Kamis, 2 Oktober 2025

AKBP Bintoro dan Kasus di Polres Jaksel

Kasus AKBP Bintoro: Pandangan DPR, Kompolnas, Polri, dan Pengamat soal Dugaan Pemerasan

AKBP Bintoro menghadapi tuduhan melakukan pemerasan terhadap dua tersangka kasus pembunuhan yang ditanganinya.

Editor: Hasanudin Aco
Kompas.com/Dzaky Nurcahyo
DUGAAN PEMERASAN: Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro saat ditemui di kantornya, Kamis (12/10/2023). Sejumlah pihak memberikan pandangannya soal dugaan pemerasan yang dilakukan AKBP Bintoro. 

“Dugaan keterlibatan pihak lain dalam peristiwa ini pada 27 Januari, Polda Metro telah terima laporan polisi LP/B/612 tentang dugaan tindak pidana penipuan dan atau tindak pidana penggelapan dan atau tindak pidana pencucian uang yang dilaporkan saudara PM,” katanya.

Menurutnya, PM melaporkan mantan kuasa hukum tersangka AN yakni EDH.

Ade menjelaskan EDH dilaporkan karena meminta AN menjual mobil mewah Lamborghini untuk penanganan perkara hukum yang dialami.

Adapun kejadian itu terjadi sekitar April 2024 lalu.

AN meminta hasil penjualan mobil itu ditransfer kepadanya dengan nilai sebesar Rp3,5 miliar.

"Akan tetapi sampai saat ini uang penjualan mobil milik korban tidak diberikan oleh pelapor dan saat ini mobil milik korban tak dikembalikan oleh terlapor sehingga korban merasa dirugikan Rp 6,5 miliar," ucapnya.

Polda Metro akan melakukan pendalaman dan sedang tahap penyelidikan oleh tim penyelidik.

Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Radjo Alriadi Harahap memastikan AKBP Bintoro bersama tiga anggota polisi lainnya segera menjalani sidang etik kasus dugaan pemerasan.

“Tidak terlampau lama lagi (sidang etik, red),” jelasnya.

Pengamat Duga Sering Terjadi

Pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menduga kasus semacam ini cukup banyak terjadi, tetapi hanya sedikit yang berani melaporkan atau mengungkapkan.

“Tapi yang mencuat, yang berani speak up (berbicara) hanya beberapa orang, seperti pada kasus DWP. Dan yang berani speak up adalah warga negara asing, seperti itu,” kata Bambang dikutip dari Kompas.TV, Rabu (29/1/2025).

Oleh karena itu kepolisian memang harus ada pembenahan dalam sistem kontrol karena kalau tidak ada perbaikan dalam sistem kontrol, ini akan terulang-terulang lagi.

Bambang menambahkan, sebenarnya kepolisian harus membangun sistem informasi proses penyelidikan untuk transparansi.

Tujuannya, agar masyarakat bisa melihat sejauh mana proses hukum itu dilakukan oleh kepolisian.

“Kalau tidak, yang muncul ya seperti ini, masyarakat tidak bisa mengontrol, akhirnya muncullah transaksi-transaksi haram seperti ini. Ada yang menyuap, ada yang memeras, seperti itu. Siapa yang memeras atau menyuap, sama-sama tentu adalah tindak pidana,” bebernya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved