Sabtu, 4 Oktober 2025

JK Sebut Petinggi BUMN Tak Boleh Dihukum Hanya karena Merugi: Kalau Rugi Harus Dihukum, Ini Bahaya

Menurut JK, seorang petinggi perusahaan BUMN tak boleh dihukum hanya karena rugi semata.

Penulis: Ashri Fadilla
Tribunnews.com/Rahmat Nugraha
Jusuf Kalla (JK) disumpah menjadi saksi di persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024). Menurut JK, seorang petinggi perusahaan BUMN tak boleh dihukum hanya karena rugi semata. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia (RI), Jusuf Kalla mengaku bingung kenapa eks Dirut Pertamina, Karen Agustiawan menjadi terdakwa.

Kebingungan itu disampaikan JK saat bersaksi di persidangan kasus korupsi pengadaan proyek LNG di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2024).

Baca juga: Bersaksi di Kasus Korupsi Eks Dirut Pertamina, JK Singgung Kebijakan Jokowi Terkait Impor Energi

"Sebab terdakwa ini sampai dijadikan terdakwa di sini, ttahu saudara?" tanya Hakim kepada JK.

"Saya juga bingung kenapa jadi terdakwa. Bingung, karena dia menjalankan tugasnya," jawab JK.

JK mengakui bahwa tugas yang dilakukan Karen sebagai Dirut Pertamina atas instruksi Presiden dan Wakil Presiden, khususnya yang tertuang di dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2006.

Baca juga: Jusuf Kalla Tiba-tiba Sambangi Pengadilan Tipikor, Jadi Saksi Kasus Apa?

Instruksi yang dimaksud berupa pemenuhan cadangan energi nasional hingga 30 persen.

"Itu yang saya kejar, instruksinya apa isinya?" tanya Hakim kepada JK.

"Instruksinya harus dipenuhi di atas 30 persen. Saya ikut membahas hal ini karena kebetulan saya masih di pemerintah saat itu," jawab JK.

Menurut JK, seorang petinggi perusahaan BUMN tak boleh dihukum hanya karena rugi semata.

Sebab untung-rugi merupakan hasil dari kebijakan dan langkah bisnis yang dilakukan.

"Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka seluruh BUMN Karya harus dihukum, ini bahayanya," kata JK.

Pernyataan JK langsung disambut gemuruh tepuk tangan pengunjung di Ruang Sidang Utama Pengadilan Tipikor Jakarta.

Namun tepuk tangan itu langsung dihentikan Majelis Hakim karena dianggap tak menghormati persidangan.

"Tidak ada tepuk tangan di sini ya, karena di sini bukan menonton ya. Kita mendengar fakta di sini ya. Tolong jangan bertepuk tangan dalam persidangan," tegas Hakim.

Sebagai informasi, dalam perkara ini jaksa KPK telah mendakwa Karen melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan LNG di Pertamina periode 2011-2021. 

Jaksa mendakwa perbuatan Karen itu merugikan keuangan negara sebesar 113,8 juta dolar AS atau Rp1,77 triliun.

Katanya, tindak pidana itu memperkaya Karen bersama SVP Gas and Power PT Pertamina periode 2013-2014, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina 2012-2014, Hari Karyuliarto sebesar Rp1,09 miliar dan 104.016 dolar AS. Perbuatan itu juga memperkaya Corpus Christi Liquefaction (CCL) sebesar 113,83 juta dolar AS.   

Menurut jaksa, PT Pertamina melakukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pada periode 2011-2021.

Baca juga: Hakim Tolak Eksepsi Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan, Sidang Korupsi Pengadaan LNG Berlanjut

Namun Karen tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 

Meski tanpa tanggapan dewan komisaris dan persetujuan RUPS, Yenni mewakili Pertamina menandatangani LNG sales and purchase agreement dengan Corpus Christu Liquefaction. 

Kemudian, Hari Karyuliarto menandatangani pengadaan LNG tersebut untuk tahap dua, yang juga tidak didukung persetujuan Direksi di PT Pertamina dan tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris dan persetujuan RUPS PT Pertamina

Selain itu, pengadaan itu dilakukan tanpa adanya pembeli LNG yang telah diikat dengan perjanjian. 

Dalam perkara ini Karen didakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved