Sabtu, 4 Oktober 2025

Pemerintah: Aturan 95 Tahun Hak Atas Tanah di IKN Tak Langgar Kedaulatan Negara

Pemerintah menegaskan pasal 16A UU No. 21 Tahun 2023 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) tidak bertentangan dengan prinsip penguasaan negara atas tanah

dok. Hukum Online
UJI UU IKN - Guru Besar Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta Wicipto Setiadi. Wicipto tampil mewakili pemerintah dalam sidang lanjutan pengujian UU IKN di Mahkamah Konstitusi, Jakata, Rabu (25/6/2025). 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menegaskan ketentuan Pasal 16A Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) tidak bertentangan dengan prinsip penguasaan negara atas tanah. 

Hal itu disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta Wicipto Setiadi yang mewakili pemerintah dalam sidang lanjutan pengujian UU IKN di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (25/6/2025).

Ia menegaskan ihwal ketentuan tersebut tetap berada dalam kerangka doctrine of state control.

“Jangka waktu 95 tahun bukanlah pemberian otomatis, melainkan bersyarat dan dilakukan dalam dua siklus. Setiap tahap disertai evaluasi oleh Otorita IKN," ujarnya.

"Ini bukan bentuk penyerahan kekuasaan, melainkan justru untuk menjaga kepastian hukum dalam pembangunan IKN sebagai proyek strategis nasional,” ia menambahkan. 

Wicipto menegaskan, hak atas tanah seperti HGU, HGB, dan Hak Pakai tetap bersifat terbatas, bersyarat, serta dapat dicabut kapan saja oleh negara. 

Menurutnya, UU IKN sebagai lex specialis memungkinkan adanya penyimpangan dari ketentuan umum dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) demi mendukung tujuan strategis nasional.

Ia juga menyebut Pasal 16A dirancang untuk memberikan kepastian hukum dan menarik investasi jangka panjang, yang dinilai penting bagi keberhasilan pembangunan Ibu Kota Nusantara. 

"Pasal 16A merupakan bentuk affirmative action yang lazim digunakan dalam praktik pembangunan global,” imbuhnya.

Senada, ahli pemerintah lainnya, pakar hukum agraria Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Nurhasan Ismail, menyatakan ketentuan dalam Pasal 16A sebetulnya berada dalam ranah hubungan keperdataan antara Otorita IKN dan pihak ketiga. 

Ia menjelaskan, substansi norma dalam pasal tersebut menjadi bagian dari perjanjian kerja sama pemanfaatan tanah, bukan pemberian hak atas tanah oleh pemerintah secara langsung.

Baca juga: Akademisi: UU IKN Berpotensi Tutup Akses Ekonomi Warga dan Merusak Adat

“Pasal 16A tidak layak diuji karena bersifat perdata, tunduk pada asas kebebasan berkontrak, serta tetap memperhatikan UU IKN dan peraturan bidang pertanahan,” kata Nurhasan. 

Ia juga menekankan bahwa proses perpanjangan atau pembaruan hak atas tanah dilakukan secara bertahap sesuai praktik di lokasi lain.

Yakni dengan mempertimbangkan evaluasi sebagaimana diatur dalam Pasal 16A ayat (5) UU IKN

Karena itu, menurutnya, tidak ada pertentangan dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan UUD 1945.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved