Selasa, 30 September 2025

Muncul Usulan DPR Pakai Hak Angket Atau Interpelasi Untuk Selidiki Maraknya Kasus Kekerasan Polisi

Usman menangkap, DPR RI belakangan ini terkesan menjadi pihak yang membenarkan apa yang salah dari pihak kepolisian. 

Penulis: Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM/IRWAN RISMAWAN
Suasana Gedung Mabes Polri di Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (17/11/2015). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

"Karena memang DPR sudah terkooptasi, kita semua tahu, sekarang ini juga sudah ada koalisi yang luar biasa besar yang sebenarnya akan membuat politik kita mati, demokrasi itu bisa dibilang mati," ungkapnya.

"Kalau analis legalisme yang berkarakter otokratisme yang didukung oleh hukum, sebenarnya sudah sukses sekali. Karena justru DPR yang harusnya melakukan pengawasan supaya demokrasi tidak mati, sudah dimatikan duluan, makanya bukan demokrasi lagi tapi otokrasi," sambung dia.

Ia menyadari penggunaan hak angket di DPR memerlukan sejumlah syarat yang bersifat prosedural.

Untuk itu, ia mendorong setidaknya substansi dari penggunaan hak angket dan hak interpelasi tersebut bisa diangkat oleh para anggota DPR.

"Tapi, yang penting kan substansinya dulu diangkat sama politikus. Jangan cuma di konsumsi yang sifatnya di Podcast," kata Bivitri.

"Kenapa kita membutuhkan para wakil rakyat kita itu kan karena kalau kita tanya, kita ramaikan di media sosial mungkin dampaknya kecil. Paling-paling yang bisa mengangkat ya teman-teman jurnalis yang bisa bertanya secara tajam," sambung dia.

Temuan Amnesty

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid usai memaparkan temuan pihaknya di kantornya, Menteng Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024).
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid usai memaparkan temuan pihaknya di kantornya, Menteng Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024). (Tribunnews.com/Gita Irawan)

Amnesty International Indonesia (Amnesty) mencatat sebanyak 116 kasus kekerasan hingga 29 pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing) yang melibatkan anggota Polri di seluruh Indonesia dalam periode Januari sampai November 2024.

Hal tersebut merupakan bagian dari temuan Amnesty International Indonesia yang dipaparkan di kantor Amnesty, Menteng, Jakarta Pusat pada Senin (9/12/2024).

Amnesty mencatat 116 kasus kekerasan tersebut terdiri dari 29 kasus pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing), 26 kasus penyiksaan, 21 kasus penangkapan sewenang-wenang dalam aksi damai, 28 kasus intimidasi dan kekerasan fisik, 7 kasus penggunaan kekuatan gas air mata dan water canon, 3 kasus penahanan incommunicado, 1 kasus pembubaran diskusi, dan 1 kasus penghilangan sementara.

Baca juga: Bocah 5 Tahun di Pasar Rebo Dirudapaksa Ayah Kandung hingga Tewas, 8 Orang Diperiksa Polisi

Amnesty juga mencatat 29 kasus pembunuhan di luar hukum tersebut menewaskan 31 orang.

Kasus tersebut tersebar di Papua, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Aceh, dan Banten.

Amnesty juga mencatat temuan khusus terkait rangkaian aksi protes pada 22 sampai 29 Agustus 2024 atau Peringatan Darurat di 14 kota yang tersebar di 10 provinsi di Indonesia.

Dalam aksi tersebut, ujar Usman, setidaknya 579 orang menjadi korban kekerasan polisi.

Amnesty juga mewawancari sejumlah saksi di enam kota yang mengalami dan melihat peristiwa tersebut.

Amnesty juga menunjukkan sejumlah bukti video yang dikumpulkan dan diverifikasi.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved