Sabtu, 4 Oktober 2025

Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian

NasDem Tak Terima SYL Dijemput Paksa, Jokowi Sebut KPK Punya Alasan: Harus Hormati Proses Hukum

NasDem menyayangkan langkah KPK menjemput paksa Syahrul Yasin Limpo, Presiden Jokowi minta hormati proses hukum yang ada.

Penulis: Rifqah
tribunnews.com
Eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) dijemput paksa oleh tim dari KPK, Kamis (12/10/2023) malam dengan tangan yang di borgol - NasDem menyayangkan langkah KPK menjemput paksa Syahrul Yasin Limpo, Presiden Jokowi minta hormati proses hukum yang ada. 

TRIBUNNEWS.COM - Bendahara Umum Partai NasDem, Ahmad Sahroni, menyayangkan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjemput paksa mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), pada Kamis (12/10/2023) malam di sebuah apartemen di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Tindakan tersebut, menurut Sahroni, merupakan kesewenang-wenangan KPK dan tidak sesuai mekanisme hukum acara.

"Ini ada kesewenang-wenangan yang dilakukan," tegasnya, Kamis.

Menurut Sahroni, KPK seharusnya melakukan pemanggilan terhadap SYL terlebih dahulu.

Jika panggilan tersebut tak dipenuhi SYL, maka KPK bisa menjadwalkan ulang pemanggilan.

"Ya itulah, kan kita bicara mekanisme ya. Yang pertama adalah pemanggilan pertama nih, kan tata hukum beracara. Kalau yang pertama dia tidak hadir, kan ada penundaan yang mustinya dijadwalkan," ujar Sahroni.

Sementara itu, alasan KPK melakukan penangkapan paksa tersebut karena mengaku khawatir SYL akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.

Baca juga: MAKI Dukung KPK Jemput Paksa Syahrul Yasin Limpo: Sudah Sesuai KUHAP

Padahal, sebelumnya, SYL sudah menyatakan kesediaannya untuk hadir dalam pemanggilan yang dijadwalkan pada Jumat (13/10/2023) hari ini.

"Nah kalau tanggal 13 dan Pak SYL sendiri bersedia hadir untuk besok, mestinya itu dilalui dulu," ucap Sahroni.

Sahroni lantas mempertanyakan mengapa KPK mengambil tindakan tersebut, apalagi SYL sekarang ini sudah bukan Mentan lagi.

"Tapi yang ingin saya pertanyakan, ada apa dengan KPK? Kenapa? Kenapa mesti melakukan hal itu kepada seorang yang bukan menteri lagi," ujar Sahroni, dilansir Kompas.com.

Dalam hal ini, Sahroni mengaku akan meminta arahan kepada Ketua Partai NasDem, Surya Paloh, soal langkah selanjutnya.

Sebagai informasi, selain SYL, ada dua orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka adalah Sekjen Kementan, Kasdi Subagyno (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian di Kementan, Muhammad Hatta (MH).

Jokowi Minta Proses Hukum di KPK Dihormati

Presiden Jokowi usai meninjau panen di Indramayu, Jawa Barat, Jumat, (13/10/2023) - NasDem menyayangkan langkah KPK menjemput paksa Syahrul Yasin Limpo, Presiden Jokowi minta hormati proses hukum yang ada.
Presiden Jokowi usai meninjau panen di Indramayu, Jawa Barat, Jumat, (13/10/2023) - NasDem menyayangkan langkah KPK menjemput paksa Syahrul Yasin Limpo, Presiden Jokowi minta hormati proses hukum yang ada. (Tribunnews.com/Taufik Ismail)

Berbeda respons dengan Sahroni, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar proses hukum yang sedang berjalan di KPK saat ini dihormati.

"Kita harus hormati proses hukum yang ada baik di KPK, di Kepolisian, di Jejaksaan. Itu proses hukum yang memang harus dijalani," kata Jokowi usai meninjau panen di Indramayu, Jawa Barat, Jumat.

Dijelaskan Jokowi, KPK pasti sudah memiliki berbagai pertimbangan mengenai penangkapan paksa SYL tersebut.

"Ya pasti ada alasan-alasan dari KPK kenapa dipercepat seperti itu. Kita hormatilah proses hukum yang ada di KPK," tuturnya.

KPK Bicara soal Penahanan SYL

Kepala Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta usai penjemputan paksa terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo pada Kamis (12/10/2023) - NasDem menyayangkan langkah KPK menjemput paksa Syahrul Yasin Limpo, Presiden Jokowi minta hormati proses hukum yang ada.
Kepala Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta usai penjemputan paksa terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo pada Kamis (12/10/2023) - NasDem menyayangkan langkah KPK menjemput paksa Syahrul Yasin Limpo, Presiden Jokowi minta hormati proses hukum yang ada. (YouTube Kompas TV)

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, angkat bicara mengenai penahanan SYL.

Ia menyampaikan, bahwa hal tersebut merupakan kewenangan dari tim penyidik KPK yang melakukan pemeriksaan terhadap SYL.

"Terkait dengan apakah akan dilakukan penahanan, tentu kita lihat dulu nanti dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik KPK," ungkapnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Kamis.

"Hari ini, tim yang akan melakukan pemeriksaan tentu nantinya akan berpendapat, apakah akan dilakukan penahanan atau tidak, sepenuhnya kewenangan tim penyidik yang melakukan pemeriksaan," lanjut Ali Fikri.

Baca juga: Syahrul Yasin Limpo Dijemput Paksa Meski Jadwal Periksa Besok, Ini Kata KPK

Ali Fikri pun menjelaskan, terkait penahanan tersangka sudah ada syarat-syaratnya dalam hukum acara pidana.

Prosedur-prosedur yang sudah dilakukan oleh KPK ini, kata Ali Fikri, sudah sesuai dengan aturan yang ada sebagai pedoman dalam melakukan segala tindakan.

Termasuk dalam penangkapan terhadap tersangka SYL secara paksa.

"Ada syarat-syaratnya juga dalam hukum acara pidana, prinsipnya sekali lagu prosedur-prosedur yang KPK lakukan."

"kami berpegang dan patuh pada aturan-aturan yang ada dan itulah yang kemudian menjadi kunci utama kami setiap melakukan tindakan, termasuk pada upaya penangkapan terhadap tersangka dimaksud (SYL)," tambahnya lagi.

SYL Cs Nikmati Rp13,9 Miliar

KolasefotoKPK umumkan penetapan tersangka eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan dua pihak lainnya, Gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/10/2023)dan SyahrulYasinLimpo - Syahrul Yasin Limpo (SYL) memberikan uang untuk bantuan bencana alam ke NasDem sebesar Rp20 juta, kini aliran dana tersebut sedang diselidiki KPK.
KolasefotoKPK umumkan penetapan tersangka eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan dua pihak lainnya, Gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/10/2023)dan SyahrulYasinLimpo - Syahrul Yasin Limpo (SYL) memberikan uang untuk bantuan bencana alam ke NasDem sebesar Rp20 juta, kini aliran dana tersebut sedang diselidiki KPK. (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama/ist)

Diketahui, KPK menduga menggunakan hasil pungutan dari pejabat Kementerian Pertanian senilai Rp13,9 miliar untuk memenuhi kebutuhan pribadi SYL.

Demikian diungkapkan oleh Johanis Tanak melalui konferensi pers penahanan tersangka terkait dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan), Rabu malam.

SYL total menikmati uang sejumlah Rp13,9 miliar, bersama-sama dengan KS dan MH.

Kini, kata Johanis, KPK tengah meyelidiki lebih lanjut mengenai hal tersebut.

"Sejauh ini, uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sejumlah 13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan oleh tim penyidik," ujar Johanis, dikutip dari YouTube KPK RI, Rabu.

Baca juga: Fakta Lengkap Syahrul Yasin Limpo Jadi Tersangka, Diduga Tarik Uang Ribuan Dollar AS dari Anak Buah

Penggunaan uang itu, kata Johanis, digunakan SYL untuk membayar cicilan kartu kredit hingga cicilan pembelian mobil milik SYL.

"Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahui oleh KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL," kata Johanis.

Sebelumnya, dalam memperoleh uang tersebut, SYL menugaskan KS dan MH melakukan sejumlah penarikan uang.

Sejumlah uang tersebut ditarik dari unit Eselon I dan Eselon II dalam bentuk penyerahan tunah hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

"SYL menginstruksikan dengan menugaskan KS dan MH melakukan penarikan sejumlah uang dari unit Eselon I dan Eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank, hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa," ungkapnya.

"Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian, termasuk permintaan uang para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian," imbuhnya.

Dalam kasus ini, ketiga tersangka terjerat Pasal 12 huruf e Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

(Tribunnews.com/Rifqah/Fersianus Waku/Taufik Ismail) (Kompas.com/Adhyasta Dirgantara)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved