Soal Revisi KUHAP, IAW Kritik Penghapusan Kewenangan Kejaksaan Sidik Perkara Korupsi
IAW memandang penghapusan wewenang itu sebagai bentuk distorsi serius terhadap prinsip pemberantasan korupsi.
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesian Audit Watch (IAW) mengkritik rencana perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terkait penghapusan kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan perkara korupsi.
IAW memandang penghapusan wewenang itu sebagai bentuk distorsi serius terhadap prinsip pemberantasan korupsi.
“Sejak awal kemerdekaan, penyidik korupsi itu hanya polisi. Kemudian berkembang menjadi polisi dan jaksa, lalu ditambah KPK. Kalau sekarang ingin dikembalikan hanya ke polisi saja, kita mengalami kemunduran besar,” kata Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus kepada wartawan, Jumat (18/4/2025).
Menurut Iskandar, keberadaan tiga institusi penyidik yakni Polri, Kejaksaan, dan KPK membuat upaya pemberantasan korupsi menjadi lebih luas karena dapat menjaring lebih banyak pelaku kejahatan merah putih.
Iskandar menolak anggapan bahwa keberagaman institusi penyidik menciptakan tumpang tindih. Justru, kata dia, keberagaman merupakan bagian dari penguatan.
"Warna-warni itu bukan cacat, tapi pengkayaan strategi pemberantasan korupsi,” ujarnya.
Berkenaan dengan itu, IAW mendesak DPR agar tidak meloloskan revisi KUHAP yang mencabut kewenangan jaksa dalam penyidikan perkara korupsi.
Ia khawatir pencabutan kewenangan Kejaksaan menjadi pintu masuk untuk selanjutnya melucuti KPK dalam penyidikan perkara korupsi.
"Kalau kejaksaan dilucuti, bukan tak mungkin KPK berikutnya. Ini pelemahan sistemik,” kata Iskandar.
Perihal perbedaan penghitungan kerugian negara, IAW menyadari ketiga institusi punya metode berbeda.
Ia menilai penghitungan kerugian negara dari Kejaksaan seringkali menghasilkan angka ganda. Berbeda dengan penyidikan dari kepolisian dan KPK.
Namun IAW menegaskan bahwa penghitungan kerugian negara merupakan bagian integral dari penyidikan tindak pidana korupsi. Tanpa itu, penuntutan akan lemah dan putusan pengadilan menjadi ringan atau bahkan gagal menghukum.
“Siapa pun penyidiknya—polisi, jaksa, atau KPK—harus tunduk pada Undang-Undang BPK. Itu amanat konstitusi. Jangan coba-coba lari,” tandasnya.
Sosok Maruarar Sirait, Menteri PKP Dituding Korupsi Bareng Dedi Mulyadi, Gubernur Jabar Klarifikasi |
![]() |
---|
KPK Panggil Pejabat Kemenag Era Gus Yaqut Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji |
![]() |
---|
3 Fakta Ustaz Khalid Basalamah Kembalikan Uang ke KPK: Bertahap, Bagikan Tips Berlindung dari Fitnah |
![]() |
---|
Dugaan Korupsi Bansos, Kuasa Hukum Nilai Penetapan Tersangka Bambang Rudijanto Tak Sesuai Aturan |
![]() |
---|
Sosok Isbandi Ardiwinata Mahmud, Dirut PT SBM yang Jadi Tersangka Dugaan Korupsi untuk Bayar Utang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.