Minggu, 5 Oktober 2025

Operasi Berantas Preman

ISESS Kritisi Pemberantasan Premanisme Belum Sentuh Preman Modern yang Terorganisasi: Lebih Bahaya

Pengamat Kepolisian dari ISESS Bambang Rukminto mengkritisi pemberantasan aksi premanisme yang digalakkan pemerintah baru-baru ini.

Editor: Adi Suhendi
Humas Polda Riau/
BERANTAS PREMAN - Tersangka premanisme ditunjukan saat rilis di Polda Riau, Kamis (15/5/2025). Pengamat Kepolisian dari ISESS Bambang Rukminto sebut preman modern yang terorganisasi lebih berbahaya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto mengkritisi pemberantasan aksi premanisme yang digalakkan pemerintah baru-baru ini.

Bambang sejatinya mendukung aksi yang dilakukan pemerintah.

Namun, sayangnya penyidikan baru sampai di level preman tradisional.

"Pemberantasan preman yang dilakukan aparat negara saat ini hanya menyasar preman-preman tradisional, di jalanan, pasar dan sebagainya," kata Bambang saat dihubungi Tribunnews.com, Sabtu (17/5/2025).

"Tetapi belum menyentuh preman-preman modern yang sudah terorganisasi dengan berbagai bentuk, bisa organisasi profesi, organisasi pemuda bahkan organisasi pengusaha seperti yang terjadi di Banten ketika Kadin Banten meminta jatah proyek PSN," sambungnya.

Baca juga: Tukang Parkir Minimarket Ngaku Minta Upah Sukarela, Tapi Khawatir Ditangkap Operasi Premanisme

Padahal, kata Bambang, pemerintah seharusnya melakukan pemberantasan premanisme apalagi berkedok organisasi masyarakat (ormas) harus dengan total dan komprehensif.  

"Sama-sama meresahkan, tetapi yang lebih berbahaya daripada preman tradisional adalah preman berbaju organisasi, karena hal itu menunjukkan ketidakmampuan negara mengendalikan sebuah kelompok yang sudah diakui negara secara legal formal," tuturnya.

Baca juga: Tak Pandang Bulu Sikat Premanisme, Kapolri: Tidak Lihat Kelompok, Kalau Meresahkan Kita Tindak Tegas

Di sisi lain, dia mendesak langkah pemerintah dan aparat penegak hukum soal keterlibatan ormas dalam kegiatan pengamanan hingga seragam yang bermotif menyerupai militer yang sejatinya dilarang.

Dengan cara itu, ia berharap bisa menghapus efek psikologis masyarakat yang selama ini sudah takut jika harus berhadapan dengan Ormas.

"Kalau terkait politik, tentu harus ada political will dari pemerintah untuk membuat peraturan yang kuat agar premanisme yang sudah terorganisir dalam bentuk ormas bisa dikendalikan, bahkan dibubarkan bila sudah meresahkan masyarakat," ucapnya.

"Misalnya dengan membuat larangan agar ormas tak menggunakan baju seragam dengan motif camo (camouflage) ala militer, tetapi seragam yang bernuansa budaya sipil, batik, atau yang lain," imbuhnya.

Bambang juga mendesak agar ada larangan bagi ormas berkegiatan di bidang keamanan.

Lebih lanjut, Bambang menyebut diperlukan pendekatan secara komprehensif dari berbagai sektor mulai dari sosial, ekonomi, hingga politik untuk mengatasi premanisme

"Karena secara sosial, premanisme terjadi karena alasan sosial ekonomi, bahkan politik karena diciptakan oleh kekuasaan. Bila alasan sosial ekonomi, solusinya tentu juga terkait sosial ekonomi, pemberian lapangan kerja formal bagi pelaku," jelasnya.

Atensi Presiden

Presiden RI Prabowo Subianto memberikan atensi atas maraknya aksi premanisme yang dibungkus dengan atribut organisasi masyarakat.

Juru Bicara Presiden Mensesneg Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa Prabowo telah menginstruksikan aparat penegak hukum untuk mengambil langkah-langkah konkret, termasuk koordinasi langsung dengan Jaksa Agung dan Kapolri.

“Terus terang kita juga merasakan keresahan karena seharusnya tidak boleh aksi-aksi premanisme-premanisme yang apalagi dibungkus dengan organisasi-organisasi tertentu, mengatasnamakan organisasi masyarakat, tetapi justru tidak menciptakan iklim usaha yang kondusif,” kata Prasetyo di Istana Negara, Jumat (9/5/2025).

“Jadi Pak Presiden, pemerintah, betul-betul resah. Dan beberapa hari yang lalu beliau berkoordinasi dengan Jaksa Agung, berkoordinasi dengan Pak Kapolri, untuk mencari jalan keluar terhadap pembinaan terhadap teman-teman ormas, supaya tidak mengganggu iklim perusahaan dan mengganggu keamanan serta ketertiban masyarakat,” lanjutnya.

Menurutnya, saat ini belum diputuskan apakah pembentukan satuan tugas (Satgas) khusus akan menjadi solusi. 

Namun, fungsi penindakan sudah berjalan melalui kanal-kanal yang ada.

“Tanpa dibentuk pun, tidak segala sesuatu harus diselesaikan dengan menunggu terbentuknya tim. Fungsi-fungsi itu sudah bisa berjalan normal. Melalui teman-teman kepolisian bisa, pembinaan di Kemendagri juga bisa, apalagi kalau sudah masuk ke tindak kriminal, ya polisi bisa langsung menangani,” jelasnya.

“Jadi ya sudah berjalan, tidak perlu menunggu adanya Satgas atau tim khusus itu.”

Prasetyo menegaskan bahwa pemerintah tak akan ragu menindak ormas yang terbukti melanggar hukum.

“Kalau memang ditemukan tindak pidana, ya sanksi. Apalagi kalau tingkat tindak pidananya sudah tidak bisa ditoleransi,” tegas dia.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved