Sabtu, 4 Oktober 2025

Wacana Pergantian Wapres

Menakar Tuntutan Purnawirawan TNI Terhadap Gibran, Lebih Bernuansa Politis daripada Yuridis?

Mantan Ketua Komisi III DPR RI itu mengaku heran dengan kegaduhan politik yang akhir-akhir ini terjadi di ruang publik. 

Penulis: Chaerul Umam
Tribunnews.com/ Taufik Ismail
TUNTUTAN PURNAWIRAWAN - Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Jenderal Purnawirawan Wiranto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (24/4/2025). Ia merespons tuntutan sejumlah purnawirawan TNI yang minta Wapres diganti. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat hukum dan politik Pieter C Zulkifli, menilai seruan sekelompok purnawirawan TNI untuk melengserkan Gibran Rakabuming Raka dari posisi Wakil Presiden RI, merupakan drama politik yang tak perlu dilakukan. 

Bahkan tudingan adanya pelanggaran administratif yang menjadi alasan mereka mendesak pemecatan terasa lebih politis ketimbang yuridis.

"Di saat negeri ini membutuhkan ketenangan dan arah yang jelas, justru mereka yang harusnya jadi sosok panutan memilih menabuh genderang kegaduhan," kata Pieter Zulkifli kepada Tribunnews, Sabtu (26/4/2025).

Mantan Ketua Komisi III DPR RI itu mengaku heran dengan kegaduhan politik yang akhir-akhir ini terjadi di ruang publik. 

Alih-alih membawa pencerahan tapi justru menebalkan kabut perpecahan.

Apalagi, kata dia, sekelompok purnawirawan TNI yang seyogianya menjadi contoh ketenangan dan kebijaksanaan malah turut serta dalam pusaran hiruk-pikuk dengan melayangkan tuntutan pemecatan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.

"Dalih yang digunakan pun tampak dipaksakan, pelanggaran administratif dalam proses pencalonan," ujar dia.

Pieter mengatakan, publik tidak bisa menutup mata terhadap pentingnya etika dan hukum dalam kontestasi politik. 

Namun, saat sebuah gugatan kehilangan proporsinya bahkan terkesan mengada-ada, maka yang muncul bukanlah keadilan, melainkan kegaduhan.

"Kita justru patut bertanya, untuk siapa sebenarnya tuntutan ini diajukan?" ucap dia.

Sejumlah purnawirawan yang tergabung dalam Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyampaikan tuntutan terbuka kepada Prabowo Subianto selaku Presiden terpilih. 

Dalam pernyataan tersebut, mereka mendesak agar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengambil langkah mengganti Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka dengan dalih proses pencalonannya melanggar hukum.

Menariknya, penandatangan tuntutan itu bukan figur sembarangan.

Di antara mereka terdapat nama mantan Wakil Presiden keenam RI Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, serta sejumlah tokoh militer berpengaruh seperti:

Mantan Menteri Agama Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi,

Mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto,

Mantan Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto,

hingga mantan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan. 

Forum ini mengklaim mewakili ratusan purnawirawan, mulai dari jenderal bintang empat hingga kolonel.

"Namun justru di situlah tantangannya. Ketika tokoh-tokoh yang pernah menduduki posisi strategis dalam pertahanan negara ikut mendorong narasi penggantian wapres yang telah dipilih melalui mekanisme konstitusional, publik akan bertanya, apakah ini murni kegelisahan moral, atau ada arus bawah tanah politik yang sedang bergerak?" kata dia.

Pieter mengatakan TNI sebagai institusi sejatinya telah menetapkan garis tegas, yaitu netral dalam politik praktis. 

Maka ketika para purnawirawan yang notabene masih memiliki jejaring kuat dalam tubuh militer bersikap seolah menjadi oposisi formal terhadap hasil pemilu.

"Publik bisa menilai ini bukan hanya soal hukum, tapi juga manuver politik. Dan celakanya, manuver semacam ini hanya menambah runyam suhu demokrasi yang sedang rapuh," katanya.

Yang lebih disayangkan, gugatan terhadap Gibran tidak hanya menyasar pribadi, tetapi juga menyeret keabsahan proses pemilu secara keseluruhan. 

Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) lembaga tertinggi dalam urusan sengketa pemilu telah memutus perkara ini.

"Meskipun kita bisa memperdebatkan kualitas moral atau etik suatu keputusan, namun dalam tatanan negara hukum, putusan MK adalah final dan mengikat," katanya.

Pieter Zulkifli mengamini demokrasi memang tidak menjamin hasil yang memuaskan semua pihak. Tapi demokrasi menuntut kedewasaan menerima hasilnya, sekalipun pahit.

"Apabila setiap ketidakpuasan direspons dengan seruan pemecatan atau delegitimasi, maka kita sedang menggali lubang bagi kehancuran sistem itu sendiri," kata dia.

Dia menilai saat ini bangsa justru lebih membutuhkan suasana tenang untuk memulai transisi pemerintahan dengan baik. 

Fokus utama mestinya bukan pada tarik-menarik kursi kekuasaan, tapi bagaimana pemerintahan baru bisa menjawab tantangan ekonomi, ketimpangan sosial, dan situasi geopolitik yang kian mencekam. 

"Kritik tetap penting. Bahkan harus. Namun, kritik yang membangun bukan yang menyeret institusi ke tengah badai, apalagi menggiring publik pada ilusi bahwa semua hasil demokrasi bisa dibatalkan hanya karena tidak sesuai dengan harapan sebagian pihak," pungkasnya.

Tuntutan Forum Purnawirawan TNI

Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyampaikan surat terbuka berisi delapan sikap yang disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto. 

Pernyataan sikap tersebut ditandatangani 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. 

Adapun delapan sikap forum tersebut yakni : 

1. Kembali ke UUD 1945 asli sebagai Tata Hukum Politik dan Tata Tertib Pemerintahan.

2. Mendukung Program Kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali untuk kelanjutan pembangunan IKN.

3. Menghentikan PSN PIK 2, PSN Rempang dan kasus-kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.

4. Menghentikan tenaga kerja asing Cina yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja Cina ke Negara asalnya.

5. Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3.

6. Melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

7. Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.

8. Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Respons Presiden Prabowo Subianto

Presiden Prabowo Subianto menghormati pandangan forum purnawirawan prajurit TNI yang menyampaikan delapan usulan kepadanya.

Salah satunya mengganti Wakil Presiden melalui mekanisme MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Hal itu disampaikan oleh Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Jenderal Purnawirawan Wiranto dalam konferensi pers usai bertemu Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (24/4/2025). 

"Memang saran itu disampaikan oleh Forum para Purnawirawan TNI, para jenderal, para kolonel, ya ditandatangani, disampaikan secara terbuka, betul kan? Terbuka, secara meluas, ya. Nah disini tentunya presiden memang menghormati dan memahami pikiran-pikiran itu," kata Wiranto.

Presiden kata Wiranto memahami pandangan tersebut karena merupakan mantan Prajurit. Presiden memiliki sikap moral yang sama dengan prajurit.

"Karena kita tahu beliau dan para purnawirawan satu almamater, satu perjuangan, satu pengabdian, dan tentu punya sikap moral yang sama, ya dengan jiwa saptamarga, ya, dan sumpah prajurit itu. Oleh karena itu, beliau memahami itu," katanya.

Meskipun demikian, Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala pemerintahan tidak bisa langsung merespon usulan atau tuntutan tersebut.

Presiden kata Wiranto mesti mempelajari satu persatu isi usulan tersebut.

"Dipelajari satu per satu, karena itu masalah-masalah yang tidak ringan, masalah yang sangat fundamental," katanya.

Selain itu kata Wiranto, meskipun sebagai Presiden, Prabowo memiliki kekuasaan yang tidak terbatas, namun sistem pemerintahan Indonesia menganut distribusi kekuasaan atau trias politik yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Oleh karena itu Presiden tidak akan merespon usulan yang menjadi wilayah lembaga lain.

"Artinya kekuasaan beliau, kekuasaannya terbatas juga. Dalam negara yang menganut trias politika, ada pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif, tidak bisa saling mencampuri di situ. Maka usulan-usulan yang ya bukan bidangnya presiden, bukan domain presiden, tentu ya presiden tidak akan ya menjawab atau merespon itu," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved