Kamis, 2 Oktober 2025

Dampak Kemasan Polos, KADIN Ingatkan Potensi Maraknya Rokok Ilegal

Saleh Husin menegaskan bahwa produsen rokok ilegal berpotensi memanfaatkan kebijakan kemasan polos untuk memperluas peredaran produknya di pasar. 

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
dok. Bea Cukai
ROKOK ILEGAL - Bea Cukai Lampung melakukan penindakan terhadap truk bermuatan rokok ilegal di Jalan Tol Trans Sumatera KM.87 pada 26 Juli 2022. Pada hari yang sama, Tim Intelijen dan Penindakan Bea Cukai Malang menemukan adanya pengiriman Barang Kena Cukai Hasil Tembakau (BKCHT) jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dengan merk Siaga Mild, Sendang Biru dan Cengkeh 99 Mild tanpa dilekati pita cukai sebanyak 4 koli dengan total barang sekitar 620 bungkus di Kecamatan Blimbing, Kota Malang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Perindustrian, Saleh Husin menegaskan bahwa produsen rokok ilegal berpotensi memanfaatkan kebijakan kemasan polos untuk memperluas peredaran produknya di pasar. 

Desain kemasan yang seragam membuat produk ilegal semakin sulit dibedakan dari produk legal. 

Di sisi lain, konsumen juga akan kesulitan mengenali ciri khas produk yang biasa mereka pilih, sehingga membuka ruang yang lebih lebar bagi produk tiruan beredar tanpa terdeteksi.

"Produsen rokok ilegal dapat dengan mudah menjual produk mereka di pasaran dan mengancam eksistensi produsen rokok legal," ujar Saleh melalui keterangan tertulis, Jumat (25/4/2025).

"Padahal Industri tembakau di Indonesia merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam pendapatan cukai negara. Pada tahun 2024, IHT telah menyumbang Rp 216,9 triliun melalui cukai hasil tembakau (CHT)," tambah Saleh.

Lebih jauh, Saleh mengingatkan bahwa persoalan ini tidak berhenti hanya pada pengawasan produk semata, namun juga akan memicu dampak lanjutan dalam peta persaingan pasar. 

Produk rokok ilegal, yang dijual tanpa beban cukai dan pajak, jelas memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk legal. 

Dalam situasi tren peralihan konsumen ke produk berharga lebih rendah (downtrading) yang makin kuat, kondisi ini bisa mempercepat pergeseran pangsa pasar ke produk ilegal. 

Menurut Saleh, segmen industri kecil sangat mengandalkan identitas merek dan kemasan sebagai kekuatan diferensiasi. 

"Situasi ini berpotensi mematikan keberlangsungan bisnis mereka, karena mereka tidak memiliki kapasitas modal seperti pelaku besar untuk bertahan," jelas Saleh.

Kondisi ini juga diperkuat oleh temuan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) yang mencatat, Indonesia berisiko kehilangan pendapatan negara lebih dari Rp300 triliun jika kebijakan kemasan polos tetap diterapkan. 

Baca juga: Kemasan Polos Ancam Industri Rokok Elektronik, Kadin Jakarta: Kemenkes Perlu Kaji Ulang

Tak hanya itu, potensi kebocoran fiskal akibat lemahnya pengawasan juga diperkirakan akan menggerus penerimaan perpajakan hingga Rp106,6 triliun. 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved