Senin, 29 September 2025

PSHM Undip: Kewenangan Mahkamah Pelayaran Harus Diperluas

Pusat Studi Hukum Maritim (PSHM) Ikatan Alumni Fakultas Hukum (IKAFH) Universitas Diponegoro mengusulkan perluasan kewenangan Mahkamah Pelayaran.

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Adi Suhendi
istimewa
HUKUM PELAYARAN - Ketua Pusat Studi Hukum Maritim (PSHM) Ikatan Alumni Fakultas Hukum (IKAFH) Universitas Diponegoro (Undip), Bama Djokonugroho mengusulkan perluasan kewenangan Mahkamah Pelayaran. Hal tersebut dingkapkan di Jakarta, Senin (24/6/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Studi Hukum Maritim (PSHM) Ikatan Alumni Fakultas Hukum (IKAFH) Universitas Diponegoro (Undip) mengusulkan perluasan kewenangan Mahkamah Pelayaran

Hal itu untuk meningkatkan penegakan hukum pelayaran di Indonesia.

Ketua PSHM Bama Djokonugroho mengatakan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan posisi geografis yang berada di jalur strategis pelayaran internasional, penegakan hukum dan aspek keselamatan dalam aktivitas pelayaran di Indonesia masih jauh dari optimal.

"Salah satunya karena lemahnya kerangka penegakkan hukum yang cenderung menitikberatkan pada pendekatan post factum, yaitu dilakukan setelah terjadinya insiden kecelakaan kapal," kata Bama Djokonugroho di Jakarta, Senin, 23 Juni 2025.

Ia menyebut PSHM mengapresiasi langkah pemerintah yang memperluas fungsi Mahkamah Pelayaran melalui Undangan-Undang Nomor 66 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 

Baca juga: Pemerintah Dorong Percepatan Normalisasi Alur Pelayaran Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu

Dalam aturan itu dinyatakan selain memeriksa Nakhoda dan perwira kapal yang terlibat kecelakaan Mahkamah Pelayaran juga sudah bisa memeriksa dan menetapkan sanksi kepada operator, pemilik kapal dan petugas atau pejabat yang terbukti melakukan kelalaian sehingga menyebabkan kecelakaan kapal.

Namun, perluasan kewenangan itu masih jauh dari optimal karena baru bisa dilakukan setelah terjadinya kecelakaan.

Kecelakaan kapal berpotensi menimbulkan kerugian materi dan lingkungan yang massif.

Baca juga: Mulai Dapat Posisi di Pasar Pelayaran Global, Pendapatan Non-Captive PIS Naik 64 Persen

Karena itu, pendekatan yang seharusnya diadopsi adalah yang bersifat ante factum atau dilakukan sebelum terjadinya insiden kecelakaan.

"Pemerintah perlu memperluas lagi fungsi Mahkamah Pelayaran dan juga penyidik pegawai negeri sipil di bidang pelayaran. Mereka harus dapat melakukan pemeriksaan dan menetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Nakhoda, perwira kapal, operator, pemilik kapal dan petugas/pejabat yang berpotensi menyebabkan kecelakaan kapal. Jadi, tidak perlu menunggu sampai terjadinya kecelakaan," saran Bama. 

Jika merujuk pada UU Nomor 66 Tahun 2024, lanjut Bama, saat ini terdapat kerancuan terkait fungsi penegakan hukum pelayaran.

Hal itu karena adanya pergeseran fungsi Syahbandar yang dahulu dianggap memiliki kewenangan penuh untuk menegakkan hukum di wilayah kerjanya, menjadi hanya berfungsi sebagai pengawas dan penyidik.

Kondisi ini menimbulkan kerancuan dan dikhawatirkan akan menyebabkan penegakkan hukum terhadap pelanggaran di bidang pelayaran menjadi domain kejaksaan, yang selanjutnya diperiksa dan diadili di peradilan umum.

Dia mengungkapkan potensi tersebut telah menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha pelayaran.

Hal itu mengingat masih sangat kurangnya pemahaman para hakim di peradilan umum terkait hal-hal teknis pelayaran serta proses hukum di peradilan umum dapat memakan waktu dan biaya yang signifikan.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan