Minggu, 5 Oktober 2025

WALHI Gugat 13 Pasal UU Cipta Kerja, Soroti Penghapusan Izin Lingkungan

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menggugat 13 pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Tribunnews.com/ Mario Christian Sumampow
GUGAT KE MK - Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi, saat diwawancarai di kawasan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025). menggugat 13 pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menggugat 13 pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Gugatan yang diajukan bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia itu menyoroti sejumlah ketentuan dalam klaster lingkungan hidup yang dinilai mengancam hak konstitusional warga negara.

Tim kuasa hukum Walhi dari LBH Jakarta, Alif Fauzi Nurwidyastomo, menyebut gugatan ini merupakan upaya konstitusional warga negara untuk memperjuangkan pemulihan lingkungan hidup di Indonesia. 

“Ada 13 pasal yang berkaitan dengan klaster lingkungan dalam UU Cipta Kerja yang kami nilai bertentangan dengan UUD 1945,” kata Alif di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (5/6/2025).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi, mengatakan revisi sejumlah ketentuan dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dilakukan lewat UU Cipta Kerja justru membahayakan bangsa dan bisa menjadi beban bagi negara.

Baca juga: WALHI Balas Prabowo: LSM Baru Akan Bubar Jika Negara Benar-benar Berpihak pada Rakyat

“Akan merepotkan negara karena ada 13 ketentuan secara fundamental yang diubah dari UU Nomor 32 Tahun 2009,” ujarnya.

Salah satu pasal yang menjadi sorotan adalah penghapusan kewajiban izin lingkungan sebagai syarat penerbitan izin usaha. 

Ketentuan ini dinilai Zenzi sebagai kemunduran dalam perlindungan lingkungan dan hak masyarakat.

"Selama ini, sebelum izin usaha dikeluarkan, wajib ada izin lingkungan. Sekarang diubah menjadi hanya persetujuan lingkungan. Ini mereduksi aspek kehati-hatian negara dalam memberikan izin usaha,” kata Zenzi.

Baca juga: Walhi Kritisi Wacana Perguruan Tinggi Kelola Tambang: Hanya Menjadi Alat Transaksi Kekuasaan

Ia menjelaskan bahwa dalam proses izin lingkungan, ada sidang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang melibatkan masyarakat terdampak dan organisasi lingkungan. 

Walhi juga mempersoalkan perubahan ketentuan tentang Komisi Amdal yang kini hanya melibatkan masyarakat terdampak langsung, bukan lagi masyarakat berpotensi terdampak. 

Akibatnya, peran organisasi lingkungan dalam proses Amdal ikut tersingkir.

“Ini bertentangan dengan konstitusi yang menjamin hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sekarang, hanya yang terdampak langsung yang bisa melakukan upaya hukum. Padahal dampak lingkungan bisa bersifat lintas wilayah,” tegas Zenzi.

13 pasal yang digugat ini mereka sebut bertentangan dengan 11 pasal dalam UUD 1945, di antaranya Pasal 1 ayat 3, Pasal 28H ayat 1, serta Pasal 28C, 28D, dan 28F.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved