SSGI 2024: Prevalensi Stunting Nasional Turun Menjadi 19,8 Persen
Target penurunan stunting pada 2025 adalah 18,8 persen, yang membutuhkan upaya lebih keras dan kolaborasi lebih erat.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melalui Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) umumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024.
Survei nasional yang menjadi rujukan utama dalam upaya percepatan penurunan stunting ini mencatat penurunan prevalensi stunting nasional, dari 21,5 persen pada 2023 menjadi 19,8 persen pada 2024.
“Target ini tidak mudah, tapi cukup menantang untuk dikejar. Dari angka 21,5 persen di 2023, kita harus turun ke 14,2 persen di 2029, artinya kita harus menurunkan sekitar 7,3 persen dalam lima tahun,” kata Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan resmi, Selasa (27/5/2025).
Baca juga: Hasil Survei Status Gizi Indonesia 2024: Angka Stunting Turun Jadi 19,8 Persen
Lebih lanjut ia juga mengapresiasi kerja keras lintas kementerian, lembaga, dan pemangku kepentingan yang telah mendukung capaian positif di tahun 2024.
“Target kita tahun lalu adalah 20,1 persen, dan alhamdulillah hasil survei menunjukkan 19,8 persen. Artinya, kita berhasil melampaui target sebesar 0,3 persen,” ungkapnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan masih besar.
Target penurunan stunting pada 2025 adalah 18,8 persen, yang membutuhkan upaya lebih keras dan kolaborasi lebih erat.
Terutama di enam provinsi dengan jumlah balita stunting terbesar, yaitu Jawa Barat (638.000 balita), Jawa Tengah (485.893 balita), Jawa Timur (430.780 balita), Sumatera Utara (316.456 balita), Nusa Tenggara Timur (214.143 balita), dan Banten (209.600 balita).
“Kalau enam provinsi ini bisa kita turunkan 10 persen, maka secara nasional kita bisa turun 4–5 persen. Karena 50 persen anak stunting ada di enam daerah ini,” tegas Menteri Budi.
Strategi penting lainnya adalah memastikan intervensi sejak masa pra-kelahiran, dengan fokus pada 11 intervensi spesifik di sektor kesehatan, khususnya untuk remaja putri dan ibu hamil.
“Stunting itu terjadi bukan setelah lahir, tapi bahkan sejak dalam kandungan. Maka intervensi kepada ibu hamil sangat penting. Jangan sampai ibu-ibu hamil kekurangan gizi atau anemia,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya program pengukuran lingkar lengan dan kadar hemoglobin (Hb) pada ibu hamil, distribusi tablet tambah darah, serta suplementasi mikronutrien.
Selain itu, program peningkatan mutu pengukuran di Posyandu juga terus diperkuat melalui distribusi 300.000 alat antropometri, didukung program ASI eksklusif, pemberian makanan tambahan (PMT), dan imunisasi.
Budi pun mengajak seluruh pihak menjaga momentum penurunan stunting.
“Yuk, jangan lupa, tahun ini target kita 18,8 persen,” pungkasnya.
Kiprah Rumah BUMN Berdayakan UMKM dan Tangani Stunting Dapat Apresiasi Pemkab Karawang |
![]() |
---|
Karies Gigi Jadi Ancaman Prestasi Anak Sekolah: 1.000 Siswa Ikut Edukasi Massal di Bandung Barat |
![]() |
---|
Program MBG Bisa Cegah Pelajar Jajan Sembarangan dan Konsumsi Makanan Ultra Proses |
![]() |
---|
Manfaatkan Teknologi Analisis Data, Industri Asuransi Sepakati Kerjasama dengan Kemenkes |
![]() |
---|
Upaya Pengentasan Stunting, Staf Khusus Wapres Dorong Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan Anak |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.