Pakar Sebut Imbauan Jaksa Agung Jangan Flexing Membangun Kepercayaan Masyarakat
Seruan Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin yang meminta jaksa tidak flexing atau pamer kemewahan harta didukung pakar hukum pidana Suparji Ahmad.
Penulis:
Ferdinand Waskita
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seruan Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin yang meminta jaksa tidak flexing atau pamer kemewahan harta didukung pakar hukum pidana Suparji Ahmad.
Pasalnya, adanya kultur tidak memamerkan kekayaan menjadi salah satu variabel yang membangun kepercayaan masyarakat terhadap Korps Adhyaksa.
"Pak Jaksa Agung mengatakan, 'Jangan flexing, jangan pamer kekayaan'. Itu pun menjadi bangunan, skema membangun kepercayaan masyarakat," kata Suparji dalam survei Indikator Politik Indonesia tentang "Tingkat Kepercayaan Publik terhadap Lembaga Penegak Hukum dan Politik" secara online, Selasa (23/1/2024).
Dikutip dari Tribunnews, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengeluarkan Surat Edaran tentang Kode Etik Perilaku Jaksa.
Surat tersebut berisikan wanti-wanti Jaksa Agung kepada anak buahnya soal etika mulai dari berpakaian, perilaku hingga penampilan.
Menurut Suparji, kejaksaan mengikuti harapan publik sebagaimana terekam dalam hasil survei Indikator Politik.
Contohnya, jujur, bijaksana, dan adil (16,1 persen); menegakkan keadilan tanpa pandang bulu (10,5%); lebih adil (9,4%); bekerja lebih baik (8,4%); tidak jual beli kasus atau menerima suap (7,2%); transparan (6,7%); tegas (6,3%); hingga mengusut kasus hingga tuntas (3,2%).
"Jadi, selama mampu bekerja secara profesional, secara prosedural, secara proporsional, dan berkeadilan, saya kira, akan membangun kepercayaan masyarakat," kata Suparji.
Ketua Senat Akademik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) ini juga menyebutkan Jaksa Agung seringkali memberikan pedoman tentang hal itu.
Ia mencontohkan pernyataan sederhana Jaksa Agung ketika anak buahnya akan memberikan tuntutan dalam suatu perkara.
"Bertanyalah kepada hati nurani yang paling dalam. Sesungguhnya itu adalah sebuah keadilan," ucapnya.
Selain itu, Suparji juga meminta kejaksaan harus mampu mengembalikan kerugian negara dalam mengusut sebuah kasus korupsi.
Pasalnya, hal tersebut menjadi salah satu keberhasilan penanganan sebuah perkara.
"Pemberantasan korupsi tidak berhasil selama hanya memenjarakan saja, tapi gagal mengembalikan kerugian keuangan negara. Maka, itu juga dianggap tidak berhasil. Oleh karenanya, penting bagaimana para jaksa itu secara sungguh dan serius memiskinkan pelaku korupsi," katanya.
Diketahui, hasil jajak pendapat Indikator Politik, Kejaksaan Agung menjadi lembaga penegak hukum paling dipercaya publik dengan raihan 76,2 persen, naik dari sebelumnya berada di angka 73,8 persen.
Kejagung Klaim Tak Ada Unsur Politis yang Sebabkan Silfester Matutina Belum Dieksekusi |
![]() |
---|
Korupsi Jalur KA Sumut-Aceh, Eks Dirjen Kemenhub Prasetyo Tetap Divonis 7,5 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Bawa Seekor Ayam Hidup, Massa Geruduk Kejagung Teriakan 'Rakyat Muak Silfester Belum Ditangkap'. |
![]() |
---|
Kejagung Pastikan Tak Lagi Wakili Wapres Gibran dalam Sidang Gugatan Ijazah di PN Jakpus |
![]() |
---|
Kejagung Sita Aset Tanah Milik Eks Pejabat MA Zarof Ricar Terkait Kasus TPPU, Nilainya Rp 35 Miliar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.