Sabtu, 4 Oktober 2025

Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian

Febri Diansyah Duga Kantornya Digeledah KPK Terkait Honor Saat Jadi Kuasa Hukum SYL

Febri Diansyah menduga penggeledahan KPK terkait honor dari SYL. Temukan penjelasannya!

|
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
KANTOR FEBRI DIGELEDAH - Kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah merespon penggeledahan yang dilakukan KPK di kantornya yakni Visi Law Office, Kamis (20/3/2025) kemarin. Febri menduga penggeledahan itu berkaitan dengan honorarium yang ia terima saat Jadi Kuasa Hukum mantan Menteri Pertaninan Syahrul Yasin Limpo. 

TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Kuasa Hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, menduga penggeledahan kantor hukumnya oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkaitan dengan honor yang ia terima saat menjadi tim hukum Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Febri Diansyah, menduga KPK mengira honor yang diterimanya dari SYL berasal dari kasus korupsi di Kementerian Pertanian.

Dugaan itu Febri ungkapkan guna merespons alasan KPK saat menggeledah kantor hukumnya karena terkait pengusutan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat SYL.

“Jadi yang disebutkan oleh KPK kan kemarin seolah-olah honorarium advokat itu dari hasil korupsi Kementan, seolah-olah seperti itu kan,” kata Febri saat ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025).

Terkait honornya sebagai kuasa hukum, Febri menegaskan bahwa hal itu sudah pernah ia ungkapkan dalam proses persidangan mantan Menteri Pertanian tersebut.

Dalam sidang saat itu, Febri menuturkan bahwa para kliennya, termasuk SYL menyatakan honor yang diberikan kepadanya berasal dari dana iuran dan bukan berasal dari anggaran Kementan.

Lebih jauh, Febri juga menekankan dalam proses sidang tersebut Sekjen Kementan yang jadi terdakwa saat itu,yakni Kasdi Subagyono juga telah memberi kesaksiannya mengenai hal tersebut.

“Bahwa sejak awal ketika saya komunikasi dengan beliau, Kasdi, saya menolak untuk diberikan honorarium yang berasal dari dana APBN atau Kementan karena itu kasus pribadi, seharusnya sudah clear,” jelasnya.

Tak hanya Kasdi, SYL pun menurut Febri juga pernah menjelaskan kepadanya mengenai sumber pembayaran atau fee advokat.

SYL saat itu menerangkan bahwa fee yang diberikan kepadanya merupakan dana pribadi.

“Itu disampaikan di persidangan. Seharusnya hal tersebut sudah terpisahkan secara jelas, tentu saja karena memang ini dijamin UU,” pungkasnya.

Digeledah KPK

Sebelumnya, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Visi Law Office di bilangan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Rabu 19/3/2025.

Penggeledahan di kantor firma hukum tersebut berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

“Benar digeledah terkait sprindik (surat perintah penyidikan) TPPU tersangka SYL,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Rabu.

Visi Law Office didirikan oleh beberapa mantan pegawai KPK dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Dari KPK ada Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang.

Sementara dari ICW ada Donal Fariz.

KPK mengumumkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka pencucian uang pada Jumat, 13 Oktober 2023.

Perkara TPPU ini merupakan pengembangan dari kasus korupsi di Kementerian Pertanian yang telah menjerat SYL.

Dalam perkara korupsi di Kementan, SYL terbukti secara sah telah melakukan pemungutan kepada pejabat di kementerian tersebut dengan total uang Rp442 miliar dan 30 ribu dollar Amerika Serikat (AS).

Uang tersebut ia gunakan untuk kebutuhan pribadinya dan keluarga seperti mencicil kartu kredit, perbaikan rumah, perawatan wajah, hingga aliran dana ke Partai Nasdem senilai miliaran rupiah.

Mahkamah Agung (MA) pun menolak permohonan kasasi yang diajukan eks SYL selaku terdakwa kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi.

Hukuman yang dijatuhkan terhadap SYL tetap berupa 12 tahun penjara sebagaimana hukuman yang dijatuhkan pada vonis di tingkat banding.

“Tolak kasasi terdakwa dengan perbaikan mengenai redaksi pembebanan uang pengganti kepada terdakwa,” demikian bunyi putusan tersebut yang dilansir dari situs MA, Jumat, 28/2/2025.

“Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp442.697.772.04 ditambah USD 30.000,” lanjut putusan tersebut.

Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved