Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian
Dugaan Pemerasan Sopir dan Ajudan Mentan SYL, Koordinator MAKI Minta Polisi Segera Beri Klarifikasi
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, memberikan komentar soal isu dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK.
TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, memberikan komentar soal isu dugaan pemerasan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dugaan pemerasan tersebut terjadi dalam kasus yang menyeret Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang disebut sudah dalam proses pemeriksaan.
Berdasarkan informasi yang diterima Tribunnews.com, beredar surat pemeriksaan bernomor B/10399/VIII/Res.3.3./2023/Ditreskrimus yang berisikan pemanggilan terhadap sopir Syahrul Yasin Limpo, Heri, dan ajudan SYL, Panji Harianto.
Baca juga: Tidak Bisa Bertemu Presiden Jokowi, Syahrul Yasin Limpo Akan Temui Mensesneg
Dalam surat itu, tertulis keduanya diminta mendatangi Polda Metro Jaya pada 28 Agustus 2023, untuk menjalani pemeriksaan dengan Direskrimsus Polda Metro Jaya.
Keduanya dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK terkait penanganan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Menanggapi kabar tersebut, menurut Boyamin, agak aneh ada surat panggilan level penyelidikan bocor.
Namun, ia berpendapat bahwa tak perlu mencari tahu siapa yang membocorkan surat tersebut.
Sebab, substansinya berada di surat tersebut, yaitu terkait adanya dugaan pemerasan.
"Terus terang saja agak aneh ada surat panggilan level penyelidikan bocor," kata Boyamin Saiman, dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com.
"Ya, itu satu sisi lah karena berdasarkan UU Surat Keterbukaan Informasi Publik itu kan itu yang harusnya dikecualikan untuk bisa dibuka. Tapi, ya, kan itu surat panggilan."
"Ada yang dipanggil terus kemudian beredar, ya, tidak bisa disalahkan karena surat panggilan itu, ya, bisa otomatis diberikan pada yang bersangkutan."
"Nah, yang bersangkutan bisa saja lapor ke Bosnya. Nah, Bosnya juga siapa saja saya juga belum tahu."
"Tapi kita tidak perlu mencari siapa yang membocorkan surat tersebut karena substansinya adalah yang berada di surat itu, yaitu adanya dugaan pemerasan. Dan ini masalah yang sangat besar karena di situ ditulis oleh pimpinan KPK," tuturnya.

Oleh karena itu, Koordinator MAKI itu meminta pihak Polda Metro Jaya untuk segera mendalami kasus tersebut dan memberikan klarifikasi apakah isi surat tersebut benar atau salah.
Sebab, menurut Boyamin, bisa jadi surat tersebut palsu.
"Oleh karena itu, saya meminta kepada pihak Polda Metro Jaya atau Kabid Humasnya untuk memberikan klarifikasi menyampaikan penjelasan terkait isi surat itu benar apa salah. Kan bisa saja suratnya palsu, kita tak tahu," terangnya.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo telah memberikan respons soal kasus tersebut.
Ia mengatakan saat ini dirinya harus mengecek terlebih dahulu ke Polda Metro Jaya yang menangani kasus tersebut.
"Ya nanti akan kita cek di Polda," kata Sigit di kawasan Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (5/10/2023).
Sigit menyebut setelah itu, pihaknya akan memberikan rilis terkait kasus tersebut.
Sementara itu, dua pimpinan KPK mengaku tak tahu menahu soal dugaan pemerasan ini.
"Saya enggak tahu-menahu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Mawarta, Kamis (5/10/2023) dikutip dari Kompas.com.
Maksud Surat Panggilan
Adapun maksud surat panggilan yang beredar tersebut untuk memberikan klarifikasi terkait dengan kasus yang sedang ditangani oleh Subdit V Tipidkor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
"Untuk kepentingan proses penyelidikan, dimohon kepada saudara untuk hadir guna memberikan keterangan," bunyi kutipan dalam surat panggilan yang beredar.
Surat panggilan itu juga telah ditandatangani oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, pada 25 Agustus 2023.
Terkait pemanggilan itu, Polda Metro Jaya disebut sedang melakukan penyelidikan tindak pidana korupsi berupa pemerasan yang dilakukan oleh Pimpinan KPK dalam penanganan perkara di Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun 2021.
Adapun sangkaan terkait Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Tribunnews.com/Deni/Milani Resti/Pravitri Retno W)(Kompas.com/Syakirun Ni'am)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.