Kamis, 2 Oktober 2025

Bukhori Yusuf dan Karir Politiknya

Komnas Perempuan: Tudingan Terhadap Istri Bukhori Yusuf Berpotensi Kesampingkan Fakta KDRT

Tudingan sebagai pengganggu suami orang, disebut Komnas Perempuan seolah menutup mata terhadap KDRT.

Tribunnews.com/Lusius Genik
Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah dalam konferensi pers virtual Zero Trafficking Network, Rabu (29/7/2020). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai bahwa tudingan seorang ahli pidana terhadap MY, perempuan korban kekerasan, merupakan cerminan lekatnya budaya patriarki.

Tudingan sebagai pengganggu suami orang, disebut Komnas Perempuan seolah menutup mata terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami MY sebagai korban.

Padahal, MY telah mengalami kekerasan berulang dan berlapis oleh suaminya, Bukhori Yusuf (BY) yang merupakan mantan anggota DPR RI.

"Tudingan tesebut merupakan perwujudan dari cara pandang patriarki yang tidak melihat fakta bahwa telah terjadi KDRT berupa kekerasan seksual, kekerasan fisik dan psikis yang terjadi berulang dan berlapis. Tudingan tersebut telah merendahkan perempuan/ terlapor," kata Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, Senin (19/6/2023) malam.

Dalam konstruksi masyarakat patriarki, Ulfah menilai bahwa perempuan kerap ditempatkan sebagai subordinat.

Karena itulah, fakta kekerasan yang dialami perempuan sering dikesampingkan.

Bahkan tak jarang perempuan korban kekerasan menjadi pihak yang disalahkan dan dikriminalisasi.

Baca juga: LPSK Dinilai Belum Bisa Beri Perlindungan ke Istri Kedua Bukhori Yusuf soal Dugaan KDRT

"Sebagaimana dialami korban MY yang dilaporkan balik oleh pelaku melalui istrinya," ujar Ulfah.

Untuk diketahui, istri BY, RKD telah melaporkan MY ke Polda Metro Jaya terkait dugaan pelaporan palsu kasus KDRT.

Padahal sebagai korban, terlebih sudah berada di bawah perlindungan LPSK, MY tak semestinya dikriminalisasi.

Hal itu termaktub dalam Pasal 10 Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban yang berbunyi:
Saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.

Selain itu, Komnas Perempuan menegaskan bahwa pencatatan perkawinan bukanlah tolak ukur layak atau tidaknya diterapkan pasal KDRT.

Sebab Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 menyatakan pencatatan
perkawinan tidak menjadi syarat sah suatu perkawinan.

"Oleh sebab itu, nikah tidak tercatat atau nikah siri sudah sepatutnya tidak menghalangi negara dalam penegakan hukum terkait penghapusan KDRT," kata Ulfah.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved