Sabtu, 4 Oktober 2025

Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian

4 Fakta Sidang Penyalahgunaan Dana oleh SYL saat Jadi Mentan: Gaji ART Hingga Sewa Jet Pribadi

Jaksa KPK menunjukkan bukti transfer gaji ART SYL di ruang sidang. Terdapat tiga kali transfer yang ternyata mencapai Rp 35 juta, bukan Rp 32 juta.

Kolase Tribunnews/istimewa
Kolase Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat pakai rompi tahanan KPK dan menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta. Berikut ini Tribunnews.com fakta persidangan terkait penyalahgunaan dana oleh SYL. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satu per satu penyalahgunaan dana oleh Syahrul Yasin Limpo (SYL) saat menjadi Menteri Pertanian (Mentan) terbongkar dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/5//2024).

Mulai dari gaji untuk asisten rumah tangga (ART), bayar hewan kurban hingga sewa pesawat pribadi atau private jet menggunakan uang negara alias Aanggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Baca juga: Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Buat Perjalanan Dinas Fiktif Demi Penuhi Kebutuhan SYL

Berikut ini Tribunnews.com fakta persidangan terkait penyalahgunaan dana oleh SYL:

1. Gaji ART Pakai Duit Negara

SYL disebut menggunakan uang negara untuk menggaji pembantu atau asisten rumah tangga (ART).

Fakta itu diungkap saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan, Rabu (8/5/2023).

Saksi yang membeberkan hal ini ialah Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto.

"Untuk membayar gaji pembantu," kata Hermanto dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Gaji pembantunya siapa?" tanya jaksa penuntut umum memastikan.

"Pak SYL," jawab Hermanto.

"Pembantu yang di mana ini?" ujar jaksa.

"Di Makassar."

Awalnya Hermanto merogoh kocek pribadi untuk membayar gaji ART SYL. Hal itu merupakan perintah atasannya, Ali Jamil sebagai Dirjen PSP Kementan.

Hermanto mengaku memberikan uang untuk gaji pembantu SYL di Makassar, Sulawesi Selatan mencapai Rp 32 juta.

"Dari Pak Dirjen. Saya enggak tahu perintahnya siapa, tapi Pak Dirjen minta. Pak Ali Jamil minta. Saat itu sudah magrib dan harus ditransfer saat itu," kata Hermanto.

"Nilainya berapa?"

"Saya sudah kasih itu transfernya 32 juta, ke rekening pembantu itu," kata Hermanto.

Kemudian uang pribadi Hermanto diganti oleh Kasubbag Tata Usaha dan Rumga Kementan, Lukman Irwanto.

Jaksa KPK kemudian menunjukkan bukti transfer gaji ART SYL di ruang sidang.

Dari bukti yang ditunjukkan, terdapat tiga kali transfer yang ternyata mencapai Rp 35 juta, bukan Rp 32 juta.

"Theresia, Rp 22 (juta) ditambah Rp 13 (juta), Rp 10 (juta). Jadi Rp 35 untuk yang Theresia?"

"Iya."

Baca juga: Terungkap, SYL Pernah Minta Uang Rp 360 Juta ke Kementan untuk Beli 12 Sapi Kurban

2. Bayar Hewan Kurban

SYL disebut-sebut menggunakan uang Kementerian Pertanian untuk berkurban.

Adapun fakta soal aliran uang untuk kurban ini diungkap Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Kurban uang dimaksud berupa 12 ekor sapi yang diminta melalui Biro Umum Kementan.

"Sepengetahuan saya awalnya itu nggak sebesar itu jadi hitungannya dikonversi pertama itu 3 ekor kemudian berubah lagi ditambah 3 ekor totalnya 12 ekor. Permintannya mekanismenya sama melalui Biro Umum semua, sepengetahuan saya," kata Herman yang duduk di kursi saksi.

Namun Herman sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal PSP Kementan, tidak membeli langsung sapi-sapi kurban yang dimaksud.

Dalam hal ini Ditjen PSP hanya diminta untuk menyerahkan uang untuk membeli sapi.

Menurut Herman, nilai uang yang diminta kepada pihaknya mencapai Rp 360 juta.

"Jadi menghitung 360 (juta) itu berdasarkan ekor, tadi saya sampaikan total di PSP itu dibebankan 12 ekor sehingga nilainya kurang lebih 360 sekian," kata Hermanto.

"Nanti baru disetorkan ke Biro Umum?" tanya jaksa penuntut umum KPK.

"Biro Umum," jawab Hermanto.

Karena tak membeli langsung, Hermanto mengaku tak pernah melihat wujud sapi-sapi seharga Rp 360 juta itu.

Pun di lingkungan Ditjen PSP Kementan, katanya tak pernah ada acara terkait kurban sapi dari uang Rp 360 juta yang sudah disetor.

"Memang tidak pernah ada acara waktu itu, ini lho yang dibeli 12 ekor (Ditjen) PSP?" tanya jaksa.

"Tidak ada," jawab Hermanto.

Tak hanya Hermanto, keterangan serupa juga dibeberkan Bendahara Pengeluaran Ditjen PSP Kementan, Puguh Hari Prabowo.

Sebagai bendahara, Puguh mengungkapkan bahwa uang Rp 360 juta yang diminta ke Ditjen PSP diambilnya dari Uang Persediaan (UP).

"Kita infonya dari Pak Hermanto. Setelah itu yang mengajukan uang muka hanya sekretariat saja, direktorat tidak," ujar Puguh di persidangan yang sama.

"Uangnya itu dipakai dari uang muka yang diajukan dulu?" tanya jaksa.

"Betul," jawab Puguh.

"Uang muka, UP maksudnya?" tanya jaksa lagi, memastikan.

"Betul."

Karena UP ini mesti dipertanggung jawabkan dalam Surat Pertanggung Jawaban (SPJ), maka para bendahara menutupinya dengan Surat Perintah Pembayaran.

"Yang tanda tangan kan masing-masing PPK. PPK punya bendahara. Tidak tahu persis bagaimana masing-masing bendahara menggantinya. Mereka mengembalikan dokumennya ada istilah surat perintah pembayaran," katanya.

Baca juga: KPK Wacanakan Hadirkan Febri Diansyah di Persidangan Eks Mentan SYL

3. Keperluan Pribadi SYL

Anak buah Eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) membeberkan siasat yang digunakan untuk memenuhi permintaan-permintaan SYL.

Permintaan yang dimaksud, untuk kebutuhan pribadi sang menteri.

Siasat itu dibeberkan Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto saat bersaksi dalam persidangan.

Hermanto bersaksi terkait perkara dugaan gratifikasi yang menjerat SYL; eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono sebagai terdakwa.

Katanya, para staf di Kementan terpaksa meminjam nama untuk dibuatkan perjalanan dinas fiktif.

"Darimana sumber uangnya ini bisa pada urunan-urunan untuk memenuhi permintaan itu?" tanya jaksa penuntut umum KPK.

"Itu umumnya kita siasati apa kita ambil dari dukungan menejeman perjalanan, misalnya seperti itu, dari perjalanan teman-teman," jawab Hermanto.

Menurut Hermanto, para pegawai yang namanya dipinjam untuk perjalanan dinas fiktif sudah mengetahui dan memaklumi hal tersebut.

Hal itu terpaksa dilakukan, sebab tak ada jalan lain untuk memenuhi permintaan SYL.

"Itu yang dipinjam-pinjam nama itu mengetahui enggak proses-proses itu?," kata jaksa.

"Tahu, karena sudah memaklumi kondisinya harus seperti itu. Enggak ada lagi jalannya. Karena kita tidak pinjam vendor, hanya APBN sumber kita," ujar Hermanto.

Selain itu, sumber uang untuk memenuhi permintaan-permintaan SYL juga diperoleh dari sisa uang perjalanan dinas pegawai Kementan.

"Bisa disisihkan, bisa diambil dipinjam nama. Secara teknis nanti di teman-teman Kepala TU-nya."

Baca juga: Sosok 3 Pedangdut Cantik yang Tersandung Korupsi 3 Menteri Era Jokowi, Terbaru Menteri SYL

4. Sewa Pesawat Pribadi

Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap fakta terkait charter atau sewa pesawat menggunakan uang negara untuk Eks Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Fakta itu dibeberkan Kasubbag Tata Usaha dan Rumga Kementan, Lukman Irwanto yang bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Sebagai Kasubbag Tata Usaha, Lukman mendapat perintah dari Biro Umum Kementan pada tahun 2020.

"Dijelaskan Bendahara tadi ternyata hanya ada di tahun 2020. Di tahun sebelumnya, 2021 maupun ke atas tidak ada mata anggaran itu. Bisa dijelaskan saksi sebagai PPK waktu melihat DIPA itu seperti apa?" tanya jaksa penuntut umum kepada Lukman.

"Memang tadi penjelasan dari Pak Puguh (Bendahara Ditjen Prasarana Pertanian Kementan) ada permintaan dari Biro terkait sewa pesawat," jawab Lukman.

Harga sewa pesawat yang ditagihkan ke Lukman sebagai Kasubbag TU mencapai Rp 1,5 miliar.

Berdasarkan invoice yang diterima Lukman, pesawat itu kemudian ditumpangi SYL dan beberapa pejabat Eselon I Kementan, di antaranya Dirjen Tanaman Pangan.

"Sewa pesawat Pak menteri dan Eselon I sebesar Rp 1,5 miliar. Kalau saya di manifest, Eselon I, Ditjen Tanaman Pangan. Saya lupa pak," ujar Lukman.

Menurut Lukman, invoice sewa pesawat Rp 1,5 miliar itu masuk ke mejanya setelah kegiatan selesai.

Setelahnya, dia terpaksa merevisi anggaran untuk memasukkan tagihan sewa pesawat itu.

"Ijin pak. Memang ditagihnya setelah ada invoice-nya, setelah kegiatan. Dan kalau enggak salah hari libur ya. Nah ditagihnya hari Senin sebesar Rp 1,5 miliar. Barulah kita merevisi anggaran untuk sewa pesawat," katanya.

Revisi anggaran untuk memasukkan tagihan sewa pesawat itu dilakukan Lukman atas perintah atasannya saat itu.

Akhirnya biaya charter pesawat dimaksukkan ke Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).

"Perintah siapa merevisi anggaran itu?" tanya jaksa KPK.

"Pimpinan pak, Pak Gunawan," jawab Lukmam.

"Waktu itu saksi bagaimana menyampaikan ke Pak Gunawan?" tanya jaksa lagi.

"Saya koordinasi dengan Pak Gunawan untuk merevisi dianggarkan di DIPA atau di POK untuk sewa pesawat," kata Lukman.

Uang untuk membayar sewa pesawat pun kemudian berhasil menggunakan anggaran negara.

Namun kemudian Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) menilai hal itu sebagai sebuah kejanggalan.

Akibatnya, BPK meminta agar uang charter pesawat Rp 1,5 miliar itu dikembalikan.

Dalam hasil auditnya, BPK meminta agar Kementan mengembalikan Rp 140 juta yang dianggap sebagai kelebihan bayar.

Temuan BPK itu kemudian disampaikan Lukman kepada Biro Umum Kementan.

"Sampai saya proses utk administrasinya dan menjadi temuan di BPK," ujar Lukman.

"Kemudian temuan BPK nya itu saksi sampaikan gak ke Biro Umum yang nagih-nagih itu, sampai ada disuruh mengembalikan selisih 140 juta?" tanya jaksa.

"Saya sampaikan pak."

Uang Rp 140 juta itu menurut Lukman sudah dikembalikan secara berangsur.

Namun bukan oleh Kementan, pengembalian Rp 140 juta itu dikembalikan oleh pihak vendor.

"Yang mencicil siapa?" kata jaksa.

"Dari pihak keduanya. Jadi memang dibebankan di pihak kedua bahwa hasil temuannya dia terlalu besar keuntungannya," ujar Lukman.

Sebagai informasi, keterangan ini diberikan atas tiga terdakwa: Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo; eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta; dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono.

Dalam perkara ini SYL telah didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar.

Total uang tersebut diperoleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.

"Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044," kata jaksa KPK, Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.

Menurut jaksa, dalam aksinya SYL tak sendiri, tetapi dibantu eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.

Selanjutnya, uang yang telah terkumpul di Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.

Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.

"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa," kata jaksa.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua:
Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dakwaan ketiga:
Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved