Senin, 29 September 2025

Tambang Nikel di Raja Ampat

PP Himmah: Pemerintah Sudah Tegas Respons Tambang Nikel Raja Ampat, Saatnya Penegak Hukum Bertindak

Abdul Razak Nasution. Dirinya meminta Aparat Penegak Hukum untuk bergerak mengusut dugaan adanya pelanggaran hukum usai pencabutan IUP 4 perusahaan

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
HandOut/IST
TAMBANG NIKEL RAJA AMPAT - Ketua Umum Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (PP HIMMAH) Abdul Razak Nasution. Dirinya meminta Aparat Penegak Hukum (APH), baik Polri maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bergerak mengusut dugaan adanya pelanggaran hukum usai pencabutan IUP 4 perusahaan tambang tersebut. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Pusat Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (PP HIMMAH) mendukung kebijakan Presiden Prabowo Subianto melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan kementerian teknis lainnya yang mencabut izin empat perusahaan tambang nikel yang diduga melakukan pelanggaran yang merusak lingkungan. 

Ketua Umum PP HIMMAH, Abdul Razak Nasution, mengatakan hal itu terlihat dari evaluasi yang dilakukan pemerintah pada Januari 2025 lalu sehingga menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 5 Tahun 2025 tentang Penataan dan Penertiban Kawasan Tambang. 

Razak juga meminta Aparat Penegak Hukum (APH), baik Polri maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bergerak mengusut dugaan adanya pelanggaran hukum usai pencabutan IUP 4 perusahaan tambang tersebut.

"Keempat pemilik perusahaan ini jangan semena-mena merusak Indonesia demi memperkaya diri dan kelompoknya dengan mengorbankan biota laut dan kekayaan alam Kita di Raja Ampat yang menjadi Wisata Dunia," kata Razak kepada wartawan, Rabu (11/6/2025).

Pihaknya meyakini bahwa penegak hukum dalam melakukan tugasnya dengan baik.

"Apabila tidak, PP HIMMAH akan berkoalisi dengan masyarakat melakukan aksi unjuk rasa meminta APH untuk mengadili pemilik keempat perusahaan ini," tandasnya.

Sebelumnya, pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) nikel untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.

Keputusan pencabutan tersebut disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025).

"Yang kita cabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Ini yang kita cabut," kata Bahlil.

Menurut Ketua Umum Golkar tersebut terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah mencabut empat izin pertambangan tersebut.

Pertama berdasarkan laporan Menteri LHK Hanif Faisol Nurofiq dan juga hasil peninjauan lapangan.

"Secara lingkungan atas apa yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan  Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq kepada kami itu melanggar. Yang kedua adalah kita juga turun mengecek di lapangan kawasan-kawasan ini menurut kami harus kita lindungi dengan tetap memperhatikan biota laut dan konservasi," katanya.

Menurut Bahlil meskipun masih bisa diperdebatkan mengenai IUP tersebut diberikan sebelum penetapan kawasan geopark.

Namun Presiden memberikan perhatian khusus untuk menjadikan dan menjaga Raja Ampat tetap menjadi wisata dunia.

"Jadi ditanya apa alasannya, alasannya adalah pertama memang secara lingkungan. Yang kedua adalah memang secara teknis setelah kami melihat ini sebagian masuk di kawasan Geopark. Dan ketiga keputusan ratas dengan mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah dan juga adalah melihat dari tokoh-tokoh masyarakat yang saya kunjungi," kata Bahlil.

Adapun daftar 4 IUP yang dicabut tersebut diantaranya :

1. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)

MRP mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Pemerintah Daerah Raja Ampat sejak 2013 yang berlaku hingga 2033. Area konsesinya mencakup Pulau Batang Pele (2.193 ha) dan Pulau Manyaifun (21 ha).

PT MRP disebut belum memiliki AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) maupun Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), yang wajib untuk kegiatan di kawasan hutan lindung.

2. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)

KSM adalah perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Pulau Kawei, Distrik Waigeo Barat, Raja Ampat. Mereka mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas sekitar 5.922 hektar sejak tahun 2013 hingga 2033  

3. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)

Perusahaan ini mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034.

ASP memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 1.167 ha di Pulau Manuram, Kabupaten Raja Ampat.

4. PT Nurham

PT Nurham memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi dari Bupati Raja Ampat melalui SK No. 316 Tahun 2013, berlaku hingga 11 November 2033. Namun dikabarkan izin ini tidak tercantum dalam daftar resmi Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan