Hari Lahir Pancasila
Kumpulan Puisi untuk Rayakan Peringatan Hari Lahir Pancasila Tahun 2025
Simak kumpulan puisi untuk memperingati perayaan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2025, lengkap dengan sejarahnya berikut ini.
TRIBUNNEWS.COM - Simak kumpulan puisi untuk memperingati Hari Lahir Pancasila 2025.
Hari lahir Pancasila dirayakan setiap satu tahun sekali tiap tanggal 1 Juni.
Peringatan Hari Lahir Pancasila masuk dalam daftar hari libur nasional, karena merupakan momentum bersejarah bagi bangsa Indonesia.
Sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 di mana pemerintah menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila.
Umumnya Hari Lahir Pancasila diperingati dengan mengadakan upacara bendera.
Berikut Tribunnews rangkum kumpulan puisi spesial bertema Hari Lahir Pancasila 2025.
Baca juga: Teks Amanat Pembina Upacara Hari Lahir Pancasila 2025, Pidato Sambutan Kepala BPIP RI 1 Juni 2025
Kumpulan Puisi Peringatan Hari Lahir Pancasila 2025
1. Lahirnya Cahaya di Bulan Juni
Pada satu pagi di bulan Juni,
Di bumi pertiwi yang pernah terbelah luka,
Lahir sebuah janji dari lima sila,
Yang dititipkan pada jiwa-jiwa merdeka.
Bukan sekadar butir dalam teks,
Melainkan denyut nadi bangsa yang kompleks,
Persatuan dalam keberagaman,
Keadilan dalam perbedaan.
Pancasila bukan warisan beku,
Ia hidup di pasar, sekolah, dan jalan sempit,
Ia tumbuh di dada anak negeri,
Menggenggam merah putih, tak pernah letih.
2. Aku dan Lima Janjiku
Aku bukan sekadar pelajar, petani, atau pekerja,
Aku adalah penjaga lima cahaya,
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan, dan Keadilan.
Di setiap langkah, aku menakar sikap,
Apakah telah adil tindakanku hari ini?
Apakah aku manusiawi dalam berkata?
Apakah aku bersatu dalam perbedaan warna?
Hari ini bukan sekadar peringatan,
Tapi pengingat bahwa aku bagian dari janji besar:
Menjadi Indonesia yang sejati,
Dalam pikiran, tindakan, dan hati.
3. Suara dari Masa Lalu
Dari reruntuhan penjajahan,
Lahir suara yang tak ingin diam:
“Bangunlah bangsamu sendiri!”
Maka dari itu, kami merumuskan jati diri.
Lima sila, bukan sekadar narasi,
Mereka adalah napas dari revolusi,
Simbol perjuangan tanpa senjata,
Tapi dengan pena, jiwa, dan cita-cita.
Wahai generasi masa kini,
Dengarlah gema itu kembali,
Jangan biarkan ia hanya dikenang,
Tapi hidupkan dalam setiap perjuangan.
4. Pancasila di Ujung Pena
Bukan peluru yang menyatukan kita,
Tapi kata-kata dari mereka yang percaya,
Bahwa bangsa ini bisa bersatu,
Tanpa meniadakan satu pun suku.
Lima sila itu ditulis dengan harap,
Agar tak lagi ada penjajah yang merampas,
Agar rakyat bisa duduk sama rendah,
Berdiri sama tinggi, berbicara sama leluasa.
Hari Lahir Pancasila adalah awal cerita,
Tentang bangsa yang menulis takdirnya,
Dengan pena merah dan tinta putih,
Di atas kertas bernama Indonesia.
5. Sajak untuk 1 Juni
1 Juni, bukan sekadar tanggal,
Ia adalah puisi yang ditulis dalam sejarah,
Kala Bung Karno menyuarakan cita,
Lima dasar untuk kita semua.
Tak ada bangsa jika tak ada pijakan,
Tak ada negara tanpa kesepakatan,
Pancasila bukan dogma,
Ia arah agar kita tak tersesat di tengah benua.
Bangkitlah, anak bangsa,
Bukan hanya untuk mengenang,
Tapi untuk menjalankan,
Agar Pancasila tetap berdenyut,
Di setiap zaman.
Baca juga: 6 Puisi Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2025, Penuh Semangat dan Cocok Dibagikan di Media Sosial
6. Di Balik Merah Putih
Merah darahku, putih tulangku,
Tapi jantungku? Pancasila yang mengalir penuh,
Ia mengatur nadiku agar tak lupa,
Bahwa kita satu, walau berbeda rupa.
Lima sila itu bukan pajangan,
Tapi petunjuk untuk setiap tindakan,
Bekerja, bergaul, dan bernegara,
Dengan adab, cinta, dan kesadaran warga.
Hari ini aku mengingat,
Bahwa lahirnya Pancasila adalah mukjizat,
Di antara bara penjajahan dan letih kemerdekaan,
Kita temukan dasar untuk masa depan.
7. Pancasila di Tengah Jalan
Aku melihat Pancasila bukan di istana,
Tapi di pasar, di warung kopi, di trotoar kota,
Ia hadir saat orang tak saling curiga,
Saat perbedaan bukan jadi luka.
Persatuan bukan slogan,
Kemanusiaan bukan wacana,
Ia hidup saat kita saling menjaga,
Bukan saling menyakiti karena beda.
Maka hari lahir Pancasila,
Adalah hari lahir kita kembali,
Menjadi manusia Indonesia,
Dengan hati yang penuh empati.
8. Lima Pilar Negeri
Bayangkan negeri tanpa dasar,
Ia rapuh, mudah retak dan hancur,
Tapi kita punya lima pilar,
Yang menegakkan rumah Indonesia agar teguh.
Ketuhanan yang membimbing,
Kemanusiaan yang menyentuh,
Persatuan yang merangkul,
Kerakyatan yang mendengar,
Dan keadilan yang menjunjung martabat.
Lima sila itu bukan sekadar hafalan,
Tapi kompas moral peradaban,
Yang hari ini kita rayakan kelahirannya,
Dengan harapan, bukan hanya seremoni belaka.
9. Pancasila: Janji yang Belum Usai
Kita telah mengucap janji,
Sejak 1 Juni menjadi titik permulaan,
Tapi janji itu belum selesai,
Ia hidup, berproses, dan terus diuji.
Apakah kita sudah cukup adil?
Sudahkah kita menghargai beda iman?
Apakah suara rakyat sudah jadi pedoman?
Atau hanya jargon saat pemilihan?
Hari lahir Pancasila harus jadi refleksi,
Bukan nostalgia atau formalitas,
Tapi tekad baru untuk kembali,
Menjalani Indonesia dengan cinta dan integritas.
10. Seribu Warna, Satu Cahaya
Lihatlah wajah-wajah Indonesia:
Berbeda bahasa, budaya, hingga warna,
Tapi semua menyatu di bawah satu cahaya,
Cahaya yang lahir dari Pancasila.
Ia bukan untuk satu golongan,
Bukan milik mayoritas semata,
Tapi rumah bagi semua insan,
Yang ingin hidup bersama tanpa curiga.
Maka, setiap 1 Juni adalah pengingat,
Bahwa kita pernah memilih jalan bijak:
Mendirikan bangsa bukan di atas senjata,
Tapi di atas sila yang membawa cahaya.
Baca juga: Cek Tanggal Merah Juni 2025, Ada Libur Hari Lahir Pancasila hingga Idul Adha 1446 Hijriah
Sejarah Hari Lahir Pancasila
Sejarah lahirnya Pancasila berawal dari kekalahan Jepang pada Perang Pasifik, tahun 1945.
Menyadari kekalahan tersebut, Jepang berusaha menarik simpati rakyat Indonesia dengan menjanjikan kemerdekaan dan membentuk sebuah lembaga guna mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Dikutip dari museumpendidikannasional.upi.edu, pada Tanggal 29 April 1945, “Dokuritsu Junbi Cosakai” atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) resmi dibentuk.
BPUPKI menjalankan sidang pertamanya secara resmi pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945.
Pada sidang BPUPKI ini, sejumlah tokoh menyampaikan pidatonya terkait perumusan asas dasar negara.
Selanjutnya, pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mulai mengenalkan 5 sila, yang terdiri dari Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Momen ini menjadi momen pertama dimana Pancasila diperkenalkan.
BPUPKI kemudian membentuk Panitia Sembilan untuk merumuskan lebih rinci tentang rumusan Pancasila sebagai dasar negara.
Tokoh tokoh Panitia Sembilan itu adalah:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Mohammad Hatta
3. Mr. A. A. Maramis
4. Mr. Muhammad Yamin
5. Achmad Soebardjo
6. Abikoesno Tjokrosoejoso
7. Abdul Kahar Muzakkar
8. H. Agus Salim
9. K.H Abdul Wahid Hasyim.
Namun masih terjadi perdebatan, J Latuharhary menyampaikan keberatan terutama kewajiban melakukan syariat bagi pemeluk-pemeluknya.
Setelah melalui berbagai perdebatan pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), pada tanggal 18 Agustus 1945, Moh. Hatta membacakan rumusan akhir pembukaan UUD Negara. S
alah satunya perubahan kalimat pada dasar negara menjadi hanya “Negara berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa”.
Perubahan ini dianggap sebagai rumusan akhir dasar negara yang dikenal dengan nama Pancasila.
Pancasila dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia dalam sidang BPUPKI.
(Tribunnews.com/Oktavia WW)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.