Korupsi KTP Elektronik
Ketua KPK Minta Doa Berharap Proses Ekstradisi Paulus Tannos Lancar Bisa Dibawa ke Indonesia
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto berharap proses ekstradisi Paulus Tannos berjalan lancar segera dibawa ke Indonesia.
Perusahaan milik Paulus Tannos, yaitu PT Sandipala Artha Putra, terbukti mendapatkan keuntungan fantastis yakni Rp 140 miliar dari hasil proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
"Dari 2011-2013 sekitar Rp 140 miliar sekian, atau 27 persen," ujar mantan Asisten Manager Keuangan PT Sandipala Fajri Agus Setiawan saat bersaksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/5/2017).
Dalam skandal korupsi e-KTP, PT Sandipala Artha Putra, yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI), bertugas mencetak 51 juta blanko e-KTP.
Fajri mengungkap bahwa harga produksi satu keping e-KTP adalah Rp 7.500. Namun, dari konsorsium, harga yang ditetapkan mencapai Rp 14.000 lebih per keping.
"Menurut hitungan kami Rp 7.500 rupiah per keping. Belakangan saya tahu sekitar Rp 16 ribu," ungkap Fajri.
Baca juga: Sepak Terjang Paulus Tannos, Buronan KPK yang Lihai, Ubah Identitas dan Ganti Kewarganegaraan
Pada 13 Agustus 2019, Paulus Tannos bersama tiga orang lainnya, di antaranya adalah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-019 Miryam S. Haryani, dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi, ditetapkan sebagai tersangka baru atas kasus korupsi e-KTP.
Terakhir, Paulus Tannos dipanggil oleh KPK pada 24 September 2021 dalam kapasitasnya sebagai tersangka.
Namun, sejak ia ditetapkan sebagai tersangka, Paulus kabur ke luar negeri.
Keberadaan Paulus Tannos terdeteksi oleh KPK di Thailand.
Pada awal tahun 2023, KPK menyebut bahwa Paulus Tannos sudah berganti kewarganegaraan.
"Iya betul (ubah kewarganegaraan, red). Informasi yang kami peroleh demikian," ucap Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri, Selasa (8/8/2023).
Ali hanya mengatakan Paulus Tannos mengubah kewarganegaraannya di Indonesia.
Namun, saat itu KPK enggan mengungkap negara yang dimaksud.
Terungkap fakta baru, red notice terhadap Paulus terlambat diterbitkan karena ia diketahui telah berganti nama dan mungkin juga mengubah kewarganegaraannya.
KPK menduga ada pihak yang berupaya menghalangi proses penyidikan Paulus Tannos.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.