Pemilu 2024
Buntut Putusan Penundaan Pemilu 2024, KY Panggil Ketua PN Jakarta Pusat tapi Tidak Hadir
KY berencana memanggil Ketua PN Jakarta Pusat terkait putusan penundaan Pemilu 2024 pada Senin (29/5/2023). Namun, Ketua PN Jakpus tidak hadir.
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Yudisial (KY) mengagendakan memanggil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Liliek Prisbawono Adi, pada Senin (29/5/2023) terkait putusan penundaan pemilu dengan penggugat dari Partai Prima.
"Komisi Yudisial hari ini memanggil Ketua Pengaadilan Negeri Jakarta Pusat untuk dimintai keterangannya terkait putusan (partai) Prima melawan Komisi Pemilihan Umum."
"Perkara keperdataan ini sering disebut sebagai putusan penundaan Pemilu," kata Juru Bicara KY, Miko Ginting, dalam keterangan tertulis.
Namun, Miko mengungkapkan Liliek tidak bisa memenuhi panggilan tersebut karena ada agenda lain.
"Namun, hari ini Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberitahukan bahwa beliau tidak dapat hadir karena ada agenda."
"Pemanggilan ulang akan segera dilakukan karena nilai informasi yang ingin dimintakan sangat penting untuk membuat terangnya perkara ini," katanya.
Baca juga: MK Tolak Hapus Frasa Gangguan Lainnya Dalam UU Pemilu yang Dinilai Dapat Tunda Pemilu 2024
Miko pun mengatakan Liliek akan dipanggil ulang pada Selasa (30/5/2023) dan diharapkan dapat memenuhi panggilan tersebut.
"Pemanggilan terhadap Majelis Hakim akan dilakukan besok hari. Komisi Yudisial berharap para Majelis Hakim dapat hadir memenuhi pemanggilan tersebut," jelasnya.
Dia mengatakan pemanggilan Liliek dalam rangka penelusuran terkait ada atau tidaknya pelanggaran kode etik hakim.
"Pemanggilan dan penggalian keterangan ini dilakukan dalam rangka penelusuran ada atau tidaknya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku hakim (KEPPH), area yang menjadi domain Komisi Yudisial," tandasnya.
Sebelumnya, PN Jakarta Pusat telah mengabulkan gugatan Ketua Umum Partai Prima, Agus Jabo Priyono dan Dominggus Oktavianus Tobu Kiik lantaran dianggap KPU telah merugikan Partai Prima dalam verifikasi administrasi untuk Pemilu 2024.
Gugatan tersebut tertulis dalam salah satu petitum penggugat dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat.
Selain itu dalam petitum lain, penggugat juga meminta ganti rugi kepada KPU sebesar Rp 500 juta lantaran dianggap telah melakukan PMH.
Tak hanya itu, penggugat juga meminta agar KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024.
"Menghukum Tergugat untuk memulihkan kerugian immateriil Penggugat dengan mewajibkan tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan dan 7 (tujuh) hari sejak putusan ini dibacakan dan kemudian melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal untuk selama lebih kurang 2 (dua) tahun 4 (empat) bulan dan 7 (tujuh) hari," demikian tertulis dalam petitum tersebut.
Baca juga: Putusan PN Jakarta Pusat Tunda Pemilu Dibatalkan, KPU: Bukan Wewenang Peradilan Umum Adili Pemilu
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.