Revisi UU TNI
KSAD Soroti Pihak yang Bikin Ribut Revisi UU TNI, Jenderal Maruli: DIM Belum Sampai DPR
Dalam revisi UU TNI terdapat dua pasal yang dipersoalkan yakni mengenai usia pensiun prajurit dan penempatan prajurit TNI aktif di kementerian.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menyoroti kegaduhan terkait proses revisi Undang-Undang TNI yang saat ini tengah berproses di DPR.
Maruli mengaku bingung karena sosok tersebut sudah ribut padahal Daftar Inventaris Masalah (DIM) belum disampaikan ke pemerintah.
Baca juga: 19 Organisasi Masyarakat Sipil Tolak Revisi UU TNI, Gambar 5 Perwira Aktif Turut Dipajang
Hal itu disampaikan Maruli usai meninjau lahan ketahanan pangan yang dikelola Pusat Latihan Tempur TNI AD di Baturaja Sumatera Selatan pada Rabu (12/3/2025).
"Saya juga bingung kenapa DIM-nya, sudah berulang kali disampaikan oleh DPR belum sampai di sana, orang sudah pada ribut. Ada beginilah, begitulah. Saya saja baru kemarin saya baru dapat. Orang ini sudah ribut kemana-mana," kata Maruli dalam video yang terkonfirmasi pada Rabu (12/3/2025).
Baca juga: Pimpinan DPR: Pembahasan RUU TNI Sulit Diselesaikan Sebelum Reses Lebaran
Maruli mengatakan dalam revisi UU TNI tersebut terdapat dua pasal yang dipersoalkan yakni mengenai usia pensiun prajurit dan penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga.
Terkait masa pensiun prajurit, menurutnya tidak perlu terlalu banyak dipermasalahkan.
Soal itu, ia pun mempersilakan kebijakan negara baik dari aspek kemampuan keuangan negara maupun terkait jabatan di ketentaraan dan lain sebagainya.
Soal penempatan prajurit TNI aktif di kementerian dan lembaga, ia pun berpandangan sama.
Ia mempersilakan hal tersebut didiskusikan di DPR baik perihal tentara harus alih status atau tidak maupun harus pensiun atau tidak.
Maruli pun meminta hal tersebut tidak perlu diperdebatkan mengingat untuk itu ada forum untuk mendiskusikannya.
Dia menegaskan TNI AD akan mengikuti apapun keputusan negara soal hal tersebut.
"Jadi tidak usah ramai bikin ribut di media, segala macam ini, itu, orde barulah. Tentara dibilang hanya coba bisa membunuh dan dibunuh. Ini menurut saya otak-otak seperti ini kampungan menurut saya," kata Maruli.
"Dibilangnya kalau tentara masuk ke KL, kasihan yang pembinaan karir. Ini orang waktu ada salah satu institusi masuk ke seluruh kementerian, enggak ribut ini orang. Apakah dia bekerja di institusi itu? Nah ini penuh media-media juga tanggap seperti itu," lanjut dia.
Menurut dia selama ini TNI Angkatan Darat melihat potensi anggota-anggotanya.
Namun terkait mekanisme penempatan prajurit di kementerian dan lembaga, ia mempersilakannya.
"Kami karena melihat anggota-anggota Angkatan Darat punya potensi. Silakan diskusikan, apakah kami boleh mendaftar? Ada sidangnya? Ditentukan oleh presiden? Silakan saja. Tapi jangan menyerang institusi," ungkap Maruli.
Baca juga: Sikap Mabes TNI Terhadap 19 Organisasi Masyarakat Sipil yang Tolak Revisi UU TNI
"Apalagi itu yang tadi saya bilang Ada institusi yang masuk ke semua kementerian lembaga, dia nggak ribut. Nggak ada omongan sama sekali. Jadi kita patut curiga ini. Dari mana dia? Agen asingkah? Apakah? Itu juga harus curiga dia ini seperti apa," sambung dia.
Maruli pun kembali menegaskan bahwa pihaknya akan mengikuti prosedur di DPR terkait revisi tersebut.
Ia pun mengatakan apapun nanti keputusan negara terkait revisi UU TNI akan diterima.
"Apapun keputusannya kami terima. Jadi nggak usah berpikir kesana kesini kesana-kesini. Justru ini yang ribut-ribut ini tolong rekan-rekan media, terusuri dari mana ini orang-orang?" kata Maruli.
"Karena itu yang saya bilang. Kenapa dia enggak ribut kemarin-kemarin? Kenapa tiba-tiba pas TNI mau masuk ribut? Ini perlu diantisipasi juga seperti ini," pungkasnya.
Komisi I DPR Bentuk Panja
Diberitakan sebelumnya Komisi I DPR RI menggelar rapat perdana bersama Kementerian Hukum, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Sekretariat Negara untuk membahas Revisi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI pada Selasa (11/3/2025).
Dalam rapat perdana tersrbut pemerintah dan DPR RI telah menetapkan panitia kerja (Panja) RUU TNI.
Panja tersebut diketuai Ketua Komisi I Utut Adianto yang juga disetujui oleh Menteri Pertahanan RI (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin yang mewakili pemerintah.
"Berdasarkan rapat interen Komisi I, 27 Februari, Komisi I DPR telah membentuk Panja dan mohon izin bukan narsis Pak Menteri kami disepakati saya Utut Adianto menjadi ketua Panja, apakah ini bapak juga setuju?" kata Utut dalam rapat di Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
"Sangat setuju, Pak," tegas Menhan Sjafrie.
Sementara itu, pimpinan Komisi I lainnya yakni Dave Laksono dari fraksi Golkar, Budi Djiwandono dari fraksi Gerindra, Ahmad Heryawan dari fraksi PKS, dan Anton Sukartono dari fraksi Demokrat ditetapkan sebagai wakil Ketua Panja RUU TNI.
"Ya, Ibu, Bapak pimpinan terdiri dari lima orang ini kami semua akan menjadi Panja ini sudah menjadi aturan tata tertib DPR," kata Utut.
Anggota Panja RUU TNI ini akan berisi 18 anggota yang terdiri dari seluruh fraksi di Komisi I DPR RI.
Mereka terdiri dari 4 anggota dari fraksi PDIP, 3 anggota fraksi Golkar, 3 anggota fraksi Gerindra, 2 anggota fraksi NasDem, 2 anggora fraksi PKB, 2 fraksi PKS, dan 2 orang fraksi PAN.
Selain menetapkan panja RUU TNI, dalam rapat tersebut pemerintah juga menyerahkan draft Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari Pemerintah.
DIM tersebut merupakan masukan dari pemerintah atas revisi UU TNI yang menjadi inisiatif DPR RI tersebut.
"Ibu, Bapak, Pak menteri juga sudah menyerahkan sejumlah DIM. Apakah ini kita sepakati ssbagai rujukan dalam pembahasan? Setuju ya?" tanya Utut.
"Setuju," jawab para anggota DPR.
Baca juga: 19 Organisasi Masyarakat Sipil Tolak Revisi UU TNI, Gambar 5 Perwira Aktif Turut Dipajang
19 Organisasi Masyarakat Sipil Menolak Revisi UU TNI
Diberitakan sebelumnya sebanyak 19 organisasi masyarakat sipil menolak revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) yang telah mulai dibicarakan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pakar dan perwakilan LSM di DPR.
Mereka tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Sektor Keamanan.
Mereka yang menyatakan diri tergabung dalam Koalisi antara lain Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, dan Amnesty International Indonesia.
Kemudian juga ELSAM, Human Right Working Group (HRWG), WALHI, SETARA Institute, dan Centra Initiative.
Selain itu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang, dan Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP).
Selanjutnya Public Virtue, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN).
Terdapat 10 orang perwakilan yang hadir langsung dalam konferensi pers di Gedung YLBHI Menteng Jakarta Pusat pada Kamis (6/3/2025) dan ada dua orang perwakilan yang menyampaikan pandangannya secara virtual.
Sejumlah poster dipajang di hadapan mereka yang menunjukkan penolakan terhadap revisi UU TNI atau RUU TNI.
Satu di antaranya menampilkan kolase lima foto perwira aktif TNI yakni Mayor Inf Teddy Indra Wijaya, Mayjen Maryono, Mayjen Irham Waroihan, Laksamana Pertama Ian Heriyawan, dan Mayjen Novi Helmy Prasetya.
Baca juga: TB Hasanuddin Anggap Kenaikan Pangkat Seskab Teddy Tidak Lazim, Tak Sesuai Kebiasaan di TNI
Pada poster yang sama ditulis juga jabatan mereka yakni Sekretaris Kabinet, Irjen Kementerian Perhubungan, Irjen Kementerian Pertanian, Badan Penyelenggara Haji, dan Dirut Perum Bulog
Selain itu, ditulis juga "Pengisian jabatan sipil oleh tentara aktif oleh pemerintah merupakan bentuk perlawanan terhadap supremasi hukum".
Mereka menolak di antaranya karena mengkhawatirkan sejumlah hal.
Kekhawatiran mereka terkait revisi UU TNI tersebut antara lain menyangkut potensi kembalinya dwi fungsi ABRI yang pernah berlaku pada masa Orde Baru melalui penempatan perwira aktif TNI di jabatan sipil, penghapusan pasal larangan berbisnis bagi prajurit, hingga potensi represi militer terhadap kebebasan berpendapat dalam konteks demokrasi.
Selain itu, mereka juga memandang proses revisi UU TNI saat ini gelap dan tidak transparan.
Revisi UU TNI
Ketua MK Tegur DPR Sebab Terlambat Menyampaikan Informasi Ahli dalam Sidang Uji Formil UU TNI |
---|
MK Minta Risalah Rapat DPR saat Bahas RUU TNI, Hakim: Kami Ingin Membaca Apa yang Diperdebatkan |
---|
Cerita Mahasiswa UI Penggugat UU TNI: Dicari Babinsa Hingga Medsos Diserang |
---|
Pakar Tegaskan Mahasiswa hingga Ibu Rumah Tangga Punya Legal Standing untuk Gugat UU TNI |
---|
Bivitri Susanti Soroti Tekanan Terhadap Mahasiswa Pemohon Uji Formil UU TNI: Kemunduruan Demokrasi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.