Gerakan Rakyat Bikin Petisi, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Disebut Modus Abuse of Power
Gerakan Rakyat membuat sebuah petisi untuk menolak asas dominus litis di bidang hukum.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan Rakyat membuat sebuah petisi untuk menolak asas dominus litis di bidang hukum.
Petisi yang telah lebih dari 21.630 orang itu menolak asas dominus litis yang memberikan kewenangan kepada jaksa penuntut umum untuk menjadi pengendali utama dalam proses penuntutan perkara pidana.
Mereka menjelaskan dalam sistem peradilan pidana Indonesia, asas ini menempatkan jaksa sebagai pihak yang menentukan apakah suatu perkara layak dilanjutkan ke pengadilan atau dihentikan.
"Namun, terdapat beberapa argumen yang dapat digunakan untuk menolak penerapan asas ini secara mutlak dalam sistem hukum Indonesia," tulis Gerakan Rakyat dalam deskripsi petisi tersebut, dikutip Jumat (24/1/2025).
Mereka menjelaskan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) tidak secara eksplisit mengatur asas dominus litis.
Walaupun jaksa memiliki peran penting dalam proses penuntutan, KUHAP menganut prinsip diferensiasi fungsional yang memisahkan tugas penyidikan oleh kepolisian dan tugas penuntutan oleh kejaksaan.
"Hal ini menyebabkan jaksa hanya menerima berkas perkara dari penyidik tanpa keterlibatan aktif dalam proses awal penyidikan, sehingga kewenangan jaksa sebagai pengendali perkara tidak sepenuhnya efektif," lanjutnya.
Mereka menilai keterbatasan ini sering kali menyebabkan ketidakefisienan, seperti bolak-baliknya berkas perkara antara penyidik dan jaksa karena perbedaan pandangan terkait kelengkapan alat bukti.
"Situasi ini menunjukkan bahwa penerapan asas dominus litis tidak optimal dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Asas dominus litis memberikan kewenangan besar kepada jaksa untuk menentukan nasib suatu perkara," tulisnya.
Namun, menurutnya, kewenangan ini dapat disalahgunakan jika tidak diawasi dengan baik.
"Misalnya, keputusan untuk menghentikan atau melanjutkan penuntutan dapat dipengaruhi oleh tekanan politik, kepentingan pribadi, atau korupsi. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan transparansi dalam sistem peradilan pidana," tulis Gerakan Rakyat.
Mereka juga menilai diperlukan reformasi hukum yang lebih komprehensif untuk menciptakan sistem peradilan pidana yang adil, efisien, dan transparan.
Baca juga: Akademisi Nilai Tindak Pidana Ideologi Negara di UU KUHP Perlu Diatur Lebih Lanjut
"Reformasi tersebut harus mencakup peningkatan sinergi antarlembaga penegak hukum serta penerapan pendekatan keadilan restoratif yang lebih humanis dan inklusif bagi semua pihak yang terlibat dalam proses hukum," sebut Gerakan Rakyat.
Kurangi Overcrowded Lapas, Pemerintah Siapkan Sanksi Sosial Jadi Pidana Alternatif selain Kurungan |
![]() |
---|
Jelang Pemberlakuan KUHP, Menteri Imipas Resmikan Gerakan Kerja Sosial Untuk Klien Pemasyarakatan |
![]() |
---|
KPK Ikut Pemerintah: Izin Jaksa Agung Adalah Prosedur Administrasi, Bukan Impunitas |
![]() |
---|
Praktisi Hukum: Pemilik Ayam Goreng Widuran Solo Bisa Dijerat Pasal Penipuan dan Dipidana |
![]() |
---|
Pengamat Hukum Nilai Rancangan KUHAP dan KUHP Nasional Tak Sinkron |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.