Jumat, 3 Oktober 2025

Revisi UU TNI

Tegas Agum Gumelar soal TNI Masuk Jabatan Sipil: Jangan Ada Lagi Dwifungsi ABRI

Agum Gumelar tak menampik memang perlunya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, tapi pesan jangan ada lagi dwifungsi ABRI

Istimewa
REVISI UU TNI - Suasana penyelenggaraan upacara HUT TNI ke-79 yang berlangsung khidmat di Monumen Nasional, Jakarta, 5 Oktober 2024. Agum Gumelar tak menampik memang perlunya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, tapi pesan jangan ada lagi dwifungsi ABRI 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum DPP Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Pepabri), Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar tak menampik memang perlunya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Menurutnya, undang-undang yang sudah berlaku lebih dari 20 tahun tersebut harus direvisi.

Hal ini lantaran berbagai hal yang membuat UU TNI mendapat pembaruan pada beberapa pasal.

Seperti halnya, kata Agum Gumelar, adalah usia pensiun bintara dan perwira TNI.

Baginya, usia pensiun bintara yang berlaku saat ini di usia 53 dirasa kurang.

Begitu juga dengan perwira yang harus pensiun di usia 58.

Demikian ditegaskan Agum Gumelar dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi I DPR RI pada Senin (10/3/2025).

"Bintara di TNI di usia 53, perwira 58 tahun maka revisi untuk UU yang diinginkan untuk bintara 58 tahun untuk perwira dari 58 jadi 60 tahun. Kalau kita perhatikan ekspektasi hidup kita di dunia ini, saya pensiun di umur 55 masih lucu-lucunya pak, tapi harus pensiun, saya rasa tidak berlebihan untuk revisi ini usia pensiun diperpanjang," jelasnya dalam tayangan langsung YouTube TVR Parlemen.

Di samping itu, mantan Gubernur Lemhanas ini memaklumi keresahan yang dialami masyarakat tentang prajurit TNI yang menempati jabatan sipil.

Bahkan ia menilai, ada keresahan dengan adanya narasi dwifungsi ABRI akan muncul kembali.

"Pepabri sangat konsen ke masalah ini dan Pepabri menyatakan tidak akan pernah terjadi kita kembali ke dwifungsi ABRI, tapi harus jelas ya pak ya," tegasnya.

Baca juga: Agum Gumelar Soal Kenaikan Pangkat Seskab Teddy Indra Wijaya Jadi Letkol: Itu Kuasanya Presiden

Yang dimaksud harus jelas di sini menurut Agum Gumelar adalah proses pengisian jabatan sipil oleh militer.

Ia bercerita, hakikat dwifungsi ABRI sebenarnya merupakan penugaskaryaan prajurit ABRI (TNI) berdasarkan permintaan.

Terdapat ketentuan yang mengatur dan harus dipatuhi tentang penugaskaryaan, yakni harus didasarkan permintaan.

Pasalnya, lanjut dia, tanpa permintaan tidak ada yang namanya penugaskaryaan.

"Saya kasih contoh di satu kabupaten, aspirasi masyarakat menginginkan bupatinya dari unsur ABRI, maka disampaikanlah aspirasi itu di jalur teriorial, di situ ada korem kodim sampaikan ke Kodam, kemudian disalurkan ke Mabes TNI. Ini ada permintaan, diolah lah di Mabes TNI untuk mencari orang paling tepat ditaruh di situ atas permintaan
maka ditentukanlah seleksi yang ketat seseorang untuk memenuhi persyaratan di situ, dan diproses personel itu. Itu penugaskaryaan, dasarnya permintaan," urai dia.

"Tetapi di zaman orde baru, di sini lah terjadi hal-hal menyimpang. Permintaan tadi direkayasa, pendekatan yang saat itu terjadi di zaman orde baru menjadi pendekatan kesejahteraan. Kolonel ini sudah mentok di ABRI dijadikanlah bupati di sana, brigjen ini mentok di ABRI sudahlah jadikan direktur dirjen di sini."

"Jadi tidak ada permintaan, permintaan itu direkayasa, ini zaman orde baru, maka muncullah kemudian puncaknya tahun 98, rakyat tidak puas terhadap apa yang terjadi, seolah-olah ini dwifungsi ABRI. Itu penugaskaryaan yang salah, harus diakui oleh ABRI."

"Nah kalau sudah tahu penyebab kita dicaci maki dihujat, maka saya berpendapat jangan lagi itu kita lakukan, saudara-saudara itulah reformasi, reformasi itu perubahan sikap mental, bukan reformasi mengganti pejabat tapi kelakuan sama. Dalam situasi itulah kami ABRI bersikap, tidak usah khawatir, tidak mungkin itu (dwifungsi ABRI) terjadi kembali," paparnya.

Dirinya menyimpulkan, perlunya dilakukan revisi UU TNI tanpa mengkhawatirkan sejumlah faktor yang ada termasuk pengisian jabatan sipil oleh TNI aktif.

Hanya saja, Agum Gumelar menegaskan, keinginan perluasan jabatan pada 10 poin instansi agar dipikirkan dengan matang agar tidak terjadi lagi sikap antipati masyarakat kepada TNI.

"Kami dari Pepabri sangat tidak rela bangsa ini terpecah pecah, mayoritas bangsa Indonesia mendambakan bangsa ini tetap utuh  dalam wadah NKRI, berarti ada kekuatan kecil yang minoritas yang menginginkan sebaliknya, ingin bangsa ini pecah, tidak berhasil, ingin bangsa ini gagal," ucapnya.

Adapun terkait penempatan prajurit di jabatan sipil, pepabri menggarisbawahi tentang perlunya ada  pembatasan jabatan, seleksi kompetensi ketat, persyaratan sesuai keahlian, larangan fasilitas ganda, dan evaluasi berkala untuk mencegah penyalahgunaan jabatan.

Kemudian soal usia, Pepabri meminta revisi untuk memperkuat profesionalisme, tidak mengembalikan dwifungsi ABRI, membatasai jabtaan sipil, memperkuat pengawasan sipil transparansi, dan fokus pada tugas pokok TNI.

Panggil Menhan dan Panglima TNI

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Laksono memastikan kalau pihaknya bakal mengundang rapat Kementerian Pertahanan RI (Kemhan) hingga Panglima TNI pekan ini dalam rangka pembahasan Revisi UU TNI.

Kata Dave, rapat tersebut rencana dijadwalkan pada pekan ini, hanya saja perihal tanggal, dirinya belum dapat memastikan.

"Setahu saya seharusnya dalam pekan ini (rapat bareng Menhan hingga Panglima TNI). Cuma untuk harinya saya belum lihat lagi jadwalnya," kata Dave saat ditemui awak media di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/3/2025).

Meski begitu, Dave tidak dapat memastikan apakah Menhan Sjafrie Sjamsoeddin atau Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto yang akan hadir nantinya.

Dirinya hanya memastikan kalau undangan rapat tersebut dikirimkan untuk instansi masing-masing.

Baca juga: Persatuan Purnawirawan ABRI Dukung DPR Revisi UU TNI, Agum Gumelar Ungkap Alasannya

"Kalau orangnya saya enggak tau persis siapa yang akan hadir. Tapi instansinya mereka yang akan diundang," kata Dave.

Selain Kemhan dan Panglima TNI, Dave juga memastikan kalau Komisi I DPR RI juga akan turut mengundang tiga Mabes tiga matra di TNI.

Tak hanya itu, Kementerian Hukum juga akan dimintai pandangannya dalam membahas Revisi UU Nomor 34 tahun 2004 ini.

"Jadi dari Mabes TNI, Mabes Matra, dari Kemhan, dari kementerian hukum karena ini berkaitan dengan UU. itu pasti yang akan diundang. tapi siapa yang akan hadir saya belum bisa sampaikan," ucap dia.

Baca juga: Koalisi Sipil Minta DPR Hentikan Pembahasan Revisi UU TNI: Lebih Baik Perkuat Komnas HAM & Kompolnas

Tak cukup di situ, Dave juga belum dapat memastikan terkait apa saja yang dibahas dalam rapat tersebut nantinya.

Pasalnya saat ini, Komisi I DPR RI belum menerima Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari pemerintah, karena RUU ini merupakan usulan atau inisiatif dari pemerintah.

"Ada sejumlah pasal. Jadi tunggu DIM-nya dahulu dah, tunggu DIM dari pemerintah karena kan ini usulan dari pemerintah, begitu," tandas dia.

(Tribunnews.com/ Chrysnha, Rizki Sandi Saputra)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved