Selasa, 30 September 2025

2 Mahasiswa Minta MK Atur Supaya Caleg yang Sudah Dilantik Tak Boleh Mundur untuk Bisa Ikut Pilkada

2 mahasiswa minta Mahkamah Konstitusi agar mengtur supaya caleg yang sudah dilantik tak boleh mundur untuk bisa ikut Pilkada.

Istimewa/Tribunnews.com
GUGAT UU PILKADA - Foto ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta. Dua mahasiswa menggugat Pasal 7 ayat (2) huruf S Undang-Undang (UU) Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini. /Foto dok. 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua mahasiswa dari Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sayid Ali Rahmatullah, Adam Imam Hamdana dan Wianda Julit Maharan, menggugat Pasal 7 ayat (2) huruf S Undang-Undang (UU) Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sidang perdana dengan nomor Perkara 88/PUU-XXIII/2025 ini berlangsung di Gedung MK, Jakarta, Rabu (4/5/2025). 

Berlakunya pasal itu disebut para pemohon memicu fenomena pengunduran diri anggota legislatif atau calon anggota legislatif (caleg) terpilih yang baru saja dilantik untuk maju mengikuti kontestasi pilkada.

“Penegasian terhadap suara rakyat itu adalah hal yang inkonstitusional. Bahwa meskipun sudah sangat jelas namun ternyata ada celah yakni adanya pasal a quo yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan pengunduran diri bagi calon terlantik dan maju dalam kontestasi pilkada,” ujar Adam yang mengikuti sidang secara daring. 

Adam menjelaskan pertimbangan MK dalam Putusan Nomor 176/PUU-XXII/2024 atas pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) telah dirumuskan ihwal setelah caleg terpilih.

Maka mereka akan menjadi wakil rakyat yang tidak bisa dengan semena-mena diganti oleh partai politik maupun dengan pengunduran diri. 

Namun penafsiran MK tersebut tidak dapat diimplementasikan ketika Pasal 7 huruf s UU Pilkada masih berlaku. 

Menurut Adam pasal a quo membuka peluang bahkan bagi anggota legislatif yang baru saja dilantik untuk mundur dan mengikuti pilkada yang di mana itu menurutnya tidak selaras dengan Putusan MK Nomor 176/PUU-XXII/2024.

“Akibat masih dinormakannya pasal a quo tanpa pembatasan dan pemaknaan yang konkret ternyata membuat salah tafsir,” kata Adam.

Lebih lanjut, Adam menegaskan seharusnya terdapat mekanisme pembatasan.

Ia mencontohkan seperti misalnya seseorang yang menjabat sebagai anggota DPR, DPD, dan DPRD periode 2024-2029 tidak diperbolehkan mengikuti kontestasi pilkada masa jabatan 2024-2029. 

Sebab, pilkada tersebut memiliki periode jabatan yang sama dengan periode keanggotaan legislatif.

Dengan tetap dinormakannya pasal a quo tanpa pembatasan yang jelas, tegas Adam maka berpotensi mereduksi bahkan mendistorsi prinsip kedaulatan rakyat.

Sebab keanggotaan DPR, DPD, DPRD barangkali baru dijalankan dalam tempo yang singkat, sehingga belum dapat dikatakan menyampaikan mandat rakyat.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved