Senin, 29 September 2025

Ketua KPK Sebut Direksi dan Komisaris BUMN Tetap Penyelenggara Negara, Wajib Lapor LHKPN

Ketua KPK Setyo Budiyanto sebut Anggota direksi/dewan komisaris/dewan pengawas BUMN tetap berkewajiban menyetorkan LHKPN ke KPK

Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
LAPOR LHKPN - Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024). Ketua KPK Setyo Budiyanto sebut Anggota direksi/dewan komisaris/dewan pengawas BUMN tetap berkewajiban menyetorkan LHKPN ke KPK 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengatakan anggota direksi/dewan komisaris/dewan pengawas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tetap berkewajiban menyetorkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK.

Sebab berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), KPK menganggap anggota direksi/dewan komisaris/dewan pengawas BUMN tetap merupakan penyelenggara negara.

"Sebagai penyelenggara negara, maka direksi/komisaris/pengawas BUMN tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan LHKPN dan penerimaan gratifikasi," kata Setyo dalam keterangan tertulis, Kamis (8/5/2025).

UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menjadi polemik, sebab dalam substansinya menyebutkan bahwa direksi dan komisaris bukan lagi sebagai penyelenggara negara.

Aturan itu tersemat dalam Pasal 9G UU BUMN yang menyatakan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan Penyelenggara Negara.

Menurut Setyo, ketentuan tersebut kontradiktif dengan ruang lingkup penyelenggara negara yang diatur dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 7 beserta penjelasannya dalam UU
Nomor 28 Tahun 1999.

Ia mengatakan keberadaan UU Nomor 28 Tahun 1999 merupakan hukum administrasi khusus berkenaan dengan pengaturan penyelenggara negara, yang memang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN.

Baca juga: Feri Amsari: Isi UU BUMN Bertolak Belakang dengan Ide Prabowo Buru Koruptor Sampai Antartika

Selain itu, KPK turut menyoroti tentang Pasal 4B UU Nomor 1 tahun 2025 berkenaan dengan Kerugian BUMN bukan Kerugian Keuangan Negara, serta Pasal 4 ayat (5) berkenaan dengan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.

Menurut komisi antikorupsi, kerugian BUMN merupakan kerugian negara.

Hal itu merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 48/PUU-XI/2013 dan Nomor 62/PUU-XI/2013 yang kemudian dikuatkan Putusan MK Nomor 59/PUU-XVI/2018 dan Nomor 26/PUU-XIX/ 2021.

Setyo mengatakan, hal tersebut menjadi acuan dan telah menjadi akhir dari polemik kekayaan negara yang dipisahkan.

"Telah diputuskan oleh majelis hakim MK bahwa konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN yang merupakan derivasi penguasaan negara," katanya.

"Sehingga segala pengaturan di bawah UUD tidak boleh menyimpang dari tafsir konstitusi MK," ujar Setyo menambahkan.

Dengan demikian, KPK menyimpulkan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana kepada direksi/komisaris/pengawas BUMN.

Hal tersebut dapat dilakukan sepanjang kerugian keuangan negara yang terjadi di BUMN diakibatkan adanya perbuatan melawan hukum/penyalahgunaan wewenang/penyimpangan atas prinsip Business Judgment Rule (BJR) vide Pasal 3Y dan 9F UU Nomor 1 Tahun 2025.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan