Rabu, 1 Oktober 2025

Revisi UU TNI

Satpam Hotel Laporkan Penggerudukan Rapat RUU TNI, Usman Hamid Sebut Taktik Lama Redam Kritik

Usman Hamid, menanggapi laporan tersebut dengan menyebut bahwa tindakan ini adalah bagian dari “cara-cara lama

Editor: Glery Lazuardi
KOMPAS.com/SINGGIH WIRYONO
INTERVENSI RAPAT - Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan saat mencoba masuk ruang rapat Panja Revisi UU TNI DPR-RI dan Kemenhan di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025). Pihak satpam Hotel Fairmont melaporkan tiga aktivis KontraS ke polisi setelah mereka menggeruduk ruang rapat Panitia Kerja (Panja) yang sedang membahas revisi Undang-Undang TNI secara tertutup. Aksi tersebut dilakukan pada Sabtu, 15 Maret 2025, di ruang Ruby 1 dan 2 Fairmont Hotel, Jakarta. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, menanggapi laporan tersebut dengan menyebut bahwa tindakan ini adalah bagian dari “cara-cara lama untuk meredam suara kritis masyarakat terhadap kebijakan yang tengah dibahas.”   

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak satpam Hotel Fairmont melaporkan tiga aktivis KontraS ke polisi setelah mereka menggeruduk ruang rapat Panitia Kerja (Panja) yang sedang membahas revisi Undang-Undang TNI secara tertutup.

Aksi tersebut dilakukan pada Sabtu, 15 Maret 2025, di ruang Ruby 1 dan 2 Fairmont Hotel, Jakarta.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, menanggapi laporan tersebut dengan menyebut bahwa tindakan ini adalah bagian dari “cara-cara lama untuk meredam suara kritis masyarakat terhadap kebijakan yang tengah dibahas.”  

Usman menyatakan bahwa kemungkinan laporan itu disampaikan atas perintah pihak tertentu, dan ia meminta agar taktik semacam ini dihentikan.

"Pelaporan terhadap aktivis KontraS ini jelas sebuah usaha untuk membungkam kritik publik," ujar Usman dalam acara Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV pada Senin (17/3/2025).

"Kami tidak ingin perhatian masyarakat beralih dari masalah substansi RUU TNI yang bermasalah menjadi isu pelaporan pidana yang tidak relevan."

Baca juga: Daftar 16 Kementerian dan Lembaga yang Bisa Diisi TNI Aktif Menurut RUU TNI: Kejagung, MA hingga KKP

Meski demikian, Koalisi Masyarakat Sipil yang mendukung aktivis KontraS tetap berfokus pada upaya untuk menolak pasal-pasal bermasalah dalam revisi RUU TNI.

Koalisi menegaskan bahwa mereka tidak ingin aksi pelaporan pidana ini mengalihkan perhatian dari substansi yang lebih penting, yaitu pembahasan pasal-pasal yang dianggap mengancam demokrasi dan HAM.

Dalam aksi protesnya, tiga aktivis Koalisi Masyarakat Sipil, termasuk aktivis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andrie, mendesak agar pembahasan RUU TNI dihentikan.

Mereka menuntut agar pembahasan dilakukan secara transparan dan terbuka, bukan secara diam-diam di hotel mewah.

 "Kami menolak adanya dwifungsi ABRI dalam RUU TNI dan meminta agar proses ini dihentikan," teriak Andrie di depan pintu ruang rapat.

Baca juga: DPR Klaim RUU TNI untuk Membatasi Jabatan Sipil yang Bisa Diduduki Prajurit Aktif

Sebagai catatan, revisi RUU TNI ini mendapat sorotan karena pembahasannya dilakukan di Fairmont Hotel yang merupakan hotel bintang lima, sementara di sisi lain pemerintah tengah berupaya efisiensi anggaran.

Pembahasan tersebut juga terkait dengan perubahan usia dinas prajurit dan penempatan prajurit TNI di kementerian/lembaga yang dapat memperbesar peran TNI dalam sektor sipil, yang dikhawatirkan akan mengancam profesionalisme militer dan demokrasi.

Polda Metro Jaya menerima laporan terkait insiden ini dari pihak keamanan hotel dengan nomor laporan LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.

Pembahasan Revisi RUU TNI: Kontroversi dan Poin-poin Penting yang Perlu Diketahui

Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) kini menjadi perbincangan hangat di Indonesia.

 Pemerintah bersama DPR RI tengah membahas perubahan terhadap UU Nomor 34 Tahun 2004, yang berpotensi mempengaruhi struktur dan tugas TNI.

Namun, pembahasan yang berlangsung tertutup di Hotel Fairmont Jakarta pada 14-15 Maret 2025 menimbulkan kritikan keras dari berbagai kalangan.

Target Penyelesaian Revisi UU TNI Sebelum Reses DPR

Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI pada 11 Maret 2025 mengungkapkan bahwa revisi ini diharapkan selesai sebelum reses DPR pada 21 Maret 2025. Harapan tersebut adalah agar revisi UU TNI bisa rampung sebelum bulan Ramadhan.

"Harapan kami, revisi UU TNI bisa selesai sebelum reses para anggota DPR," ujar Menhan Sjafrie dalam rapat yang dikutip dari Kompas.com.

Poin-Poin Utama Revisi UU TNI yang Kontroversial

Berikut ini adalah beberapa poin penting dari revisi UU TNI yang menjadi sorotan publik dan mendapatkan banyak kritik dari masyarakat dan aktivis.

1. Perluasan Jabatan Sipil TNI

Dalam revisi UU TNI, terdapat rencana untuk memperluas jabatan sipil yang bisa dijabat oleh prajurit aktif TNI. Jika sebelumnya, TNI hanya bisa mengisi jabatan di 10 kementerian/lembaga negara, revisi ini akan menambah 6 kementerian/lembaga lagi.

Adapun kementerian/lembaga yang dimaksud adalah:

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)

Badan Keamanan Laut

Kejaksaan Agung

Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)

Keputusan ini memicu kekhawatiran kembalinya dwifungsi ABRI, di mana TNI bisa menduduki jabatan sipil yang lebih luas.

2. Penambahan Usia Pensiun Prajurit TNI

Revisi ini juga mencakup perubahan usia pensiun bagi prajurit TNI. Bintara dan tamtama akan diperbolehkan pensiun pada usia 55 tahun, sementara perwira bisa pensiun pada usia 58 hingga 62 tahun, tergantung pada pangkat dan kebijakan presiden. Untuk prajurit yang menduduki jabatan fungsional, masa pensiun bisa diperpanjang hingga 65 tahun.

3. Perubahan Kedudukan TNI

Salah satu perubahan substansial dalam revisi ini adalah perubahan kedudukan TNI.

Dalam UU TNI yang berlaku saat ini, TNI berkedudukan di bawah presiden dalam pengerahan kekuatan militer dan berada di bawah koordinasi Departemen Pertahanan untuk kebijakan pertahanan.

Dalam revisi ini, TNI akan dikoordinasikan langsung oleh Kementerian Pertahanan.

4. Penambahan Tugas TNI

TNI akan memiliki lebih banyak tugas non-perang dalam revisi UU TNI.

Sebelumnya, TNI memiliki 14 tugas operasi militer selain perang (OMSP), namun dalam revisi ini, jumlah tugas tersebut akan bertambah menjadi 17. Salah satu tambahan tugas adalah untuk mengatasi masalah narkoba dan operasi siber.

Meski begitu, anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, menegaskan bahwa TNI tidak akan terlibat dalam penegakan hukum.

Tugas tambahan ini menimbulkan pro dan kontra, terutama terkait dengan potensi meluasnya peran TNI dalam kehidupan sipil.

5. Kritik terhadap Proses Revisi

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya Saputra, menilai bahwa proses pembahasan revisi UU TNI terlalu cepat dan minim transparansi. Ia menegaskan bahwa proses ini seharusnya melibatkan ruang publik yang lebih luas untuk memberikan masukan.

Selain itu, revisi ini juga menimbulkan kekhawatiran akan ancaman terhadap profesionalisme TNI, kembalinya dwifungsi ABRI, dan potensi meningkatnya kekerasan oleh TNI.

Penutupan: Revisi UU TNI dan Dampaknya

Pembahasan RUU TNI yang dilakukan secara tertutup di Hotel Fairmont Jakarta menambah kontroversi tentang kurangnya transparansi dalam proses legislasi.

Sementara pemerintah dan DPR berencana untuk menyelesaikan revisi ini sebelum reses, kekhawatiran terhadap dampak revisi tersebut masih kuat, terutama terkait dengan peran TNI dalam sektor sipil dan potensi perubahan terhadap demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia.

Sumber: TribunJakarta
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved