13 Wamen Prabowo Jabat Komisaris dan Petinggi BUMN, MK Diminta Pertegas Larangan Rangkap Jabatan
Permohonan ini diajukan oleh Juhaidy Rizaldy Roringkon, Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES).
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan untuk Perkara Nomor 21/PUU-XXIII/2025 mengenai pengujian materiil Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) pada Senin (5/5/2025) di Ruang Sidang MK Jakarta.
Permohonan ini diajukan oleh Juhaidy Rizaldy Roringkon, Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES).
Dalam sidang yang beragenda pemeriksaan perbaikan permohonan tersebut, pemohon menegaskan kembali kedudukannya sebagai warga negara yang kerap mencari keadilan melalui MK.
Juhaidy menjelaskan bahwa keberadaan norma dalam UU Kementerian Negara yang tidak mengatur soal jabatan wakil menteri menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.
Hal ini menurutnya bertentangan dengan Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang secara tegas melarang rangkap jabatan wakil menteri.
Namun larangan tersebut tidak diimplementasikan oleh pemerintah maupun pihak-pihak terkait.
“Pertimbangan hukum MK Nomor 80 Tahun 2019 yang telah secara tegas melarang rangkap jabatan wakil menteri tetapi hal ini tidak dilaksanakan oleh Pemerintah dan semua pihak yang berkepentingan. Bahwa ketidakpastian hukum dan ketidakadilan ini terjadi karena tidak diamarkannya larangan rangkap jabatan wakil menteri tetapi hal ini tidak dilaksanakan oleh pemerintah dan seluruh pihak yang berkepentingan," ujar Juhaidy dalam persidangan.
Sebelumnya, Juhaidy Rizaldy Roringkon (selaku pemohon) menguji konstitusionalitas Pasal 23 UU Kementerian Negara yang berbunyi, “Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.
Menurut pemohon, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 Ayat 3, Pasal 17, Pasal 27 Ayat (1), dan Pasal 28D Ayat (3) UUD NRI 1945.
Pemohon merasa dirugikan karena tidak adanya larangan bagi wakil menteri untuk merangkap jabatan.
Hal ini menyebabkan praktik rangkap jabatan kian dipandang sebagai hal lumrah dalam penyelenggaraan pemerintah kekinian.
Rangkap jabatan sendiri merupakan kondisi dimana seseorang menempati lebih dari satu jabatan pada waktu yang bersamaan, baik bidang yang sama maupun berbeda.
Kondisi rangkap jabatan ini, menurut Pemohon, berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Meskipun hal ini bukan merupakan suatu tindak pidana, namun konflik kepentingan dalam bentuk rangkap jabatan menghadirkan kerentanan-kerentanan tersendiri apabila tidak diregulasi secara ketat.
Misalnya, kekhawatiran mengenai integritas pengambilan keputusan atau proteksi kepentingan dari publik serta pemegang saham untuk konteks privat.
Pemohon dalam naskah permohonannya pun mengutip Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019, yang dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah sebenarnya telah melarang wakil menteri rangkap jabatan pada perusahaan negara atau swasta.
Alasannya, posisi wakil menteri adalah sama dengan menteri yang diangkat oleh Presiden sehingga harus juga tunduk pada Pasal 23 huruf b UU Kementerian Negara.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon meminta MK menyatakan frasa “Menteri” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23 Kementerian Negara bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Menteri dan Wakil Menteri”.
Sehingga Pasal 23 UU Kementerian Negara menjadi berbunyi: “Menteri dan Wakil Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.
Sejatinya, Wakil Menteri itu hadir karena dianggap oeh Presiden pada Kementerian tertentu beban kerjanya berat dan butuh penanganan khusus, hal itu diamini dalam Putusan MK 79 Tahun 2011, yang telah memperjelas kedudukan Wakil Menteri dalam tafsiran UUD NRI 1945.
Diketahui, 13 Wamen yang merangkap komisaris maupun petinggi BUMN yaitu :
1. Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan merangkap Wakil Komisaris Utama PLN
2. Dony Oskaria, Wakil Menteri BUMN merangkap Wakil Komisaris Utama Pertamina Dony Oskaria juga ditunjuk sebagai Chief Operating Officer (COO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BP Danantara.
3. Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri BUMN merangkap Komisaris Utama BRI
4. Diana Kusumastuti, Wakil Menteri Pekerjaan Umum merangkap Komisaris Utama PT Brantas Abipraya
5. Suntana Wakil Menteri Perhubungan merangkap Wakil Komisaris Utama Pelindo (PT Pelabuhan Indonesia)
6. Didit Herdiawan Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan merangkap Komisaris Utama PT PAL
7. Aminuddin Ma’ruf Wakil Menteri BUMN merangkap Komisaris PLN
8. Yuliot Wakil Menteri ESDM merangkap Komisaris Bank Mandiri
9. Helvi Yuni Moraza Wakil Menteri UMKM merangkap Komisaris BRI
10. Fahri Hamzah Wakil Menteri Perumahan Rakyat merangkap Komisaris BTN
11. Silmy Karim Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan merangkap Komisaris Telkom Indonesia
12. Dante Saksono Harbuwono Wakil Menteri Kesehatan merangkap Komisaris PT Pertamina Bina Medika IHC (IHC)
13. Sudaryono Wakil Menteri Pertanian merangkap Kepala Dewan Pengawas Bulog
Komjen Fadil Imran Rangkap 3 Jabatan Sekaligus: Polri, MIND ID, dan PBSI—Efektifkah? |
![]() |
---|
Profil 3 Kader PSI di Kabinet Merah Putih, Ada yang Rangkap Jabatan Jadi Komisaris |
![]() |
---|
Terbaru Taufik Hidayat hingga Stella Christie, Total 30 Wamen Rangkap Jabatan Jadi Komisaris BUMN |
![]() |
---|
26 Wamen Rangkap Jabatan Komisaris BUMN, Pengamat: Rakyat Resah, PHK Marak tapi Elite Panen Kursi |
![]() |
---|
Rekam Jejak Yovie Widianto dan Giring Ganesha, Musisi Jadi Komisaris BUMN |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.