Jokowi dan Keluarga
DPR Ingatkan Laporan OCCRP Tentang Jokowi Terkorup 2024 Bisa Jadi Alat Propaganda
DPR RI menilai media luar, termasuk OCCRP rentan digunakan sebagai alat propaganda asing maupun oknum dalam negeri untuk memecah belah persatuan
Penulis:
Galuh Widya Wardani
Editor:
Bobby Wiratama
Meski tidak menempatkan Jokowi di urutan pertama, lembaga OCCRP pun mendapatkan banyak sorotan terutama oleh masyarakat Indonesia.
Dugaan Bias dan Pesanan
Kabar Jokowi menjadi salah satu tokoh pemimpin terkorup 2024 versi OCCRP ini tentunya mengundang berbagai komentar.
Salah satu komentar datang dari pendukungnya yakni Ketua Umum Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer.
Sebagai pendukung Jokowi garis keras, Immanuel meragukan kredibilitas OCCRP.
Ia pun mempertanyakan indikator korupsi yang digunakan untuk menilai Jokowi.
“Kredibilitas dan netralitas tim penilai OCCRP sangat meragukan, terbukti dari hasil penilaian mereka yang ngawur. Apa yang dikorupsi Jokowi?"
“Kalau OCCRP memang netral dan imparsial, jelaskan kriteria dan fakta mana yang dimasukkan dalam kriteria tersebut," kata Noel, Rabu (1/1/2025).
Noel menegaskan informasi rilisan OCCRP bisa jadi merupakan pesanan dari kelompok tertentu untuk menyudutkan Jokowi.
Selain itu, Relawan Pro Jokowi (Projo) turut buka suara soal masalah ini.
Sekretaris Jenderal Relawan Projo, Handoko, menilai rilis OCCRP sebagai upaya framing jahat yang tidak hanya merugikan nama baik Jokowi, tetapi juga mencederai martabat bangsa Indonesia.
"Penilaian seperti ini hanya mencerminkan bias dan tidak menghormati pendapat rakyat Indonesia yang jelas-jelas masih percaya pada Pak Jokowi,” kata Handoko, Rabu (1/1/2025).
Menurutnya, penilaian OCCRP keliru dan tak bisa dipertanggungjawabkan.
“Itu penilaian yang keliru. Yang mengetahui dan merasakan langsung adalah rakyat Indonesia."
"Tolok ukurnya jelas, hasil pembangunan, penegakan hukum, budaya politik baru, serta harapan masyarakat,” jelas Handoko.
Untuk itu, Handoko mempertanyakan data dan fakta atas tuduhan Jokowi tokoh terkorup 2024.
Pihaknya juga mempersilakan jika ada pihak yang ingin membawa masalah ini ke ranah hukum.
"Silakan saja proses hukum jika memang ada data dan fakta."
"Jangan cuma sekadar omong-omong tanpa bukti,” tegas Handoko.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Wahyu Aji/Milani Resti Dilanggi)(Kompas.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.