Selasa, 30 September 2025

Pemilu 2024

Mahfud MD Minta MK Usut Internalnya soal Rumor Terkait Sistem Pemilu Legislatif

Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana membocorkan informasi pribadi yang diterima dirinya soal putusan MK terkait sistem Pemilu.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD bersama Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo usai acara Rapat Koordinasi Sinergisitas Pemerintah Dalam Menjaga Stabilitas Politik dan Keamanan untuk Menyukseskan Pemilu 2024 di Kuningan Jakarta pada Senin (29/5/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD telah menyampaikan kepada Mahkamah Kosttitusi (MK) untuk mengusut internalnya terkait rumor yang menyebut sistem pemilu legislatif 2024 telah diputuskan MK.

Mahfud belum mengetahui terkait kebenaran rumor yang disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM era Presiden SBY, Denny Indrayana, tersebut.

Hal tersebut disampaikannya usai acara Rapat Koordinasi Sinergisitas Pemerintah Dalam Menjaga Stabilitas Politik dan Keamanan untuk Menyukseskan Pemilu 2024 di Kuningan Jakarta pada Senin (29/5/2023).

"Ya saya katakan kalau betul itu bocor, itu salah. Yang salah, satu yang membocorkannya di dalam. Saya tadi sudah ke MK supaya diusut siapa di dalam yang suka bicara itu. Kalau memang sudah diputuskan kalau memang bocor. Itu kan bisa jadi tidak bocor juga," kata Mahfud.

Baca juga: Soal Kebocoran Informasi Sistem Pemilu, KPU: Berpegang Pada Putusan MK

Selain itu, ia juga meminta Denny menjelaskan terkait informasi yang diterimanya.

Menurutnya, seiring berjalannya waktu maka akan terlihat siapa yang benar dan siapa yang salah terkait polemik yang sedang ramai dibicarakan di publik tersebut.

"Denny juga supaya menjelaskan bahwa itu benar, dan itu nanti tentu akan terlihat dalam perjalanan waktu, siapa yang benar siapa yang salah," kata Mahfud.

"Tapi tidak boleh sebuah putusan belum diketok, tidak boleh bocor ke orang. Kalau sudah diketok, harus disebarkan agar tidak ada yang mengubah, kan begitu kalau di MK itu. Nah itu saja," sambung dia.

Dorong Polisi Selidiki

Sebelumnya, Mahfud mendorong kepolisian dan Mahkamah Konstitusi (MK) menyelidiki informasi dari Wakil Menteri Hukum dan HAM era Presiden SBY, Denny Indrayana terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyangkut Pemilu Legislatif.

Mahfud mengatakan hal tersebut harus dilakukan agar tidak menjadi spekulasi yang mengandung fitnah.

"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud di akun Twitternya, @mohmahfudmd pada Minggu (28/5/2023).

Putusan MK, kata dia, menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan.

Akan tetapi, lanjut dia, harus terbuka luas setetalah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka.

"Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya," lanjut Mahfud.

Pengakuan Denny Indrayana

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana membocorkan informasi pribadi yang diterima dirinya soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilu Legislatif.

Denny menyebut dirinya mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PPU/XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny dalam akun Instagram pribadinya @dennyindryana99, dikutip Minggu (28/5/2023).

Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK.

Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.

Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny.

Jika memang pada putusan nantinya MK mengabulkan sistem pemilu dengan proporsional tertutup, maka kata dia sistem pemilu di Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba).

"Maka kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny.

Dalam unggahannya itu juga, Denny menyampaikan kondisi politik tanah air saat ini.

Salah satunya yakni perihal penegakan hukum di Indonesia yang didasari pada putusan MK terkait masa jabatan pimpinan KPK.

"KPK dikuasai pimpinan cenderung bermasalah yang dihadiahi gratifikasi perpanjangan jabatan 1 tahun," kata Denny.

"PK Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, atas Partai Demokrat, diduga ditukarguling dengan kasus korupsi mafia peradilan di MA. Jika Demokrat berhasil "dicopet", Istilah Gus Romi PPP, maka pencapresan Anies Baswedan hampir pasti gagal," sambungnya.

"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas!" tutup Denny.

Tanggapan MK

Mahkamah Konstitusi RI (MK) buka suara soal pernyataan Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana terkait putusan gugatan sistem pemilu.

Dalam akun instagramnya, Denny menyatakan, dirinya telah mendapatkan informasi kalau hakim MK bakal memutuskan sistem pemilu dengan proporsional tertutup.

Menyikapi hal itu, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, proses persidangan atas gugatan itu belum selesai dan masih berjalan.

"Silakan tanya kepada yang bersangkutan (Denny Indrayana). Yang pasti, sesuai agenda persidangan terakhir kemarin, tanggal 31 Mei mendatang penyerahan kesimpulan para pihak," kata Fajar Laksono saat dimintai tanggapannya, Minggu (28/5/2023).

Selanjutnya kata dia, baru nanti proses persidangan akan masuk dalam putusan oleh majelis hakim.

Jadwal sidang putusan itupun kata Fajar, masih belum ditetapkan.

"Setelah itu, perkara baru akan dibahas dan diambil keputusan oleh Majelis Hakim dalam RPH. Selanjutnya, akan diagendakan sidang pengucapan putusan," kata Fajar Laksono.

Perihal jadwal sidang putusan gugatan yang teregister dengan nomor 114/PUU-XX/2022 itu nantinya kata Fajar, akan disampaikan melalui website resmi MK.

"Belum...kalau sudah, pada saatnya nanti, pasti nanti akan dan harus dipublish lewat Jadwal Sidang di laman mkri.id," tukas Fajar Laksono.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved