Selasa, 7 Oktober 2025

Kasus Suap di Ditjen Pajak

Sosok Feby Paramita, Punya Usaha Fesyen Terseret Kasus Ayah Gratifikasi Rp21 M dari Wajib Pajak

Profil dan sosok Feby Paramita mencuat setelah sang ayah yakni Muhammad Haniv terjerat kasus gratifikasi Rp21 M ditetapkan tersangka oleh KPK

Tribunnews.com/Herudin/Google
GRATIFIKASI HANIV - Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv (kiri), usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus suap yang melibatkan Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia, Ramapanicker Rajamohanan Nair dan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Handang Soekarno, di kantor KPK, Jakarta, Selasa (10/1/2017) dan tangkap layar penelusuran usaha fashion sang anak Feby Paramita. 

Permintaan melalui proposal ditujukan kepada dua atau tiga perusahaan yang ia kenal dekat.

Namun, pada budget proposal tertera nomor rekening BRI dan nomor handphone atas nama Feby Paramita dengan permintaan sejumlah Rp150 juta.

"Atas email permintaan tersebut terdapat transfer masuk ke rekening BRI 486301003762502 milik Feby Paramita yang diidentifikasi terkait dengan pemberian gratifikasi yang berasal dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3 sebesar Rp300 juta," ujar Asep.

Asep mengungkapkan, periode 2016-2017, keseluruhan dana masuk ke rekening BRI 486301003762502 milik Feby Paramita terkait dengan pelaksanaan seluruh fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang menjadi wajib pajak (WP) dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus adalah sebesar Rp387 juta.

Sementara, yang berasal dari bukan wajib pajak sebesar Rp417 juta.

Dalam waktu singkat, sejumlah dana yang totalnya mencapai Rp804 juta berhasil dikumpulkan, dari perusahaan yang merupakan wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus, serta pihak-pihak lain yang tidak memiliki keterkaitan dengan pajak.

Selain itu, lanjut Asep, pada periode 2014-2022, Haniv diduga beberapa kali menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dollar Amerika Serikat (AS) dari beberapa pihak terkait melalui Budi Satria Atmadi.

KPK belum mengungkap identitas Budi Satria Atmadi.

Selanjutnya, Budi melakukan penempatan deposito pada BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah yang sudah diketahui sebesar Rp10.347.010.000, dan pada akhirnya melakukan pencairan seluruh deposito ke rekening Haniv sejumlah Rp14.088.834.634.

Kemudian, pada periode 2013-2018, Haniv melakukan transaksi keuangan pada rekening-rekening miliknya melalui perusahaan valuta asing dan pihak-pihak yang bekerja pada perusahaan valuta asing, keseluruhan sejumlah Rp6.665.006.000.

"Bahwa HNV telah diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show Rp804 juta, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR Rp14.088.834.634," ucap Asep.

ASEP GUNTUR RAHAYU - Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu ketika memaparkan penetapan mantan Kakanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Mohamad Haniv alias Muhamad Haniv alias Muhammad Haniv, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/2/2025). Haniv diduga menerima gratifikasi sejumlah Rp21,5 miliar, yang di antaranya digunakan untuk acara fashion show anaknya. .
ASEP GUNTUR RAHAYU - Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu ketika memaparkan penetapan mantan Kakanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus, Mohamad Haniv alias Muhamad Haniv alias Muhammad Haniv, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/2/2025). Haniv diduga menerima gratifikasi sejumlah Rp21,5 miliar, yang di antaranya digunakan untuk acara fashion show anaknya. . (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

Total penerimaan gratifikasi yang diduga diterima Haniv dari berbagai sumber mencapai Rp21.560.840.634 (sekitar Rp21 miliar), yang berasal dari uang sponsorship fashion show, transaksi valas, dan deposito BPR.

Baca juga: Video Connie Ancang-ancang Bongkar Dokumen Rahasia Skandal Keluarga Jokowi Jika Diizinkan Hasto

Atas perbuatannya, Haniv diduga melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3 Nama Besar

KPK sedang mengusut kasus dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Keuangan).

Perkara tersebut sudah naik ke tahap penyidikan dan KPK pun telah menetapkan tersangka.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved