Senin, 29 September 2025

Tambang Nikel di Raja Ampat

Kejagung Siap Usut Pelanggaran IUP di Raja Ampat Papua, Harli Siregar: Kalau Ada Laporan Pengaduan

Harli menyarankan, jika masyarakat menemukan adanya dugaan perizinan IUP tersebut untuk segera melapor ke penegak hukum.

Kolase Tribunnews/Greenpeace
EKOLOGI RUSAK - Kerusakan ekologis terlihat nyata akibat aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara terkait peluang pengusutan dugaan pelanggaran atau tindak pidana terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat yang belakangan tengah menjadi polemik. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara terkait peluang pengusutan dugaan pelanggaran atau tindak pidana terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat yang belakangan tengah menjadi polemik.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebutkan, peluang tersebut tetap ada sepanjang ada laporan atau pengaduan tindak pidana terkait perizinan tambang tersebut.

Baca juga: Profil Ahmad Fahrur Rozi, Ketua PBNU yang Jadi Komisaris PT Gag Nikel Raja Ampat

"Kalau ada laporan pengaduannya," ujar Harli kepada wartawan di Gedung Jampidsus Kejagung, Selasa (10/6/2025) malam.

Harli menyarankan, jika masyarakat menemukan adanya dugaan perizinan IUP tersebut untuk segera melapor ke penegak hukum.

Baca juga: Anggota DPR Trinovi Sebut Presiden dan Menteri ESDM Lindungi Raja Ampat dari Tambang Bermasalah

Akan tetapi dia juga menegaskan, bahwa pelaporan ke penegak hukum itu tidak selalu harus ke Kejaksaan Agung melainkan juga bisa ke penegak hukum lainnya.

"Disampaikan ke aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum mana saja. Supaya ada bahan, ada dasar bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penelitian," kata Harli.

"Atau pengecekan, sebenarnya apa yang terjadi di sana. Sebagai pintu masuk yang bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum," pungkasnya.

Sebelumnya, Pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) nikel untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.

Keputusan pencabutan tersebut disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025).

"Yang kita cabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining. Ini yang kita cabut," kata Bahlil.

Menurut Ketua Umum Golkar tersebut terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pemerintah mencabut empat izin pertambangan tersebut. Pertama berdasarkan laporan Menteri LHK Hanif Faisol Nurofiq dan juga hasil peninjauan lapangan.

"Secara lingkungan atas apa yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan  Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq kepada kami itu melanggar. Yang kedua adalah kita juga turun mengecek di lapangan kawasan-kawasan ini menurut kami harus kita lindungi dengan tetap memperhatikan biota laut dan konservasi," katanya.

Baca juga: Demi Alam yang Tersakiti, 900 Pekerja Tambang Raja Ampat Harus Merelakan Pekerjaan

Menurut Bahlil meskipun masih bisa diperdebatkan mengenai IUP tersebut diberikan sebelum penetapan kawasan geopark. Namun Presiden memberikan perhatian khusus untuk menjadikan dan menjaga Raja Ampat tetap menjadi wisata dunia.

"Jadi ditanya apa alasannya, alasannya adalah pertama memang secara lingkungan. Yang kedua adalah memang secara teknis setelah kami melihat ini sebagian masuk di kawasan Geopark. Dan ketiga keputusan ratas dengan mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah dan juga adalah melihat dari tokoh-tokoh masyarakat yang saya kunjungi," kata Bahlil.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan