Konflik Iran Vs Israel
Anggota DPR Ungkap Dampak jika Konflik Iran-Israel Kembali Meningkat dan Selat Hormuz Ditutup
Sejumlah dampak yang dapat dirasakan Indonesia jika eskalasi konflik Iran-Israel kembali meningkat hingga menyebabkan Selat Hormuz ditutup.
TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS, Sukamta, membeberkan sejumlah dampak yang dapat dirasakan Indonesia jika eskalasi konflik Iran-Israel kembali meningkat hingga menyebabkan Selat Hormuz ditutup.
Hal tersebut disampaikan Sukamta dalam acara Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu (25/6/2025).
"Nah kalau sampai ini (Selat Hormuz) ditutup pasti dampaknya akan sangat serius bagi Indonesia karena impor minyak kita sangat besar, minyak dan gas kita itu 50 persennya dari sana, Qatar maupun Arab Saudi."
"Yang kedua, harga minyak dan gas pasti juga akan melonjak naik sehingga itu akan berdampak pada produksi, kemudian transportasi, logistik pasti akan naik dan ada kemungkinan secara umum seluruh dunia akan ada kenaikan inflasi dan penurunan pertumbuhan," tutur Sukamta.
Meski begitu, Sukamta yakin bahwa Presiden Prabowo Subianto yang sudah berkunjung ke Rusia dan negara lain pasti akan mengantisipasi adanya kemungkinan Selat Hormuz ditutup.
"Misalnya mencari peluang-peluang untuk mendapatkan sumber-sumber minyak dan gas alternatif selain dari dua sumber yang berada di sekitar Selat Hormuz."
"Nah mungkin juga hal-hal yang lain yang juga perlu diantisipasi industri kimia turunan migas seperti pupuk juga pasti akan mengalami dampak yang sangat serius," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Indonesia pasang kuda-kuda bersiap menghadapi lonjakan kenaikan harga minyak dunia akibat ancaman penutupan Selat Hormuz buntut ketegangan antara Iran dengan Israel dan Amerika Serikat (AS).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan, pemerintah memberikan perhatian serius terhadap ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Bahlil mengatakan, situasi konflik Iran vs Israel dapat berdampak signifikan pada harga minyak dunia.
"Dalam konteks minyak, ketika Selat Hormuz ditutup ini akan berdampak kenaikan harga minyak dunia,” ujar Menteri Bahlil dalam keterangannya, Rabu.
Baca juga: Siasat Bahlil Tanggulangi Kenaikan Harga Minyak Dunia Akibat Ancaman Penutupan Selat Hormuz
Jika Selat Hormuz ditutup, maka harga minyak dunia berpotensi melonjak di atas asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yakni 82 dollar AS per barel.
Meskipun, kata Bahlil, harga saat ini masih terkendali, yaitu di bawah 80 dollas AS per barel.
Lakukan Lifting
Bahlil mengungkapkan, siasat yang dilakukan pemerintah salah satunya ialah meningkatkan produksi minyak domestik (lifting).
Sejak 2008, ungkap Bahlil, lifting minyak Indonesia cenderung menurun.
"Perintah Pak Presiden Prabowo kepada kami itu adalah bagaimana caranya kita mengoptimalkan kenaikan lifting," ungkapnya.
Jumlah sumur minyak di Indonesia, disebut Bahlil berjumlah 40 ribu.
Dari jumlah itu, terdapat 16-17 ribu sumur yang produktif, sedangkan lainnya belum.
"Ada yang idle well (sebelumnya aktif, tapi kini dihentikan operasinya) dan macam-macam," ungkap Bahlil.
Sumur tersebut bisa jadi masih memiliki potensi untuk diproduksikan kembali.
Bahlil menjelaskan, Kementerian ESDM akan mengevaluasi kinerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan memberikan teguran keras kepada pihak-pihak yang tidak mengoptimalkan produksi dari sumur-sumur yang sudah siap.
Bahkan, pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk mengambil alih sumur-sumur yang tidak dikelola dengan baik agar dapat ditawarkan kepada investor lain yang lebih kompeten.
Selain itu, pemanfaatan teknologi juga menjadi kunci dalam upaya peningkatan produksi minyak.
Bahlil mencontohkan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sumur-sumur tua di Indonesia.
"Salah satu teknologi yang kita sudah kembangkan sekarang adalah EOR. Ini dalam rangka meningkatkan produktivitas lifting kita," ucap Bahlil.
Beberapa proyek EOR telah menunjukkan hasil positif, seperti penambahan produksi di Natuna dan Cepu.
Bahlil juga menekankan pentingnya membangun ketahanan energi dari dalam negeri.
Menurutnya, terlalu bergantung pada pasokan global yang penuh ketidakpastian dapat menimbulkan kerentanan.
“Kita sudah mapping dengan beberapa teman-teman dari KKKS. Contoh, katakanlah kemarin dapat 20 ribu barel di Natuna yang punya Medco. Kita lagi Insyaallah tanggal 26 Juni ini ada penambahan lagi 30 ribu barel di Cepu milik ExxonMobil. Jadi perlahan kita mencapai lifting minyak kita,” ungkapnya.
Sementara itu, sebagaimana diketahui, perang Iran-Israel yang berlangsung selama 12 hari kini resmi memasuki fase gencatan senjata.
(Tribunnews.com/Deni/Gilang)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.