Senin, 6 Oktober 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Muncul 'Perintah Ibu' dalam Sidang Hasto, Penyuapan di Kasus Harun Masiku Atas Arahan Megawati?

Kuasa hukum PDIP meminta agar tidak ada framing bahwa perintah penyuapan di kasus Harun Masiku seolah-olah berasal dari pimpinan PDIP.

|
Fahmi Ramadhan/Tribunnews.com
KASUS HASTO: Wawancara Tim Hukum Hasto Kristiyanto di sela-sela sidang kasus suap dan perintangan penyidikan PAW anggota DPR RI Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/4/2025).Kuasa hukum PDIP meminta agar tidak ada framing bahwa perintah penyuapan di kasus Harun Masiku seolah-olah berasal dari pimpinan PDIP. 

TRIBUNNEWS.COM - Pada sidang perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku dengan terdakwa Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, muncul kesaksian yang menyebut soal “perintah ibu” hingga "garansi saya" dalam kasus suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024.

Hal itu diungkapkan oleh mantan Komisioner Bawaslu Agustiani Tio Fridelina saat hadir sebagai saksi dalam sidang Hasto, Kamis (24/4/2025).

Dalam kesaksiannya, Tio menjelaskan bahwa hal tersebut ia ketahui berdasarkan keterangan dari mantan kader PDIP, Saeful Bahri, yang sempat berkomunikasi dengannya mengenai PAW Harun Masiku.

Lantas, apakah pernyataan soal adanya "perintah ibu" tersebut mengartikan bahwa penyuapan di kasus Harun Masiku atas arahan dari pimpinan PDIP?

Mengenai hal ini, Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy, menegaskan bahwa Saiful memang suka mencatut nama.

"Apa yang tadi kami tanyakan di bagian terakhir persidangan kepada Saudara Tio, bahwa terbukti Saudara Saeful dalam hal ini menggunakan nama Sekjen PDIP, mencatut nama-nama pimpinan partai," kata Ronny kepada wartawan di sela-sela persidangan, Kamis (24/4/2025).

"Dan itulah yang kita sebut mencatut nama. Mencatut nama. Sering mencatut-mencatut nama," katanya.

Ronny pun meminta agar tidak ada framing bahwa perintah untuk penyuapan di kasus Harun Masiku tersebut seolah-olah berasal dari pimpinan PDIP.

Sehingga, dia menegaskan bahwa tidak ada perintah yang disampaikan oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dan Hasto selaku Sekjen, terkait pengurusan PAW Harun Masiku tersebut.

"Bukan (perintah Megawati). Jadi, inilah sebenarnya fakta yang sudah terungkap, bahwa tidak ada perintah dari pimpinan partai maupun dari Sekjen PDIP Perjuangan Mas Hasto Kristiyanto terkait dengan uang dan terkait dengan dugaan uang operasional terhadap Wahyu Setiawan," ucap Ronny.

Selain itu, Ronny juga membahas soal pengurusan PAW Harun Masiku yang dinilainya telah dijalankan berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).

Baca juga: Kuasa Hukum Hasto Sebut Uang Suap PAW DPR RI Bersumber dari Harun Masiku

Putusan MA tersebut, kata dia, soal judicial review PDIP terhadap Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara. 

Saat itu, judicial review dikabulkan sebagian oleh MA.

"Jadi, menurut saya janganlah kita framing-framing bahwa seolah-olah ini sudah terkait dengan pimpinan-pimpinan partai. Ini adalah perintah dari partai."

"Secara organisasi, ya, karena menjalankan putusan dari Mahkamah Agung, itu clear," ujarnya.

Kesaksian Tio Fridelina

Dalam sidang tersebut, awalnya Tio menjelaskan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait komunikasinya dengan Saeful Bahri.

Tio mengatakan bahwa Saeful menjelaskan proses kepengurusan PAW Harun Masiku telah dipantau.

"Anda tahu yang meminta proses komunikasinya dari Saiful itu adalah terdakwa (Hasto)?," tanya Jaksa.

"Kalau secara langsung tidak begitu bahasanya. (Tapi) ini dipantau loh, bahasanya seperti itu, kata Saiful, ada di chatingan kalau gak salah," kata Tio.

Setelah itu, Jaksa pun membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) soal percakapan Tio dengan Saeful Bahri pada 6 Januari 2020 silam, ketika eks kader PDIP itu terjerat dalam kasus Harun Masiku.

Dalam percakapan itu, Saeful disebutkan mengatakan pada Tio bahwa Hasto sempat menghubungi dan meminta agar pesan darinya disampaikan kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

"Saudara Saeful mengatakan 'tadi mas Hasto telpon lagi, bilang ke Wahyu ini garansinya saya, ini perintah dari Ibu, jadi bagaimana caranya ini harus terjadi'. Benar saudara Saeful mengatakan seperti itu?," tanya Jaksa.

"Iya, kan ada rekamannya," jawab Tio membenarkan.

Mendengar jawaban Tio, Jaksa pun coba mengkonfirmasi ulang keterangan Tio dalam BAP tersebut, terutama soal Hasto yang bersedia menggaransi PAW Harun Masiku.

"Jadi di situ Saeful mengatakan bahwa ini garansinya adalah terdakwa Pak Hasto begitu?," tanya Jaksa memastikan.

"Iya, Saeful yang berkata seperti itu," jelas Tio.

Selanjutnya, Jaksa kembali membeberkan percakapan Tio kali ini dengan Wahyu Setiawan yang tertuang dalam BAP tanggal 8 Januari 2020.

Dalam percakapan itu, terungkap bahwa Tio menyatakan jika Hasto turut andil dalam proses PAW Harun Masiku.

Tak hanya itu, dalam BAP-nya tersebut, Tio menduga bahwa keterlibatan Hasto dalam PAW Harun atas dasar permintaan 'ibu'.

Hanya saja, di sana, tak dibeberkan secara rinci siapa sosok ibu yang dimaksud dalam BAP Tio itu.

"Saya berkata kayaknya memang Sekjen ikut dalam ini, mungkin ibu minta. Maksudnya adalah saya berpendapat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ikut dalam persoalan pergantian dalam penetapan caleg Harun Masiku ini?," ucap Jaksa membacakan BAP Tio.

"Iya sebelumnya kan sudah ada instruksi dari Saeful karena dimintanya begitu," ungkap Tio.

Seperti diketahui, Hasto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan PAW anggota DPR RI, Harun Masiku.

Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaan yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

(Tribunnews.com/Rifqah/Fahmi Ramadhan) 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved