Masa Jabatan Pimpinan KPK
Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Golkar: Hakim MK Pasti Sudah Pertimbangkan Segala Aspek
Supriansa menilai majelis hakim MK tentunya telah mempertimbangkan berbagai aspek dalam memutus masa jabatan pimpinan KPK jadi 5 tahun.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan periode kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lima tahun.
Anggota Komisi III DPR RI Supriansa menilai, majelis hakim MK tentunya telah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum membuat putusan itu.
"Saya kira majelis Hakim MK tentu sudah mempertimbangkan dari segala aspek sebelum memutus perkara itu," kata Supriansa saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (25/5/2023).
Sebagai anggota Komisi Hukum DPR, Supriansa menyebut putusan MK itu bersifat final and binding, yang artinya bahwa putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir.
Atau dengan kata lain tidak ada ruang secara hukum untuk mengujinya kembali.
"Sebagai warga negara yang taat hukum ya tentu kita harus menerima segala bentuk keputusan yang sudah dibacakan putusan hakim MK," kata legislator Partai Golkar itu.
Baca juga: Soal Putusan Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Komisi III DPR RI Bakal Panggil MK
Hal senada diungkapkan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra, Habiburokhman.
Menurutnya, pihaknya mencoba memahami putusan MK yang memang memiliki kewenangan untuk melakukan uji materi terhadap Undang-undang (UU).
"Kita coba memahami ya. MK memang punya kewenagan untuk memutuskan uji materi UU dan itu saya cek ada di petitum memang, apakah tepat atau tidak secara kualitatif saya serahkan ke publik," kata Habiburokhman.
Baca juga: Soal Putusan Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Komisi III DPR RI Bakal Panggil MK
Habiburokhman menyampaikan pihaknya tidak mau memberikan tanggapan lebih lanjut mengenai putusan MK.
Dia khawatir hal tersebut justru dinilai mengintervensi keputusan MK.
"Kita nggak boleh mengomentari produk hukum yang sudah ada. Terlalu lama atau tidak kita nggak ini, takutnya kita mengintervensi keputusan MK karena kan keputusan MK kan nggak ada peluang untuk dibanding, kasasi, PK nggak ada, kalau keputusan MK ya itulah berlaku," ujarnya.
Putusan MK
Periode kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini menjadi lima tahun.
Putusan ini dibacakan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sidang dengan nomor perkara 112/PUU-XX/2022 pada Kamis (25/5/2023).
Diubahnya periode kepemimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun guna menguatkan kedudukan pimpinan KPK.
"Karena itu, guna menegakkan hukum dan keadilan, sesuai Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, ketentuan yang mengatur tentang masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur tentang hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen yaitu selama 5 tahun," kata hakim MK Arief Hidayat dalam sidang.
Sebelumnya, MK menerima gugatan uji materi tentang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan pemohon Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Gugatan Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diterima MK.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menerima permohonan uji materiil masa jabatan pimpinan KPK tersebut dengan tiga alasan utama.
Sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan berdasar Pasal 34 UU 30/2002 telah menyebabkan dinilainya kinerja pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden maupun DPR terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.
"Karena dengan kewenangan DPR maupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak 2 kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya, berpotensi tidak hanya mempengaruhi independensi pimpinan KPK tetapi juga beban psikologis dan benturan kepentingan pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri," ucap Arief Hidayat.
Dalam amar putusannya, Anwar Usman menyatakan sejumlah dalil utama terkait putusan persidangan.
"Mengadili pertama mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tegas Anwar Usman.
Kedua disebut Anwar Usman menyatakan Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6409) yang semula berbunyi, "Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan".
Selain itu dalam putusannya, Anwar menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250) yang semula berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan", bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan".
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.