Masuk Kawasan Hutan, Aspekpir Minta Kebijaksanaan Pemerintah
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir), Setiyono menyoroti lahan perkebunan sawit yang dimasukkan dalam hutan.
Penulis:
Fahdi Fahlevi
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir), Setiyono menyoroti lahan perkebunan sawit yang dimasukkan dalam peta kawasan hutan.
Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diberikan negara, kata Setiyono, tidak diakui Kementerian Kehutanan.
Menurutnya, dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, jelas melindungi hak atas tanah.
"Artinya hak atas tanah ya sesuai UUPA kok diselesaikan aturan kehutanan, apalagi UUCK Pasal 110A dan 110B ya tentu tidak nyambung," kata Setiyono melalui keterangan tertulis, Senin (26/5/2025).
Dirinya mengungkapkan di Riau saja lebih 40.000 hektar lahan masyarakat eks program transmigrasi yang juga sudah menjadi kebun sawit menghadapi risiko tidak bisa dijadikan agunan untuk kredit bank.
Serta ada ketakutan disegel oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang bertugas memperbaiki tata kelola pertambangan, perkebunan, dan kegiatan lain di kawasan hutan.
Setiyono mengatakan hadirnya Satgas PKH pasca terbitnya Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Kawasan Hutan membuat petani dilanda kepanikan luar biasa.
"Kami panik sekali. Sudah 30 tahun bersertifikat, tiba-tiba ditunjuk sebagai kawasan hutan. Kami kaget, seperti kena jantungan," katanya.
Menurut Setiyono, lahan yang diklaim kawasan hutan berisiko tidak bisa diajukan untuk peremajaan sawit rakyat (PSR).
Selain itu, lahan tersebut juga tidak bisa dijaminkan ke lembaga keuangan.
“Kami berharap kebijaksanaan pemerintah. Perpres ini untuk menyelesaikan peta kawasan hutan yang selama ini tidak valid dan tidak pernah diukur dengan benar di lapangan bukan tambah bikin panik dan susah rakyat," katanya.
Melihat kondisi ini, Pakar Hukum Kehutanan dan Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia Jakarta, Dr. Sadino, SH, MH menegaskan, pentingnya perlindungan hak atas tanah dalam penetapan kawasan hutan.
Hak ini dalah hak yang telah dilekatkan atas tanah pada masyarakat seperti hak milik (HM), hak guna bangunan (HGB), hak guna usaha (HGU), dan hak-hak lainnya wajib dilindungi negara.
"Meskipun, jika itu masuk dalam penguasaan hutan, negara harus memperhatikan hak-hak tersebut. Negara tetap wajib melindungi, menghormati, dan memenuhi hak masyarakat yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional,” jelas Sadino.
Menurut Dr. Sadino, UU Kehutanan mendefinisikan hutan negara, dan kawasan hutan negara, disana jelas di luar hak atas tanah, maka jelas pengertiannya.
Kawasan hutan negara, katanya, tidak termasuk hak atas tanah.
Baca juga: Konservasi Hutan Mangrove Jadi Perhatian Utama Kerja Sama Perusahaan Energi Tiongkok-Indonesia
Menurutnya, negara harus memperhatikan hak atas tanah sebagai bentuk perlindungan hukum atas hak konstitusional warga negara.
Kasum TNI Letjen Richard Tampubolon: Penertiban Hutan Tidak Serampangan, Semua Tahapan Harus Terukur |
![]() |
---|
Transformasi Perkebunan: BPDP Dorong Hilirisasi Sawit, Kelapa, dan Kakao |
![]() |
---|
Mayat Tanpa Identitas Ditemukan di Hutan Mangrove Pantai Abudenok Malaka Barat |
![]() |
---|
AS Masih Memburu Penembak Charlie Kirk, Tersangka Lari ke Hutan |
![]() |
---|
Mangrove Bangkit: 15 Ribu Hektare Pesisir Siap Direstorasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.