Gelar Pahlawan Soeharto
4 Poin Penolakan Aktivis 98 terhadap Wacana Gelar Pahlawan Soeharto: Simbol Kekuasaan Represif
Aktivis 98 Mustar Bonaventura menegaskan bahwa para aktivis yang masih memiliki rasa kritis, pasti menolak wacana gelar pahlawan Soeharto.
Penulis:
Rizkianingtyas Tiarasari
Editor:
Tiara Shelavie
3. Simbol Kekuasaan Represif
Aktivis 98 dari UIN Syarif Hidayatullah Wanto Sugito menyebut, Soeharto adalah simbol kekuasaan represif dan pelanggar hak asasi manusia.
“Soeharto bukan pahlawan. Ia adalah simbol kekuasaan represif dan pelanggaran hak asasi manusia,” kata Wanto.
Sehingga, ia mendesak pentingnya edukasi mengenai sejarah kelam Orde Baru.
"Mendesak pemerintah untuk menjaga integritas proses pemberian gelar. Mengajak publik untuk terus mengedukasi generasi muda tentang sejarah kelam Orde Baru," seru Wanto.
Ia juga menjabarkan berbagai peristiwa kelam selama kekuasaan Soeharto, antara lain pembantaian massal pasca tahun 1965 yang menewaskan ratusan ribu jiwa.
Kemudian, tragedi Tanjung Priok tahun 1984 dan Talangsari tahun 1989, pembunuhan aktivis buruh Marsinah di tahun 1993, penggusuran paksa warga Kedung Ombo, penculikan dan penghilangan paksa aktivis 1997–1998.
Lalu penembakan mahasiswa dalam Peristiwa Trisakti dan Semanggi, terjadinya pembungkaman pers dan pelarangan partai oposisi, kasus Kudatuli pada 27 Juli 1996, operasi Petrus tahun 1982–1985 yang diduga menewaskan lebih dari 10.000 orang.
Wanto menyebut upaya pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto adalah bentuk penghinaan terhadap para korban dan pengkhianatan terhadap semangat reformasi.
"Sejarah tak boleh dibelokkan. Luka rakyat tak boleh dikubur diam-diam. Hanya satu kata, lawan!" katanya.
4. Menodai Perjuangan Reformasi
Lebih Lanjut, Mustar menegaskan bahwa para aktivis yang masih memiliki rasa kritis, pasti menolak wacana gelar pahlawan Soeharto.
Sebab, dia menilai, wacana ini bertolak belakang dari lahirnya reformasi yang penuh dengan korban dan menumpahkan banyak darah.
"Wacana atau ide akan dianugerahkan gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto, jelas kami bersepakat menolak. Kami keberatan dan ini adalah jauh dari nilai-nilai dari yang kita perjuangkan lahirnya dulu reformasi di tahun 98," kata Mustar.
Ia menjelaskan bahwa demokrasi yang dinikmati hari ini tidak lahir secara gratis, melainkan hasil kerja keras hingga berjatuhan korban.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.