Senin, 29 September 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Usman Hamid Kritik Penunjukan Fadli Zon Jadi Ketua Dewan Gelar Tanda Kehormatan RI

Usman memandang pengangkatan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar justru semakin memunculkan kesan subyektif dalam proses pengambilan keputusan.

Penulis: Gita Irawan
Tribunnews.com/ Fersianus Waku
FADLI ZON - Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025). Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengkritik penunjukkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Republik Indonesia di tengah usulan Kemensos untuk menjadikan Presiden Kedua RI Soeharto sebagai Panhlawan Nasional. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengkritik penunjukkan Menteri Kebudayaan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Republik Indonesia di tengah usulan Kemensos untuk menjadikan Presiden Kedua RI Soeharto sebagai Panhlawan Nasional.

Usman memandang pengangkatan Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar justru semakin memunculkan kesan subyektif dalam proses pengambilan keputusan tentang status pahlawan nasional.

Baca juga: Sosok Anis Hidayah, Ketua Komnas HAM Pertanyakan Wacana Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto

Menurutnya, publik mencatat bahwa Fadli adalah orang yang memiliki kedekatan pribadi dengan Presiden Prabowo Subianto.

Ia juga mencatat jauh sebelum jadi Presiden, Prabowo sudah merencanakan untuk menetapkan Soeharto sebagai pahlawan nasional. 

Baca juga: Penolakan Gelar Pahlawan Nasional Soeharto Menguat, Korban Tragedi 1965: Dia Hitler-nya Indonesia!

"Dengan demikian, kepemimpinan Dewan Gelar di bawah Fadli Zon bisa memperkuat unsur subyektifitas itu," ujar Usman saat dihubungi Tribunnews.com pada Senin (9/6/2025).

"Dengan kata lain pertimbangan tentang siapa yang menjadi pahlawan nasional tidak lagi objektif, tidak lagi mengandalkan syarat-syarat yang memang bersifat rasional entah itu secara filosofis, secara sosiologis, maupun secara yuridis," lanjutnya.

Ia pun mengkritisi pengusulan Soeharto menjadi Pahlawan Nasional oleh Kementerian Sosial.

Dia juga mempertanyakan sejumlah kriteria Pahlawan Nasional dengan catatan sejarah yang melekat pada Soeharto  

"Secara filosofis misalnya, apakah benar seseorang yang naik ke tampuk kekuasaan dengan cara berdarah kudeta militer dengan pembunuhan massal dan berakhir dengan digulingkan oleh para mahasiswa, oleh rakyatnya lalu ditetapkan sebagai pahlawan?" ungkap Usman.

Menurutnya, dari sisi sosiologis ada banyak sekali masyarakat di bawah kepemerintahan Soeharto terpinggir oleh pembangunan yang hanya mengandalkan investasi asing, merusak lingkungan, dan meminggirkan hak masyarakat adat.

Ia mencontohkan masyarakat terdampak tersebut di antaranya berada di Aceh, Papua, Kalimantan, dan Sumatera.

Selain itu, menurut dia secara yuridis, pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional juga bertabrakan dengan TAP MPR nomor 11 tahun 1998 tentang penyelenggaran pemerintahan yang bersih dari KKN serta Undang-Undang tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Karena dalam undang-undang itu, menurutnya, seorang pahlawan nasional harus memiliki keteladanan, integritas moral berbasis prinsip kemanusiaan, prinsip kerakyatan, dan juga keadilan sosial.

"Nah itulah seluruh syarat-syarat objektif baik itu secara filosofis, sosiologis maupun yuridis gitu. Nah saya khawatir bahwa dengan dipimpin oleh Fadli Zon, maka syarat-syarat objektif itu jauh lebih tereduksi gitu. Ini yang saya kira membuat proses penetapan status pahlawan nasional akan menjadi sangat politis," ucapnya.

Baca juga: Gelar Aksi di Kemensos, Masyarakat Sipil Tolak Pemberian Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto

"Dan Amnesty dalam posisi yang menolak, karena Amnesty masih menuntut pertanggungjawaban Soeharto atas berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di masa kepemimpinannya, termasuk di Aceh, di Papua, dan seterusnya," pungkas dia.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan