Kamis, 2 Oktober 2025

Setelah Gibran, Anies Baswedan Ikut Bicara Bonus Demografi: Ini Bukan Hadiah, tapi Ujian

Setelah disinggung Wapres RI Gibran, Anies Baswedan ikut menyampaikan pandangannya tentang bonus demografi yang akan didapatkan Indonesia.

Penulis: Rakli Almughni
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
BICARA BONUS DEMOGRAFI - Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 Anies Baswedan saat menghadiri sidang dakwaan terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan Thomas Trikasih Lembong di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/3/2025). Setelah sempat disinggung Wapres RI Gibran Rakabuming Raka, kini Anies Baswedan ikut menyampaikan pandangannya tentang bonus demografi. 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menyampaikan pandangannya tentang bonus demografi yang akan didapatkan oleh Indonesia.

Anies Baswedan mendiskusikan hal tersebut melalui akun X pribadi miliknya, @aniesbaswedan, pada Senin (21/4/2025).

Anies berujar, Indonesia memang sedang memasuki fase langka, yakni bonus demografi.

Menurut dia, ada tantangan besar di balik janji statistik dari bonus demografi.

"Utas ini bukan hendak menyiram air pada bara optimisme. Sebaliknya, ini adalah pengingat. Bahwa hanya bangsa yang menyadari ujian-ujian besarnya, yang akan mampu menata masa depannya. Janji kemerdekaan hanya bisa ditepati jika kita tahu jalan mana yang harus diluruskan," tulisnya, dikutip Tribunnews, Senin.

"Sering kita anggap bonus demografi sebagai berkah otomatis. Seolah hadirnya usia produktif berarti kesejahteraan akan datang dengan sendirinya. Tapi usia produktif tak selalu berarti produktivitas. Yang terlihat adalah angka, yang tersembunyi adalah kelelahan kolektif," lanjutnya.

Mantan calon presiden RI itu mengatakan, saat ini anak muda hidup dalam tekanan berlapis, harus sukses cepat, menopang keluarga, mengatasi ketidakpastian kerja, dan membangun masa depan di tengah ruang hidup yang makin mahal.

"Anak muda disebut penopang kemajuan, tapi siapa yang menopang mereka? Di balik label produktif, tumbuh fenomena senyap tekanan psikis, gangguan mental, dan rasa hampa. Dunia kerja menuntut kecepatan, tapi lupa menyediakan ruang untuk bernapas," ujarnya.

Dengan melihat hal tersebut, Anies menilai, hal ini bukanlah sebuah bonus, melainkan beban.

"Lalu, di antara generasi ini dan sebelumnya, tumbuh jurang aspirasi. Yang muda bicara kolaborasi, keterbukaan, dan lompatan. Yang tua bicara kehati-hatian dan stabilitas."

"Tapi ruang pengambil keputusan masih didominasi kultur lama yang lamban, eksklusif, dan hierarkis.Ketika ide-ide segar dan aspirasi terhenti di meja birokrasi, bukan hanya gagasan yang mati, tapi juga semangat untuk percaya," terangnya.

Baca juga: Monolog Gibran Bahas Bonus Demografi dan Film Jumbo Peroleh Dislike 27 Ribu, Like Hanya 2.400

Bonus ini, lanjut Anies, bisa berubah menjadi jurang yang memisahkan cara pandang. Jika tak dijembatani, lanjut dia, maka sinisme terhadap institusi bisa muncul.

Menurut Anies, ada kenyataan tersembunyi yang lebih pahit di balik narasi 'anak muda pekerja keras.'

Kata dia, para anak muda itu bertahan hidup, bukan bertumbuh, dan mereka sibuk, tetapi juga tak selalu sejahtera.

Anies berpandangan, jika sistem tetap diam, maka yang muncul adalah generasi pekerja yang kelelahan dalam senyap.

"Lalu, kita harus bertanya apakah setiap anak muda benar-benar punya kesempatan yang sama? Dunia makin digital, tapi tak semua bisa terhubung. Ada yang belajar coding dan AI, ada yang masih bertarung dengan sinyal putus-putus dan gawai yang dipakai bergantian."

"Waktu pun tak bisa diajak menunggu. Bonus demografi ada batas berlakunya. Dalam dua dekade ke depan, Indonesia akan menjadi negara dengan populasi menua. Yang muda hari ini, akan menjadi tua yang harus ditopang nanti. Bebannya akan bergeser, dan itu harus disiapkan," tulisanya.

Jika suatu saat hal itu tiba, Anies menyebut, pertanyaannya bukan lagi soal banyaknya tenaga kerja, tetapi tentang siapa yang akan membiayai pensiun, layanan kesehatan, dan keberlangsungan fiskal.

"Maka bonus demografi bukan hadiah, tapi ujian yang menantang kita untuk menyiapkan manusia dan tidak sekadar mengagungkan angka. Ujian yang mendesak kita menegakkan keadilan, bukan sekadar mengada-adakan pertumbuhan. Dan seperti janji kemerdekaan, ini pun harus dilunasi," tegasnya.

Untuk menghadapi ujian bonus demografi tersebut, Anies menyampaikan ada 3 hal yang dapat dilakukan.

"Pertama, pendidikan selalu jadi kunci. Bukan sekadar soal kurikulum, tapi tentang keberdayaan. Pendidikan harus membekali anak muda dengan literasi, kreativitas, kecakapan yang relevan, pikiran kritis, serta keberanian untuk ambil peran."

"Kedua, membangun sistem ekonomi yang memberi ruang bagi yang kecil dan baru merintis. Akses terhadap kredit, pelatihan, dan pasar tak boleh jadi kemewahan, tapi hak. Yang mau bekerja, harus diberi landasan untuk naik kelas. Yang sedang berjuang, harus dibantu bertumbuh," bebernya.

Lalu, ketiga, yakni memberi ruang bagi partisipasi anak muda dalam pengambilan keputusan. Musabab, mereka bukan sekadar pewaris masa depan, tetapi juga penentu hari ini.

"Akhirnya, mari kita terus merawat optimisme. Jangan menutup mata pada tantangan, tapi teruskan membuka hati pada harapan. Bonus demografi bukan soal siapa yang muda dan siapa yang tua, tapi soal kebulatan tekad untuk bersama menyalaterangkan masa depan."

"Sekali lagi, bonus demografi bukan sekadar urusan angka, tapi soal arah dan keberanian memilih jalan. Masa depan tidak akan menunggu, tapi hanya berpihak pada mereka yang bersiap. Dan jika sistem memberi ruang, generasi muda hari inilah yang akan memenangkan Indonesia," pungkasnya.

Baca juga: Peneliti BRIN Berikan Penilaiannya pada Monolog Wapres Gibran Tentang Bonus Demografi

Gibran bicara bonus demografi

Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) RI, Gibran Rakabuming Raka, terlebih dahulu berbicara perihal bonus demografi yang akan didapatkan Indonesia pada 2030 hingga 2045.

Gibran mengajak anak muda Indonesia untuk tidak menyia-nyiakan momen berharga tersebut.

Menurut mantan wali kota Surakarta tersebut, pada momen itu jumlah usia produktif di Tanah Air mencapai lebih dari separuh total penduduk Indonesia.

"Indonesia akan mendapatkan puncak bonus demografi di tahun 2030 sampai tahun 2045. Sebuah kondisi yang terjadi hanya satu kali dalam sejarah peradaban sebuah bangsa," kata Gibran, dikutip dari kanal YouTube pribadinya, Minggu (20/4/2025).

"Kesempatan ini tidak akan terulang, dimana sekitar 208 juta penduduk kita akan berada di usia produktif," imbuhnya.

Gibran menjelaskan, penduduk usia produktif di suatu negara lebih besar, sehingga memiliki pengaruh yang signifikan dalam menentukan arah kemajuan.

"Ini adalah kesempatan emas untuk mengelola bonus demografi, agar tidak menjadi sekadar bonus," kata dia.

Gibran berkata, bonus demografi bisa menjadi jawaban untuk masa depan Indonesia.

Ia lantas memberikan contoh beberapa anak muda Indonesia yang sudah mulai menjadi jawaban dari tantangan yang ada.

Pertama, film animasi Indonesia yang berjudul Jumbo, karya rumah produksi Visinema Pictures ternyata sudah ditonton oleh empat juta penonton.

Kedua, Timnas U-17 Indonesia akhirnya untuk pertama kalinya berhasil lolos kualifikasi Piala Dunia 2025.

"Film Jumbo ini karya animator muda Indonesia yang saat ini sudah mencapai 4 juta penonton. Serta akan ditayangkan di 17 negara, yakni Asia dan Eropa. Ini menjadi era baru industri animasi Indonesia," tuturnya.

"Timnas U17 kita untuk pertama kalinya lolos via kualifikasi ke Piala Dunia dan menjadi satu-satunya wakil dari Asia Tenggara. Ini adalah kekuatan kita sebagai generasi muda, kita harus selalu siap dan mempersiapkan diri," tandasnya.

(Tribunnews.com/Rakli)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved