Revisi KUHAP
RDPU dengan Komisi III DPR, Ikadin Bahas 20 Isu Terkait Penyusunan RUU KUHAP
Ikadin menyampaikan 130 usulan untuk penyusunan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) kepada Komisi III DPR RI.
Penulis:
Muhammad Zulfikar
Editor:
Hasiolan Eko P Gultom
RDPU dengan Komisi III DPR, Ikadin Bahas 20 Isu Terkait Penyusunan RUU KUHAP
Muhammad Zulfikar/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPP Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) menyampaikan 130 usulan untuk penyusunan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) kepada Komisi III DPR RI.
“Kami hanya mengulas 20 isu yang menurut kami menarik dan progresif sehingga diharapkan bisa menjadi pertimbangan,” kata Rivai Kusumanegara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Ikadin, Senin (19/5/2025).
Rivai didampingi jajaran pengurus teras Ikadin dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Ikadin dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin, (19/5/2025), memaparkan ke-20 isu tersebut, di antaranya soal upaya paksa terkait operasi tangkap tangan (OTT).
Misalnya dalam kasus narkotika sering kali terjadi OTT. KUHAP baru harus mengatur batas waktunya.
“Kami usulkan, OTT penangkapan lanjutan hanya dimungkinkan dalam waktu 24 jam. Di luar itu, mau tak mau harus menggunakan surat perintah penangkapan,” ujarnya.
Ikadin juga mengusulkan soal perlunya pengaturan penggunaan senjata api (senpi) dan poilce line. Untuk senpi, Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 10 Tahun 2009 bisa diadopsi ke dalam RUU ini karena substansinya sudah cukup bagus.
“Police line hanya digunakan untuk olah TKP, tapi praktiknya juga digunakan untuk membekukan sengketa tanah dan bangunan,” tuturnya.
Selanjutnya, pengaturan upaya paksa penyitaan dan penggeledahan, Ikadin mengusulkan agar izinnya dari Pengadilan Negeri yang membawahi wilayah hukum tempat atau objek yang digeledah atau disita.
“Berita acara penyitaan juga diberikan kepada RT/RW setempat sehingga ada recordnya,” kata Rivai yang juga menjadi Koordinator Tim Kajian RUU KUHAP DPP Ikadin ini.
Sedangkan untuk pemenuhan access to justice, Ikadin mengusulkan agar dalam surat panggilan polisi dicantumkan bahwa terperiksa berhak didampingi kuasa hukum atau advokat.
Pemeriksaan maksimal selama 8 jam dan diupayakan pada jam kerja. Ini agar yang diperiksa tidak kelelahan dan psikisnya tetap terjaga serta menghindari hal-hal di luar hukum, misalnya terjadinya kekerasan fisik.
Kemudian, soal perpanjangan penahanan tersangka atau terdakwa, kuasa hukum diberikan kewenangan untuk mengajukan keberatan. Ini dalam rangka check and balances.
“Ini menjadi bagian dari upaya hukum yang bisa diajukan. Jangan hanya bersifat administratif seperti selama ini,” ujarnya.
Dalam check and balances, Ikadin mengusulkan agar advokat yang menangani suatu perkara dilibatkan dalam gelar perkara yang dilakukan penyidik.
Usulan selanjutnya, agar benda sitaan barang bukti perkara pidana, misalnya kendaraan secara otimatis dipinjampakaikan kepada korban dengan ketentuan tidak dialihkan ke pihak lain dan siap dihadirkan jika diperlukan. Ini seperti konsep fidusia.
“Korban bisa menunggu sidang, tapi tetap bisa menggunakan misal motor atau mobilnya yang disita. Pinjam pakai otomatis ini salah satu solusi terbaik,” tuturnya.
Sedangkan demi transparansi proses hukum, Ikadin mengusulkan agar saksi, korban atau ahli mendapat salinan BAP-nya selepas diperiksa. Kemudian, Berita Acara Sidang bisa diberikan kepada para pihak seperti di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Ini untuk menutup potensi mengubah-ubah keterangan saksi atau ahli,” ujar dia.
Demi kepastian hukum dan keadilan, penyidikan dibatasi maksimal 2 tahun. Ini supaya tersangka dapat kepastian hukum. Jangan sampai seumur hidup menyandang status tersangka.
Untuk penguatan profesi advokat, Ikadin mengusulkan agar advokat diberikan kewenangan mendapat bantuan profesional, misalnya laboratorium forensik tidak hanya melayani permintaan penyidik saja.
“Hak imunitas advokat juga kami mohonkan agar bisa dimasukkan dalam RUU KUHAP,” tuturnya.
Selanjutnya, Ikadin mengusulkan perlindungan privasi. Penyidik dilarang membuka benda pribadi, misal handphone dan laptop sepanjang belum ditemukannya bukti awal tindak pidana.
Sedangkan untuk melindungi kaum disabilitas yang berhadapan dengan hukum, Ikadin menyampaikan, mereka dapat didampingi pihak keluarga atau perawat.
Komisi III DPR mengapresiasi usulan-usullan dari Ikadin yang penuh terobosan untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan yang selama ini belum diatur dalam KUHP.
“Menarik juga check and balances-nya itu bukan antara state institution dengan state institution, tapi dengan civil, dengan advokat,” kata Habiburokhman, Ketua Komisi III DPR menanggapi salah satu poin usulan Ikadin.
Adapun Tim Kajian RUU KUHP dari DPP Ikadin yang juga hadir dalam RDPU ini, yakni Waketum Sapriyanto Refa serta Wasekjen I Made Agus Rediyudana, Riri Purbasari Dewi, dan Ika Rachmawati. Wabendum Rielen Pattiasina dan Anitha D.J. Puspokusumo, Ketua Bidang Advokasi Publik Erdi Sutanto dan anggotanya Wahyu Nandang Hermawan.
Revisi KUHAP
Habiburokhman Tak akan Kecewa Jika RKUHAP Gagal Disahkan: Di Politik Itu Bukan Soal Baper-baperan |
---|
Ketua Komisi III DPR Nilai Tarik Menarik Kepentingan Aparat Penegak Hukum dalam RKUHAP Hal Wajar |
---|
Habiburokhman Bantah Pernyataan KPK yang Sebut Penyelidik dalam RUU KUHAP Hanya Berasal dari Polri |
---|
Komisi III DPR Bakal Undang KPK, Habiburokhman Tegaskan RUU KUHAP Tak Lemahkan Pemberantasan Korupsi |
---|
Demo Tolak RUU KUHAP, Koalisi Sipil: Paradigmanya Masih Otoriter |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.