Polemik 4 Pulau Aceh dengan Sumut
Jusuf Kalla Tegaskan Pulau Lipan, Panjang, Mangkir Besar, Mangkir Kecil secara Historis Milik Aceh
Jusuf Kalla buka suara mengenai polemik dimasukkannya empat pulau di Provinsi Aceh ke wilayah Provinsi Sumatra Utara (Sumut).
TRIBUNNEWS.COM – Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) buka suara mengenai polemik dimasukkannya empat pulau di Provinsi Aceh ke wilayah Provinsi Sumatra Utara (Sumut).
Keempat pulau itu ialah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang ditetapkan pada 25 April 2025, diputusakan bahwa empat pulau itu masuk ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut.
Akan tetapi, dimasukkannya keempat pulau itu memicu polemik, bahkan ditentang keras oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf.
Awalnya JK mengatakan daerah Aceh dulu memang masuk Sumatra Utara. Namun, Provinsi Aceh kemudian diresmikan lewat Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 1956.
“Dalam sejarahnya, Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil itu secara historis sudah dibahas di Kompas bahwa memang masuk Aceh, Aceh Singkil. Bahwa letaknya dekat Sumatra Utara itu biasa. Contohnya di Sulawesi Selatan ada pulau yang dekat NTT, tapi tetap [milik] Sulawesi Selatan walaupun dekatnya ke NTT,” kata JK saat konferensi pers di kediamannya, Jakarta Selatan, Jumat, (13/6/2025).
JK mengaku sudah berdiskusi dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengenai persoalan pulau itu.
Menurut JK, karena masuknya empat pulau di Aceh itu terjadi lewat undang-undang, hal itu tidak bisa dibatalkan dengan keputusan Kepmendagri lantaran UU lebih tinggi daripada Kepmendagri. Dia mengatakan jika hal itu akan diubah, harus lewat UU pula.
Di samping itu, JK mengatakan penduduk empat pulau itu selama ini membayar pajaknya ke Kabupaten Aceh Singkil.
Meski demikian, JK mengaku menghargai tindakan Tito memasukkan empat pulau itu ke Povinsi Sumut demi efisiensi, yakni lantaran lebih dekat dengan pemerintahan Sumut.
“Tetapi secara historis, pulau itu memang bagian dari Aceh, dan itu dibentuk berdasarkan UU walaupun di UU tentu tidak disebut tentang pulau itu,” ujar JK.
Baca juga: JK Sebut Keputusan Menteri Soal 4 Pulau Aceh Masuk Sumut Cacat Formil: Bertentangan Dengan UU
Pengamat: Dimasukkan 4 pulau ke Sumut timbulkan kegaduhan
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menganggap dimasukkannya empat pulau ke Sumut akan menimbulkan kegaduhan besar.
Menurut Jamiluddin, Provinsi Aceh sudah pasti akan sulit menerima keputusan tersebut.
Pasalnya, bagi masyatakat Aceh, secara historis, sosiologis, psikologis, dan politis empat pulau itu sudah menjadi bagian dari Nanggroe Aceh Darussalam.
"Secara de facto dan dejure, empat pulau itu selama ini memang sudah milik NAD. Karena itu, ketika secara dejure empat pulau itu dialihkan ke Sumut, tentu akan mengusik masyarakat Aceh," kata Jamiluddin saat dimintai tanggapannya, Kamis, (12/6/2025).
Menurut Jamiluddin, reaksi masyarakat Aceh yang akan marah terhadap pemerintah pusat juga pasti sangat besar.
Polemik, menurut Jamiluddin, berpeluang membangkitkan kembali bagi masyarakat Aceh untuk melepaskan diri dari NKRI melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
"Setidaknya elite Aceh yang masih menginginkan merdeka, akan menggunakan isu empat pulau itu sebagai peluru baru untuk mengajak masyarakat Aceh memisahkan diri," kata dia.
"Elite Aceh tersebut mendapat mainan baru untuk membakar amarah masyarakat Aceh, termasuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap Pusat," kata Jamiluddin.
Atas kondisi itu, Presiden Prabowo Subianto diminta untuk segera memerintahkan kepada Mendagri mencabut SK tersebut.
Menurut dia, Mendagri Tito harus meminta maaf kepada masyarakat Aceh karena telah ceroboh mengeluarkan SK tersebut.
Baca juga: Rekam Jejak Tito Karnavian, Mendagri yang Sebut 4 Pulau Aceh Milik Sumut, Pernah Jadi Kapolri
"Bahkan sangat pantas bila Prabowo mencopot Tito dari Mendagri. Sebab, SK Mendagri tersebut sangat mengabaikan aspek historis, psikologis, dan politis masyarakat Aceh," ujarnya.
"Jadi, ketegasan Prabowo memecat Tito sangat ditunggu. Setidaknya hal itu akan dapat meredam amarah masyarakat Aceh."
(Tribunnews/Febri/Rizki Sandi)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.