Sabtu, 4 Oktober 2025

Kelompok Bersenjata di Papua

Komnas HAM: Para Guru Korban Serangan OPM di Yahukimo Bukan Aparat Intelijen

Komnas HAM memastikan para guru korban penyerangan TPNPB-OPM pada 21 Maret sampai 25 Maret 2025 lalu di Yahukimo adalah warga sipil

|
Penulis: Gita Irawan
Tribunnews.com/Gita
PENJELASAN KOMNAS HAM - Komisioner Komnas HAM RI Uli Parulian Sihombing usai konferensi pers di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Jumat (16/5/2025). Uli mengungkapkan hasil temuan investigasi Komnas HAM RI terkait penyerangan TPNPB-OPM kepada sejumlah guru dan nakes pada 21 Maret sampai 25 Maret 2025 lalu di Yahukimo yang memakan korban. (Gita Irawan/Tribunnews.com) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memastikan para guru korban penyerangan TPNPB-OPM pada 21 Maret sampai 25 Maret 2025 lalu di Yahukimo adalah warga sipil dan bukan intelijen aparat sebagaimana yang dituduhkan pihak TPNPB-OPM beberapa waktu lalu.

Komisioner Komnas HAM RI Uli Parulian Sihombing menjelaskan pihaknya memberikan perhatian serius terhadap situasi HAM di Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan.

Situasi tersebut, kata dia, disebabkan eskalasi kekerasan dan konflik bersenjata yang meningkat. 

Untuk itu, lanjut dia, Komnas HAM melakukan pemantauan lapangan pada 27 April sampai 2 Mei 2025 di Kabupaten Yahukimo. 

Kegiatan pemantauan, kata dia, meliputi permintaan keterangan dari berbagai pihak terkait guna memperoleh informasi yang akurat dan menyeluruh. 

Berdasarkan rangkaian kegiatan pemantauan tersebut, Komnas HAM mencatat sejumlah temuan.

Pertama, penyerangan terhadap para guru dan tenaga kesehatan di Distrik Anggruk dilakukan oleh anggota Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) Wilayah Yahukimo.

Kedua, para guru dan tenaga kesehatan dituduh sebagai agen intelijen Pemerintah Indonesia.

Ketiga, para korban mendapatkan perlakuan kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan oleh KSB.

"Keempat, para guru dan tenaga kesehatan yang bertugas di Distrik Anggruk dan distrik lainnya di Kabupaten Yahukimo murni warga sipil," kata Uli saat konferensi pers di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Jumat (16/5/2025).

Kelima, adanya keterbatasan infrastruktur penegakan hukum..

Keenam, pasca peristiwa, akses pelayanan pendidikan dan kesehatan di 33 distrik lainnya di Kabupaten Yahukimo terhenti.

"Ketujuh, para guru dan tenaga kesehatan yang ditugaskan di 33 distrik di Kabupaten Yahukimo direkrut dan dipekerjakan dengan mekanisme outsourcing," ungkap dia.

"Kedelapan, ditemukan praktik ketidakadilan dalam pengelolaan tenaga guru dan tenaga kesehatan oleh pihak Yayasan Serafim Care," sambungnya.

Atas temuan tersebut, pihaknya menyampaikan sejumlah rekomendasi.

Kepada Pimpinan TPNPB - OPM, Komnas HAM meminta agar berhenti melakukan intimidasi dan kekerasan dalam bentuk apapun yang ditujukan secara langsung dan terorganisir kepada masyarakat sipil.

"Kedua, tidak melakukan kekerasan terhadap guru dan tenaga kesehatan yang sedang bertugas di seluruh wilayah Papua sesuai dengan ketentuan Hukum Humaniter Internasional serta instrumen hukum dan HAM lainnya," kata Uli.

"Ketiga, menghormati instrumen-instrumen serta prinsip-prinsip HAM dengan mengutamakan pendekatan dialog kemanusiaan dan dialog damai untuk memperjuangkan aspirasi politiknya," sambung dia.

Kepada, Panglima TNI, Komnas HAM meminta untuk menyampaikan secara terbuka bahwa guru dan tenaga kesehatan di Kabupaten Yahukimo adalah masyarakat sipil yang netral dan tidak memiliki afiliasi dengan militer, guna mencegah kesalahpahaman yang dapat membahayakan para guru dan tenaga Kesehatan.

Kedua, meminta Panglima TNI agar memperhatikan setiap kebijakan dan komunikasi yang berkaitan dengan penanganan Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) senantiasa mengedepankan prinsip perlindungan terhadap masyarakat sipil guna menghindari dampak negatif di lapangan.

Kepada, Kepala Kepolisian RI, Komnas HAM meminta agae kepolisian melakukan asistensi terkait proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Polres Yahukimo agar terciptanya proses penegakan hukum yang transparan dan profesional serta menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam peristiwa - peristiwa penyerangan di Distrik Seradala dan Distrik Anggruk.

Ketiga, agar kepolisian memberikan jaminan keamanan kepada Masyarakat dengan mendirikan Polsek-Polsek di distrik khususnya yang masuk dalam rawan keamanan dan melakukan pendekatan sosial dan budaya kepada masyarakat.

Kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia, Komnas HAM RI, meminta agar menteri menjamin seluruh Guru Yayasan Serafim Care yang telah mengabdi di distrik-distrik pedalaman Kabupaten Yahukimo terdata dalam sistem Data Pokok Pendidik (Dapodik).

Kedua, membantu untuk menyalurkan Guru Yayasan Serafim Care agar dapat mengajar di sekolah lain apabila di antaranya memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan pelaksanaan kontrak dengan Yayasan Serafim Care karena khawatir atas keamanan dan keselamatannya apabila tetap mengabdi di distrik-distrik terpencil pada Kabupaten Yahukimo.

"Ketiga, memastikan terpenuhinya penikmatan hak atas pendidikan, utamanya bagi masyarakat di distrik-distrik terpencil pada Kabupaten Yahukimo dengan strategi melalui pendekatan sosial-budaya masyarakat, salah satunya dengan mendirikan sekolah berbasis asrama untuk menampung anak-anak yang tumbuh dalam daerah konflik," ujar Uli.

Kepada, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Komnas HAM meminta untuk membantu untuk menyalurkan Tenaga Kesehatan Yayasan Serafim Care agar dapat mengabdi di fasilitas kesehatan lainnya apabila di antaranya memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan pelaksanaan kontrak dengan Yayasan Serafim Care karena khawatir atas keamanan dan keselamatannya bila tetap mengabdi di distrik-distrik terpencil di Kabupaten Yahukimo.

Kedua, memastikan terpenuhinya penikmatan hak atas kesehatan, utamanya bagi masyarakat di distrik-distrik terpencil pada Kabupaten Yahukimo dengan strategi melalui pendekatan sosial-budaya masyarakat setempat dan berkoordinasi secara aktif dengan pemerintah daerah serta aparat keamanan setempat.

Kepada Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Komnas HAM RI meminta untuk melakukan pengawasan secara menyeluruh terhadap proses hubungan ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Yayasan Serafim Care terhadap guru dan tenaga kesehatan yang bekerja di Kabupaten Yahukimo.

"Kedua, melakukan proses penegakan hukum dengan memberikan sanksi tegas dan pembinaan terhadap Yayasan Serafim Care apabila terbukti melakukan praktik pelanggaran hubungan industrial di antaranya: penahanan ijazah atau uang titipan, tidak memberikan fasilitas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, serta tidak memberikan Tunjangan Hari Raya (THR)," ucap Uli.

Kepada, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Komnas HAM RI meminta agar memberikan perlindungan terhadap saksi korban yang berprofesi sebagai guru dan tenaga kesehatan pada peristiwa penyerangan di Distrik Anggruk pada 21 dan 22 Maret 2025.

Kedua, melakukan pemulihan psikis terhadap saksi korban, termasuk bantuan rehabilitasi psikologis dan psikososial guna meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual korban agar dapat pulih seperti sedia kala.

Kepada Gubernur Provinsi Papua Pegunungan, Komnas HAM RI meminta untuk memastikan terpenuhinya penikmatan hak atas pendidikan, utamanya bagi masyarakat di distrik-distrik terpencil pada Kabupaten Yahukimo dengan strategi melalui pendekatan sosial-budaya masyarakat, salah satunya dengan mendirikan sekolah berbasis asrama untuk menampung anak-anak yang tumbuh dalam daerah konflik.

Kepada Bupati Yahukimo, Komnas HAM RI meminta untuk memfasilitasi dengan mengutamakan dan memberikan kemudahan bagi guru dan tenaga kesehatan dari Yayasan Serafim Care untuk mengikuti seleksi ASN atau PPPK di lingkungan Pemerintah Kab. Yahukimo sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Kedua, mendorong agar melakukan perekrutan guru dan tenaga kesehatan melalui mekanisme seleksi ASN sesuai peraturan perundang-undangan, serta secara perlahan-lahan mengurangi guru dan tenaga kesehatan melalui mekanisme outsourcing.

Ketiga, memberikan perhatian kepada para guru dan tenaga kesehatan berupa jaminan perlindungan dan insentif agar dapat menjalankan tugas kedinasannya terutama di daerah terpencil.

Keempat, memberikan pengawasan dan pembinaan terhadap guru dan tenaga kesehatan ASN di Lingkungan Kabupaten Yahukimo yang terbukti melakukan tindakan indisipliiner ataupun meninggalkan tugas.

Kelima, melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap Program Yahukimo Cerdas dan Yahukimo Sehat, utamanya terkait pemenuhan hak atas rasa aman bagi guru dan tenaga kesehatan yang bertugas di distrik-distrik terluar dengan melibatkan Komnas HAM sebagai pemantau.

"Keenam, melakukan pendekatan secara sosial-budaya terhadap tokoh adat dan pihak gereja terkait penempatan guru dan tenaga kesehatan kedepannya secara lebih aktif dengan tetap melakukan koordinasi secara proaktif dengan aparat keamanan, khususnya Polres Yahukimo dan Polda Papua untuk langkah - langkah antisipatif dan mitigasi terkait potensi gangguan keamanan kedepannya," ujar dia.

"Komnas HAM menekankan pentingnya penghormatan terhadap hak hidup dan hak atas aman yang harus dijamin oleh Negara dan semua pihak. Serta penghormatan dan pemenuhan hak atas kesejahteraan bagi para guru, tenaga kesehatan dan para pekerja yang berada di Papua khususnya di wilayah rawan konflik," pungkasnya.

Diberitakan Tribun-Papua.com sebelumnya, dalam peristiwa tersebut TPNPB-OPM membakar gedung sekolah SD YPK Anggruk dan merusak rumah guru serta puskesmas di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, pada Jumat (21/3/2025), sekitar pukul 23.00 WIT.

Akibatnya, seorang guru bernama Rosalina (30) meninggal dunia.

Sementara itu, tiga orang lainnya mengalami luka berat.

Mereka adalah Vidi, Cosmas, dan Tari.

Sedangkan tiga orang lainnya mengalami luka ringan.

Mereka adalah Vanti, Paskalia, dan Irmawati.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved