Sabtu, 4 Oktober 2025

Penulisan Ulang Sejarah RI

Mantan Anggota Tim Penyusun Sebut Konsep Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Sudah Diarahkan Penguasa

Eks anggota tim penyusun mengatakan konsep penulisan ulang sejarah Indonesia ternyata sudah disiapkan oleh penguasa lewat editor umum.

Dok. Kemendikbud
ARAHAN PENGUASA - Arkeolog sekaligus mantan anggota tim proyek penulisan ulang sejarah Indonesia, Harry Truman Simanjuntak, mengungkapkan konsep terkait proyek penulisan ulang sejarah Indonesia sudah diarahkan oleh pihak penguasa melalui editor umum. Menurutnya, cara kerja seperti itu adalah aneh karena seharusnya terlebih dahulu digelar seminar dengan menghadirkan narasumber yang ahli dalam bidang sejarah Indonesia alih-alih konsep dibuat langsung dari editor umum arahan penguasa. Hal ini disampaikannya dalam diskusi daring, Kamis (18/6/2025) kemarin. 

TRIBUNNEWS.COM - Arkeolog, Harry Truman Simanjuntak, mengungkapkan konsep terkait proyek penulisan ulang sejarah Indonesia sudah diarahkan oleh pihak penguasa melalui editor umum.

Sebagai informasi, Harry sempat menjadi anggota tim penyusun penulisan ulang sejarah Indonesia yang proyeknya tersebut di bawah Kementerian Kebudayaan dan dipimpin oleh Menteri Kebudayaan, Fadli Zon.

Namun, Harry akhirnya memutuskan untuk keluar dari tim tersebut karena adanya ketidakcocokan soal keilmuan.

Harry mengatakan cara kerja seperti itu adalah aneh karena seharusnya terlebih dahulu digelar seminar dengan menghadirkan narasumber yang ahli dalam bidang sejarah Indonesia dan konsep bukan langsung dari editor umum arahan penguasa.

"Konsepsi penulisan buku itu disusun editor umum arahan penguasa. Saya masih ingat ketika rapat persiapan pertama di akhir November (2024), menteri (Fadli Zon) ada di rapat tersebut."

"Apa yang aneh kalau konsepsi penulisan disusun oleh editor umum, ya janganlah menyusun konsepsi itu di bawah arahan penguasan. Kedua, ketika kita menyusun sebuah buku apalagi buku kebangsaan dan berseri, mestinya didahului oleh semacam seminar-seminar dengan mengundang semua ahli untuk memperoleh masukan-masukan," katanya dikutip dari YouTube Center for Prehistory and Austronesian Studies (CPAS), Kamis (19/6/2025).

Tak cuma konsep, Harry mengatakan outline seluruh jilid yang akan ditulis dalam proyek tersebut juga berdasarkan arahan penguasa.

Dia menegaskan seharusnya outline disusun oleh orang-orang yang memang ahli di masing-masing bidang sejarah.

"Jadi tiba-tiba ketika mau membahas outline 10 jilid itu, kita sudah disodorkan outline itu. Itu sebuah keanehan."

"Mestinya yang menyusun outline itu orang-orang ahli di bidang itu bukan ahli lain. Tidak mungkin saya arkeolog disuruh menyusun outline di bidang antropologi," jelas Harry.

Baca juga: Kilatnya Penulisan Ulang Sejarah Indonesia: Target Proses 5 Bulan, padahal Minimal 5 Tahun

Ia mengungkapkan cara kerja semacam ini merupakan sebuah kemunduran karena berpeluang mereduksi konten sejarah yang akan ditulis hingga kekeliruan substansi.

Harry juga mengatakan adanya arahan dari penguasan sampai pada titik terkait penulisan judul.

Dia menceritakan ada salah satu momen rapat di mana ketika itu tengah membahas soal penulisan prasejarah.

Dalam rapat tersebut, terjadi perdebatan terkait perubahan istilah dari 'prasejarah' menjadi 'sejarah awal'.

Menurut Harry, istilah 'sejarah awal' tidak memiliki kesamaan arti dengan 'prasejarah'.

"Bahkan saya katakan, mohon diputuskan detik ini, kalau tetap menggunakan (judul) sejarah awal, detik ini juga saya pulang dan keluar dari rapat ini."

"Tapi, tim editor menyatakan sabar dulu pak, sabar dulu prof," jelasnya.

Harry mengatakan maksud dari anggota tim editor lainnya untuk bersabar terlebih dahulu karena hasil rapat terkait penulisan judul tersebut masih perlu dikonsultasikan terlebih dahulu ke pihak lain yang diduga dari Kementerian Kebudayaan.

"Rupanya dan dibilang juga di rapat itu, mereka harus konsultasi dulu karena masih ada struktur penyusunan di atas, pengarah atau apalah itu, dan mungkin sampai menteri."

"Ini otoritas keilmuan lho. Jadi, mestinya ini otoritas editor umum bukan yang lain-lain karena ini kita bicara keilmuan," katanya.

'Narasi Sejarah Dicemari Bahasa Politis'

Harry juga mengungkapkan dalam proyek ini, konten sejarah yang akan ditulis justru dicemari dengan unsur politis.

Hal ini diketahui Harry ketika rapat dengan Kementerian Kebudayaan di mana dalam pertemuan tersebut mulanya dimunculkan untuk pertama kalinya penulisan sejarah yang 'Indonesia-sentris'.

Harry pun tidak setuju dengan penggunaan istilah tersebut karena nantinya penulisan sejarah tidak obyektif.

Hal tersebut karena nantinya akan terjadi pengaburan fakta sejarah lainnya dan justru bernuansa politis.

Adapun nuansa politis yang dimaksud yatu hanya menuliskan sejarah Indonesia yang bersifat positif saja. Sementara, sejarah yang bersifat negatif atau kelam tidak dituliskan.

"Kalau (ada sejarah Indonesia bersifat) salah katakan salah, kalau benar kita katakan benar, kalau hebat kita puji, kalau tidak hebat ya jangan dipuji."

"Jadi jangan hanya mengangkat hal-hal yang memperlihatkan Indonesia hebat lho, bukan main, tidak bisa begitu. Kan ini bidang keilmuan," katanya.

Harry pun sempat mengatakan pada anggota tim penyusun lainnya agar penulisan sejarah tidak dicampur dengan bahasa-bahasa politis.

"Bahasa politis boleh saja, maunya bombastis dan sensasional. Itu pun salah menurut saya. Itu lah kalau disitu menurut saya politik itu jahat," tuturnya.

Ada 10 Jilid, Buku Sejarah Versi Baru Diluncurkan saat HUT RI ke-80

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan pemerintah menargetkan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia dapat diluncurkan saat 17 Agustus 2025 atau bertepatan dengan HUT RI ke-80.

Bahkan, saat itu, dia meyakini proyek itu akan rampung sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan.

"Sekarang baru dalam proses, yang menuliskan ini para sejarawan. Tahun ini (target peluncuran), saat 80 tahun Indonesia merdeka," kata Fadli pada 9 Mei 2025 lalu.

Fadli mengatakan, penulisan ulang sejarah Indonesia ini melibatkan ratusan sejarawan dengan berbagai spesialisasi.

Adapun tugas dari sejarawan itu yaitu menulis, merevisi, dan menyunting isi buku berdasarkan referensi dan kajian ilmiah.

“Kami akan update dan menambah beberapa jilid, tentu mendasarkan kepada buku-buku yang sudah ada."

"Kami melibatkan lebih dari 100 sejarawan dari banyak perguruan tinggi, yang memang ahli di bidangnya dan punya kompetensi menulis serta menyunting isi buku itu,” katanya.

Ia menjelaskan, ketika buku ini diluncurkan, maka berfungsi sebagai acuan resmi dalam pengajaran sejarah di tingkat pendidikan dasar hingga menengah.

“Buku ini akan menjadi semacam buku sejarah resmi Indonesia, dan bakal menjadi acuan utama dalam pendidikan sejarah di semua jenjang,” ujarnya.

Dalam pernyataan terpisah, Fadli juga sempat mengungkapkan akan ada 10 jilid di luar Indeks terkait buku penulisan sejarah tersebut.

Hal ini disampaikan oleh Fadli dalam pemaparannya saat rapat dengan Komisi X DPR pada 26 Mei 2025 lalu.

Adapun jilid pertama adalah terkait Sejarah Awal Nusantara. Selanjutnya, adapula bab berjudul 'Respons terhadap Penjajahan', serta adanya penulisan era Reformasi dari 1999-2024.

Selengkapnya berikut daftar 11 jilid dalam buku penulisan ulang sejarah Indonesia tersebut.

1. Sejarah Awal Nusantara
2. Nusantara dalam Jaringan Global: India dan Cina
3. Nusantara dalam Jaringan Global: Timur Tengah
4. Interaksi dengan Barat: Kompetisi dan Aliansi
5. Respons terhadap Penjajahan
6. Pergerakan Kebangsaan
7. Perang Kemerdekaan Indonesia
8. Masa Bergejolak dan Ancaman Integrasi
9. Orde Baru (1967-1998)
10. Era Reformasi (1999-2024)
11. Indeks

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved