nasir saat dimintai tanggapannya, Jumat (27/6/2025).
Akan tetapi kata dia, dalam menetapakan seseorang pelaku menjadi justice collaborator tidak bisa dipandang mudah.
Penerapannya kata dia, harus memiliki syarat yang sudah diatur dalam Undang-undang dan disepakati oleh para pemegang kewenangan di bidang hukum.
"Begitupun memang harus dipastikan bahwa PP itu memuat untuk menjadi JC haruslah saksi pelaku yang telah memiliki syarat dan ketentuan yang berlaku," ucap dia.
Atas hal itu, legislator dari Fraksi PKS itu menaruh fokus pada proses penetapan pelaku menjadi justice collaborator di suatu perkara pidana.
Kata dia, harus ada asesmen yang berjenjang dan terintegrasi di antara lembaga penegakan hukum terhadap pelaku yang menyatakan bersedia menjadi justice collaborator.
Dengan begitu, Nasir beranggapan bahwa penetapan justice collaborator di setiap suatu perkara merupakan suatu opsi semata bukan keharusan.
"Perlu ada semacam asesmen terpadu dan terintegrasi untuk menyematkan status JC kepada saksi pelaku. Jadi JC itu adalah optional bukan mutlak," tandas dia.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 yang mengatur penghargaan dan perlindungan terhadap Justice Collaborator (JC), yakni saksi pelaku yang membantu mengungkap kejahatan.
Peraturan itu mengatur bentuk perlindungan dan penghargaan terhadap Justice Collaborator termasuk kemungkinan memperoleh pembebasan bersyarat.
Dalam regulasi baru tersebut, Pasal 4 huruf b PP 24/2025 secara eksplisit menyebut JC dapat memperoleh penghargaan berupa pembebasan bersyarat, selain bentuk lain seperti keringanan penjatuhan pidana, remisi tambahan, dan hak narapidana lainnya.
Namun, pemberian penghargaan itu tidak otomatis. Pasal 29 PP 24/2025 mengatur pembebasan bersyarat hanya dapat diberikan jika JC telah mendapatkan penanganan khusus dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Tak hanya itu, 'insentif' tersebut juga bisa didapat apabila pelaku memenuhi syarat substantif serta administratif sesuai ketentuan perundang-undangan.
Menyikapi hal ini, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyambut baik kehadiran PP ini yang disebut sebagai bentuk penguatan regulasi dalam perlindungan hukum terhadap JC.
"LPSK sebenarnya pada prinsipnya secara umum menyambut baik, karena PP ini kemudian menyelesaikan atau harapannya ya untuk menegaskan, memperkuat pengaturan mengenai pemberian perlindungan, penghargaan dan penanganan khusus kepada JC," ujar Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (25/6/2025).
LPSK menegaskan bahwa PP 24/2025 ini merupakan turunan dari Pasal 10A Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Pasal tersebut memuat ketentuan tentang bentuk penghargaan kepada Justice Collaborator.
PP 24/2025 dinilai memperjelas bentuk penghargaan yang dapat diberikan kepada JC, mulai dari pidana bersyarat khusus, pidana percobaan, hingga vonis yang lebih ringan dibandingkan terdakwa lain.
LPSK menekankan pentingnya peran Justice Collaborator dalam membongkar kasus-kasus kejahatan besar, termasuk kejahatan terorganisir.
"Sering kali kasus, misalnya kasus korupsi, narkotika itu kan susah banget untuk mencari kasusnya bagaimana, terus jaringannya seperti apa dan sebagainya, itu kan susah sekali dapat kalau bukan orang dalam," katanya.
Susilaningtias berharap implementasi PP 24/2025 dapat mendorong lebih banyak pihak bersedia menjadi JC dan membantu penegak hukum membongkar pelaku utama di balik jaringan kejahatan.
LPSK menegaskan akan terus mendorong evaluasi terhadap implementasi PP ini agar berjalan maksimal dan benar-benar melindungi para Justice Collaborator di lapangan.
"Harapannya dengan penghargaan ini, para JC, orang-orang yang terlibat dalam kasus-kasus tertentu ini ya, utamanya kasus-kasus yang terorganisir, itu bisa mengungkap kejahatan yang lebih besar," pungkasnya.
Prabowo Setujui Langkah Menkeu Purboyo Tarik Anggaran Kementerian yang Lambat Belanja |
![]() |
---|
Presiden Prabowo Direncanakan Hadiri Puncak Hari Santri 2025 |
![]() |
---|
Purbaya Tegas Soal MBG: Saya Bantu, Tapi Kalau Mandek Duitnya Saya Alihkan |
![]() |
---|
Program Besar Pemerintah Kurang Tersampaikan ke Publik, KSP Diharap Jadi Penghubung |
![]() |
---|
BBM Langka di SPBU Swasta, Prabowo Panggil Bos Pertamina: Katanya Tak Ada Monopoli |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.