Senin, 6 Oktober 2025

Hari Raya Waisak

Hari Raya Waisak 2025: Sejarah, Makna, Tema dan Cara Merayakannya

Inilah sejarah, makna, tema dan cara memperingati Hari Raya Waisak 2025, berasal dari dua bahasa yaitu Vaisakha (Sansekerta) dan Vesakha (Pali).

Surya/Purwanto
HARI RAYA WAISAK - Pemuka agama Buddha membawa lilin pada rangkaian perayaan Tri Suci Waisak 2568 Buddhis Era (BE)/2024 di Vihara Dhammadipa Arama Kota Batu Malang, Jawa Timur, Kamis (23/5/2024). Inilah sejarah, makna, tema dan cara memperingati Hari Raya Waisak 2025, berasal dari dua bahasa yaitu Vaisakha (Sansekerta) dan Vesakha (Pali). 

Tekad dan semangat Buddha Gautama ditunjukkan pada saat beliau terlahir sebagai Petapa Sumedha, pada masa kehidupan Buddha Dipankara. 

Petapa Sumedha bertekad untuk menjadi Buddha pada masa selanjutnya. 

Ketika waktunya telah tiba, Siddharta Gautama terlahir di bumi untuk terakhir kalinya demi menyempurnakan parami. 

Setelah Penerangan Sempurna terealisasikan, Buddha mendedikasikan hidupnya untuk menyebarkan dhamma dan membentuk Sangha. 

Saat menjelang wafat, beliau berpesan, ”Oh para Bhikkhu, segala sesuatu tidak kekal adanya, berjuanglah dengan kewaspadaan (Maha Parinibbana Sutta). 

Kisah hidup Buddha Gautama mengajarkan kita perlunya perjuangan.

Umat Buddha yang menyambut Waisak dengan penuh kesadaran dan meneladani sifat-sifat luhur Buddha mampu memaknai arti Waisak yang sesungguhnya. 

Penghormatan atau puja tertinggi pada Buddha adalah dengan melaksanakan Dhamma dalam berbagai segi kehidupan, baik kehidupan sehari-hari, beragama, berbangsa dan bernegara.

Baca juga: 130 Caption Hari Waisak dalam Bahasa Inggris dan Indonesia untuk Media Sosial

Tema Hari Raya Waisak 2025

Dilansir laman resmi Ditjen Bimas Buddha Kementerian Agama (Kemenag) RI, telah ditentukan tema peringatan hari Raya Tri Suci Waisak 2569 BE/2025.

Hari Raya Waisak 2025 mengusung tema “Tingkatkan Pengendalian Diri dan Kebijaksanaan Mewujudkan Perdamaian Dunia”.

Melalui tema tersebut, pemerintah mengajak setiap individu untuk merenungkan kembali ajaran luhur Sang Buddha, khususnya dalam hal pengendalian diri sebagai landasan untuk menciptakan kedamaian batin. 

Seperti diketahui, di tengah berbagai tantangan dan konflik dalam kehidupan, penting untuk mampu mengendalikan pikiran, perkataan, dan perilaku.

Pengendalian ini berperan besar dalam menciptakan dan memelihara keharmonisan, baik secara pribadi maupun dalam interaksi sosial.

Kemudian, subtema yang diusung, yakni “Bersatu Mewujudkan Damai Waisak untuk Kebahagiaan Semua Makhluk”.

Ini mengandung makna spiritual dan sosial yang mendalam, yang selaras dengan ajaran Buddha tentang cinta kasih, kebijaksanaan, dan welas asih.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved