Senin, 29 September 2025

Tindak Pidana Perdagangan Orang

PBHI Soroti Aparat Penegak Hukum Belum Satu Perspektif soal Pemulihan Korban TPPO

Ketua PBHI Julius Ibrani mengatakan, aparat penegak hukum belum terintegrasi dalam menangani kasus TPPO.

Tangkapan Layar: Kanal Youtube PBHI_Nasional
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani. 

Menurutnya, dalam menangani kasus TPPO, harus menggunakan perspektif, bahwa penindakan juga harus membayarkan seluruh kebutuhan korban.

Bahkan, soal mekanisme penganggaran itu, menurutnya, harus dicantumkan dalam proses hukum acara persidangan kasus TPPO

"Sepanjang hukum acara itu berjalan, tidak perlu menunggu kebijakan hukum apapun. Sudah by proccess, hak-hak korban itu harus dipenuhi," ucap Julius.

Sebelumnya, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menemukan dominasi perempuan dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), baik sebagai korban maupun pelaku.

Hal ini berdasarkan penelitian PBHI dengan sumber hukum doktrinal, termasuk regulatory impact analysis, melakukan studi putusan pengadilan, dan melakukan survei pengalaman advokat. Selain itu, penelitian dilakukan melalui pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual seperti hak asasi manusia (HAM), hak korban dan bagaimana proses penanganan kasus di pengadilan pidana.

Sekjen PBHI Gina Sabrina mengungkapkan, secara gender, 95 persen korban TPPO adalah perempuan. 

Data tersebut berdasarkan catatan Polri per 5 Juli 2023, di mana tercatat sebanyak 982 aduan dan jumlah 1.361 tersangka yang berhasil diungkap.

"Dari sini kita lihat karena perempuan secara hirarkis punya kondisi yang kebih rentan dibanding laki-laki," ucap Gina, dalam diskusi publik bertajuk 'Menuntut Hak Atas Pemulihan bagi Korban TPPO', di Jakarta Selatan, pada Rabu (3/7/2024).

Kemudian, secara latar belakang pendidikan, korban TPPO didominasi oleh masyarakat yang hanya mengenyam pendidikan hingga SD dan SMP.

Baca juga: Polri Tangkap 1 Buron Kasus TPPO Ferienjob ke Jerman di Italia

Lebih rinci, sebanyak 33 persen korban hanya mengenyam pendidikan hingga SD, 33 persen hanya sampai SMP, 11 persen hanya lulus SMA, dan 22 persen lainnya tidak menyelesaikan pendidikan.

"Kami simpulkan, bahwa mereka korban (TPPO) berasal dari kelompok miskin yang tidak mendapatkan perlindungan dan hidup di bawah standar layak," kata Gina.

"Jadi kondisi HAM mereka secara dasar sudah minus, karena pendidikan yang menjadi akses bagi pekerjaan layak, kehidupan layak itu sendiri tidak terpenuhi sejak awal," tambahnya.

Menurutnya, kerentanan-kerentanan dalam hal pemenuhan hak dasar tersebut yang menjadi faktor dalam rantai eksploitasi.

"Sehingga kerentanan ini dimanfaatkan. 'apakah kamu mau punya kerja tanpa ijazah?'," kata Gina.

Sementara itu, dari sisi pelaku TPPO, kata Gina, 52 persen merupakan perempuan dan sisanya laki-laki.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan