Pemain Sirkus dan Kehidupannya
Teka-teki Panti Asuhan Tempat Hadi Manansang Ambil Anak-anak, Tony Sumampau: Komnas HAM Menelusuri
Pihak OCI Taman Safari Indonesia mengatakan beberapa pemain sirkus berasal dari panti asuhan di Kalijodo, Jakarta Utara.
TRIBUNNEWS.com - Sejumlah pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) diketahui berasal dari panti asuhan di Kalijodo, Jakarta Utara.
Pendiri OCI yang juga Komisaris Taman Safari Indonesia (TSI), Tony Sumampau, mengatakan beberapa pemain OCI memang telah diasuh keluarganya sejak anak-anak.
Anak-anak itu diambil orang tua Tony, Hadi Manansang, dari panti asuhan di Kalijodo, sejak bayi.
"Orang tua itu suka menampung anak, jadi dari bayi, entah anaknya siapa itu. Ternyata, waktu saya tanya ini anak dari mana, katanya anak dari panti asuhan."
"'Panti asuhannya di mana?', 'Di daerah dekat Kalijodo'. 'Kenapa diambil?, 'Saya suka sumbang uang untuk panti asuhan'," ungkap Tony di hadapan awak media, Kamis (17/4/2025).
Tony menjelaskan, anak-anak itu dibesarkan oleh keluarganya hingga berusia 6-7 tahun, dan kemudian dilatih untuk menjadi pemain sirkus.
Baca juga: Mengenal Kalijodo, Tempat Hadi Manansang Pendiri Taman Safari Ambil Anak-anak, lalu Diajak Masuk OCI
"Jadi dari bayi dibesarkan, usia 6-7 tahun baru dibawa ke sirkus untuk mulai dilatih," jelas Tony, dilansir Kompas.com.
Saat disinggung mengenai panti asuhan tempat orang tuanya mengambil anak-anak, Tony menyinggung soal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Ia mengatakan, pada 1997, Komnas HAM melakukan investigasi dan diketahui lebih pasti asal panti asuhan beberapa anak tersebut.
"Waktu itu tim dari Komnas HAM yang menelusuri, dan ternyata panti asuhannya memang ada di sekitar Kalijodo," ungkap dia.
Sementara itu, berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, Jumat (18/4/2025), hanya ada satu panti asuhan di Kalijodo.
Panti asuhan itu adalah Panti Asuhan Hati Bangsa yang berlokasi di Jalan Jembatan Dua Raya, Gang Pilin 1 Nomor 5 O, RT 002, RW 002, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Namun, seorang pengurus Panti Asuhan Hati Bangsa, Lina, menegaskan pihaknya tak memberlakukan sistem adopsi.
"Kalau di sini memang enggak bisa adopsi begitu sih," ungkap Lina, Jumat (18/4/2025).
Hal senada juga disampaikan Kepala Panti Asuhan Hati Bangsa, Mikas.
Mikas mengungkapkan panti asuhan yang dipimpinnya berdiri sejak 2016.
Sejak didirikan, kata Mikas, panti asuhan tidak ada sistem adopsi, terlebih untuk dijadikan pemain sirkus.
"Kita sejak 2016 pertama buka. Enggak ada yang kayak gitu-gitu sih (adopsi sirkus OCI). Kita enggak ada program adopsi," tegas dia, Jumat.
Mikas lantas menjelaskan, sistem adopsi tidak boleh dilakukan oleh lembaga yang sudah terlegalisasi sebagai panti asuhan.
Sebab, seharusnya, panti asuhan memiliki visi dan misi untuk membangun masa depan.
Baca juga: Berawal dari Ngamen, Hadi Manansang dan 3 Anaknya Dirikan Sirkus OCI, lalu Taman Safari Indonesia
Mikas mengatakan Panti Asuhan Hati Bangsa didirikan berdasarkan rekomendasi dari majelis-majelis gereja untuk menyelamatkan anak-anak yang terlantar.
Saat ini, Panti Asuhan Hati Bangsa mengasuh 36 anak usia 10-20 tahun yang berasal dari luar Jakarta, seperti Nias dan Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Para anak yang diasuh merupakan anak-anak terlantar imbas kondisi yatim-piatu ataupun broken-home (keluarga tidak utuh).
Anak-anak di Panti Asuhan Hati Bangsa menjalani pendidikan di beberapa sekolah di kawasan sekitar panti asuhan.
Dua dari 36 anak yang diasuh, kini sedang menjalani pendidikan kuliah di Universitas Trisakti dan Universitas Esa Unggul.
Komnas HAM Ungkap Dugaan Pelanggaran oleh OCI di Tahun 1999
Di tengah isu dugaan eksploitasi oleh pihak OCI terhadap pemain sirkusnya, Komnas HAM mengatakan pihaknya pernah mengungkap proses penyidikan atas udgaan pelanggaran di OCI.
Penyidikan itu dilakukan pada 1997 atas dugaan pelanggaran HAM terhadap anak-anak yang menjadi pemain sirkus.
Tetapi, saat itu, penyidikan kemudian dihentikan oleh Polri pada 1999.
"Komnas HAM mendapatkan informasi bahwa Direktorat Reserse Umum Polri menghentikan penyidikan tindak pidana menghilangkan asal-usul dan perbuatan tidak menyenangkan," ungkap Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing, Jumat.
Penghentian penyidikan tersebut tertuang dalam Surat Ketetapan Nomor Pol. G.Tap/140-J/VI/1999/Serse Um tertanggal 22 Juni 1999.
Kasus ini berkaitan dengan laporan polisi nomor LP/60/V/1997/Satgas tertanggal 6 Juni 1997 terhadap FM dan VS, yang sebelumnya disangkakan melanggar Pasal 277 dan 335 KUHP.
Lebih lanjut, Uli menjelaskan, Komnas HAM kala itu menemukan ada dugaan pelanggaran HAM.
Dugaan itu meliputi empat bentuk pelanggaran, yaitu hak anak untuk mengetahui asal-usul dan identitasnya, kebebasan dari ekploitasi ekonomi, hak atas pendidikan umum yang layak, serta hak atas perlindungan keamanan dan jaminan sosial.
Namun, meski sudah berjalan puluhan tahun, kasus dugaan eksploitasi di OCI ini belum diselesaikan secara tuntas.

Karena itu, Komnas HAM memberikan dua rekomendasi.
Pertama, Komnas HAM meminta agar kasus ini diselesaikan secara hukum atas tuntutan kompensasi untuk para mantan pemain OCI.
Kedua, Komnas HAM meminta agar asal-usul para pemain sirkus OCI segera dijernihkan.
"Hal ini sangat penting untuk mengetahui asal-usul, identitas, dan hubungan kekeluargaannya," pungkas Uli.
Pihak OCI Bantah Tudingan Eksploitasi
Diketahui, OCI Taman Safari Indonesia tengah diterpa isu dugaan eksploitasi.
Hal ini terungkap setelah mantan pemain OCI melakukan audiensi dengan Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, baru-baru ini.
Mereka mengaku mengalami kekerasan dan penganiayaan selama menjadi pemain sirkus OCI.
Terkait hal itu, pendiri OCI yang juga Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, membantah tudingan tersebut.
Menurut Tony, pernyataan-pernyataan yang dibuat itu hanya untuk membuat sensasi.
"Kalau benar disetrum, mau pakai setrum apa? Kalau setrum rumah itu nempel, enggak bisa lepas. Orang yang (nyetrum) juga bisa kena. Ini kan cuma sensasi aja," kata Tony dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Terkait tudingan lainnya, termasuk dugaan pemerasan yang menyebut ada permintaan dana sebesar lebih dari Rp3,1 miliar, Tony menyebut pihaknya masih mengamati aktor utama di balik tuduhan tersebut.
Tony mengatakan, pihaknya masih terus mengamati untuk mengetahui siapa dalang di balik tuduhan itu.
Ia memastikan tidak akan memperpanjang urusan dengan mantan pemain sirkus yang mengaku dianiaya.
"Dari awal kami tidak merespons karena ingin tahu siapa pemain utamanya. Anak-anak itu hanya diperalat."
"Tapi yang di belakang mereka, itu yang harus kami tindak secara hukum," tegas Tony.
Ia menambahkan, sebagian bukti telah dikumpulkan dan langkah hukum sedang dipersiapkan.
Tetapi, ujar Tony, pihaknya juga berhati-hati agar tidak merugikan pihak-pihak yang tidak bersalah, terutama mantan anak didik yang disebut Tony masih dianggap sebagai keluarga sendiri.
"Saya enggak pernah mau bicara untuk membela. Bukti-buktinya sudah ada sebagian," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Ibriza Fasti/Mario Christian, Kompas.com/Kiki Safitri)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.